Tiada pujian indah melainkan puja-puji kepada sang Khaliq. Meski seindah apapun pujian itu tentu masih belum juga sebanding dengan kuasa-Nya.
Hikmah dari silaturrahim memang diketahui tidak sedikit, baik untuk kehidupan duniawi maupun ukhrawi.
Sebut saja dengan silaturrahim sebagai satu bentuk ketaatan kepada al Khaliq. Tentu saja apapun bentuk ketaatan kepada Rabb semesta alam, tidak satu pun yang sia-sia. Allah pasti kelak akan memberikan ganjarannya.
Meski demikian, terkadang obrolan saat hari raya mampu menuai dosa baru. Mengapa demikian? Misal saja ketika obrolan itu membahas tentang pekerjaan, lalu demi ingin mendapat pujian atau simpati, maka muncullah cerita yang dibumbui sedemikian rupa sehingga jauh dari kata kenyataan.
Tidak cukup itu, ada contoh lain, seperti menanyakan tentang pasangan, seperti pertanyaan kapan menikah. Sudah ada calon, sudah adakah pandangan hidup. Masih belum ada momongan ya?
Beberapa pertanyaan tersebut kerap menuai luka pada sebagian orang. Bahkan ada yang akhirnya harus mundur, melipir agar tidak ditanya kembali hal serupa.
Padahal kita tahu, agama Islam mengajarkan untuk berhati-hati dalam berkata, seperti beberapa dalil berikut:
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصّٰدِقِينَ
Yaaa ayyuhallaziina aamanuttaqulloha wa kuunuu ma’ash-shoodiqiin.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119)