Lihat ke Halaman Asli

"Yang Bersalah Itu Rakyat!" Katanya

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bicara soal korupsi di negeri ini, fiufht.... "Awesome!". Mengagumkan untuk membunuh rakyat khususnya rakyat miskin dan mengagumkan untuk membuncitkan perut para elit dan penguasa negeri ini. Sangat ironis memang, mulai dari pembangunan, pendidikan, kesehatan dan hukum tidak ada yang luput dari penyakit tikus ini.

Akibat dari penyakit yang satu ini bisa kita lihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang katanya paling stabil ditengah ketidakstabilan ekonomi dunia tidak sejalan dengan kenyataan yang ada di negeri ini. Rakyat kecil masih saja susah untuk hidup sejahtera. Bahkan anggaran pendidikan yang katanya 20% dari APBN, kenyataannya biaya pendidikan tetap saja tak kunjung berpihak pada rakyat kecil yang menyebabkan banyak generasi negeri ini yang putus sekolah. Lalu kemana larinya anggaran tersebut kalau banyak generasi negeri ini yang putus sekolah? Ya pasti ke perut buncit para elit dan penguasa yang koruptor.

Kesehatan pun demikian, kartu kesehatan untuk rakyat miskin yang diharapkan mampu meringankan atau bahkan membebaskan biaya pengobatan sama sekali tidak berarti untuk mereka. Kita masih ingat kejadian Dera, bayi prematur yang mempunyai kelainan pada sistem pencernaannya tidak bisa meluluhkan hati 10 rumah sakit lantaran orang tuanya tidak mempunyai biaya yang cukup. Kejadian ini mencerminkan bahwa kesehatan di negeri ini sudah tidak ada rasa empati lagi. Yang dipikirkan hanya uang, uang, uang dan uang. Tetapi tidak patut juga kita menyalahkan pihak rumah sakit sepenuhnya. Kenapa? Ada beberapa rumah sakit yang menolak pasien dari masyarakat kurang mampu lantaran bahwa biaya kesehatan untuk orang miskin tidak di bayar oleh pemerintah. Bagaimanapun rumah sakit adalah sebuah instansi yang butuh biaya untuk beli obat-obatan, menggaji karyawan dan biaya lain-lain. Lagi-lagi bisa kita katakan lari kemana anggaran kesehatan untuk rakyat miskin? Sungguh sangat akut korupsi di negeri ini.

Mungkin ada benarnya bahwa demokrasi itu mahal, menjadi calon pemimpin di negeri ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan para calon pemimpin juga menghabiskan uang pribadi untuk mendanainya untuk kampanye. Sampai-sampai ada seorang teman mengatakan "Jangan salahkan pemimpin kalau dia korupsi saat terpilih, yang bersalah itu rakyat, kenapa juga mereka mau dibagi-bagi uang saat kampanye. Jika kampanye disamakan dengan berdagang bukankah pedagang ingin mengembalikan modal dan mendapatkan untung dari dagangannya? Sama dengan koruptor. Bedanya kalau pedagang yang di jual barang atau jasa yang bermanfaat, sedangkan koruptor janji palsu dan kebohongan."

Kalau memang adanya seperti ini, bisa dikatakan sistem demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat telah diterapkan dengan salah di negeri kita  yang menyebabkan banyak terjadinya kejahatan korupsi di semua sektor kehidupan bangsa Indonesia dan lagi-lagi rakyatlah yang dirugikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline