Lihat ke Halaman Asli

Kontroversi Batas Usia Cawapres dan Kontroversi Mahkamah Konstitusi yang Mengguncang Politik

Diperbarui: 14 Desember 2023   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antaranews.com

Perdebatan batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) menjadi topik hangat di Indonesia. Mahkamah Konstitusi memutuskan, pemimpin daerah berusia di bawah 40 tahun dapat mencalonkan menjadi capres atau cawapres selama mereka pernah atau sedang menjabat sebagai pemimpin daerah. Keputusan ini dinilai kontroversial dan menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Perdebatan batasan usia calon presiden dan wakil presiden berakhir dengan ditolaknya permohonan mahasiswa Universitas Solo Almas Tsaqibbirru dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam keputusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan peninjauan kembali pasal 169(q) Undang-Undang Pemilu. Permohonan pemohon dikabulkan sebagian, dinyatakan pada ayat q pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan berumur paling rendah 40 tahun dan telah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu.

Namun keputusan ini manimbulkan kontroversi sosial. Andrea Bachtiar (Pemohon 1) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) meminta Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU untuk memulai kembali pendaftaran presiden dan pemilu. Terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan usia calon presiden dan wakil presiden, Dr. King Sriwijaya pakar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengatakan keputusan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika dilihat dari UU Nomor 48 Tahun 2009 bisa dikatakan gagal dan tidak mengikat. Tapi masalah kita sama, putusan MK tidak ada nilai penegakannya dan tidak bisa dilaksanakan.

Kontroversi batasan usia calon wakil presiden (cawapres) dan kontroversi Mahkamah Konstitusi (MK) menimbulkan kontroversi sosial. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengatur bahwa calon wakil presiden terpilih, baik anggota DPR/DPD, Partai Demokrat, Gubernur, atau wali kota, dapat mencalonkan diri meskipun usianya di bawah 40 tahun. 

Putusan ini menuai pro dan kontra, di mana sejumlah partai politik mengkhawatirkan dampaknya terhadap tataan demokrasi dan martabat Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegak hukum. 

Selain itu, aturan mengenai batasan selisih suara dalam pengajuan perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi juga menimbulkan kontroversi dan menarik perhatian masyarakat. Banyak pihak yang terlibat menekankan bahwa keadilan substantif, bukan sekadar keadilan porsedural, harus diperhatikan dalam penanganan sangketa. Meski menuai kontroversi, namun putusan MK tersebut mempunyai kekuatan hukum dan dapat dijadikan acuan dalam proses pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline