Lihat ke Halaman Asli

Dewasa dan Definisi

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Setiap orang pasti akan tua. Tapi dewasa, tidak semuanya mampu ke sana."

Klasik. Tapi memangnya apa yang membuat dewasa itu jadi suatu tujuan, jadi suatu pilihan yang dianggap baik untuk didapatkan? Lalu apa jadinya jika kita tidak memilih untuk dewasa?

Bahkan saya sendiri masih rancu dengan definisi, pengertian, maupun aplikasi dewasa dalam kehidupan.

Beberapa kali baru-baru ini ketika saya menceritakan satu atau dua masalah saya kepada seorang sahabat baik, pada akhirnya dia selalu bertanya, "Kapan lo mau dewasa?". Dia mendefinisikan dewasa sebagai suatu situasi di mana seseorang dapat keluar dari comfort zone, dan karena dia melihat saya (dalam masalah ini) sebagai seseorang yang masih mencari aman dan tidak mau keluar, jadilah dia bertanya seperti itu. Dan itu bukan cuma sekali saja dia bertanya.

Lalu comfort zone itu sendiri, sebelah mana saja yang sebenarnya menjadi batasannya?

Seseorang dalam kehidupan bersosialisasi cenderung akan melakukan hal-hal yang bisa membuat dia diterima sebagai anggota suatu kelompok, ya paling tidak untuk diterima sebagai kawan. Seseorang cenderung akan menjauhi penyimpangan, dalam hal ini akan lebih memilih mengikuti group think. Begitu juga dalam sikap dan perilaku. Tentu saja, untuk diakui dan being accompanied, seseorang akan berusaha sekali berbuat sebaik mungkin. Hal ini wajar sebenarnya mengingat manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain. Dan saya, merupakan orang yang sangat percaya sekali, bahwa sesedikit apapun kita berbuat kebaikan pasti akan ada balasannya.

Pandangan dari orang-orang lain, apalagi yang berada di kubu kita, selalu jadi line atas segala tindak-tanduk kita. Sebenarnya sangat wajar ketika kita takut pandangan teman-teman kita berubah jika ada sesuatu yang salah yang kita lakukan. Tapi di sisi lain ini menjadi ancaman. Inilah yang dikatakan sahabat saya sebagai comfort zone. Saya, dalam contoh ini, terlalu takut untuk bergerak karena masih ragu apakah tujuan saya itu benar atau salah. Dan bila salah, saya benar-benar dibuat ketakutan oleh pandangan orang-orang terhadap saya kemudian. Jadi saya memilih untuk diam. Ini yang mungkin salah. Seharusnya saya berjalan terus tanpa peduli pandangan orang lain.

"Tapi ternyata disaat gw lagi pengen sendiri, malah temen yang bener2 temen bakal keliatan, No. Dia bakal nyamperin kita sendiri tanpa kita butuhin. Dan dia tau kalo gw emang lagi terpuruk. Gitu.... Jadi jangan takut keilangan temen. Hahaha. Banyak lah temen lo siapa."

"Emang bertemen ga ada alasan? Maksud gw, kalo lo berubah jadi jahat, emang tetep ditemenin?"

"Tetep."

Kalau tidak sampai ke percakapan itu mungkin saya sudah lupa sama sekali. Bahwa masing-masing manusia memiliki nilai. dalam hidup, kita akan beberapa kali merasa jatuh, terinjak-injak, sehingga kotor sekali. Tapi sebagaimanapun kita merasa tidak berharga pada saat itu, tidak akan ada yang merubah arti kita di mata orang-orang yang mencintai kita, apalagi di mata Tuhan. Sama halnya dengan uang, lecek sekalipun tidak ada yang akan menolak selembar uang Rp 100.000,- yang diberi secara cuma-cuma. Itulah nilai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline