Assalamu’alaikum wr. wb.
Bismillah alhamdulillah wa shollatu wassalamu ‘ala Rasulillah Muhammad bin Abdillah, wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’iin.
Seperti yang kita tahu, sistem pendidikan memiliki dua tonggak inti yaitu keberadaan pendidik dan peserta didik. Berbagai pola pun disusun dan dirembukkan sedemikian rupa demi terciptanya masyarakat yang cerdas, mandiri, memiliki integritas dan intelektualitas yang mumpuni.
Dalam penggalan UUD 1945 alenia keempat terdapat kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Maka dari itu, menciptakan masyarakat yang cerdas merupakan salah satu tujuan dari negara Indonesia, mengingat bangsa kita memiliki SDA yang melimpah ruah, tetapi tidak diimbangi dengan SDM yang berkualitas.
Lalu bagaimana caranya menciptakan SDM yang berkualitas tanpa harus susah-payah menggunakan tenaga kerja asing? Jawaban ada di dalam pendidikan. Namun, apakah pendidikan bisa menjamin terciptanya SDM yang berkualitas? Jelas tidak ada yang bisa memastikan hal tersebut. Gonjang-ganjing perdebatan mengenai SDM berkualitas dari masyarakat di negara ini pun terjadi.
Perlu diketahui, bahwasanya output yang berkulitas didukung oleh tenaga pengajar yang kompeten dan profesional. Alhasil, sekolah tinggi dan universitas menjadi sumber yang diharapkan dapat melahirkan pendidik-pendidik yang bermutu, bertanggung jawab, dan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Akan tetapi apa gunanya pendidik yang kompeten dan profesional jikalau mereka tidak memiliki sikap atau akhlak yang baik? Kecerdasan yang tidak diimbangi dengan budi pekerti yang luhur, hanya menghasilkan banyak pertentangan yang berujung pada penyimpangan, pembangkangan, dan tindak kejahatan yang luar biasa.
Lalu siapa yang dapat diandalkan dan diharapkan mengembangkan ilmu pengetahuan di negeri ini dengan sebaik-baiknya? Mari kita lihat kontribusi dari sarjana Pendidikan Agama Islam.
“Hah? Bukannya sarjana lulusan prodi Pendidikan Agama Islam hanya digunakan untuk mengajar Pendidikan Agama Islam saja? Bagaimana dengan nasib ilmu pengetahuan umum seperti matematika, fisika, biologi, kimia, dan lainnya?” Begitulah paradigma yang tertanam dalam pemikiran masyarakat kita saat mengetahui gelar sarjana Pendidikan Agama Islam.
Padahal tujuan daripada Pendidikan Agama Islam sendiri tidak hanya sebatas itu. Bila dibentangkan lebih lebar, Islam memberi himbauan untuk umatnya agar giat menuntut ilmu, mulai dari buwaian sampai liang lahat. Alasannya adalah karena Allah SWT telah menanamkan pada tiap-tiap diri manusia sebuah kelebihan yang berfungsi untuk keberlangsungan hidup seluruh umat manusia baik secara pribadi maupun menyeluruh.
Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i dijelaskan:
حدثنا هشام بن عمار حدثنا حفص بن سليمان حدثنا كثير بن شنظير عن محمد بن سيرين عن انس بن مالك قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ اَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيْرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ