Lihat ke Halaman Asli

Reposisi Teori Otak dan Implementasinya dalam Pembelajaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penelitian terhadap apa saja yang dapat berjalan dengan baik merupakan suatu yang mendesak untuk dilakukan sekaligus komprehensif. Kita semua adalah para pelajar alami yang sangat baik. Anak-anak yang gagal dan sekolah yang gagal adalah sebuah indikasi dari adanya sistem yang salah. Orang yang mengajar dan melatih orang lain berarti telah memberi kontribusi yang sangat penting bagi kelangsungan kemanusiaan. Kita harus dapat menciptakan sebuah dunia bagi pelajar dan mulai menghargai pembelajaran sama seperti kebebasan, kemerdekaan, keadilan, tempat bernaung dan kesehatan yang baik.

Pembelajaran berbasis kemampuan otak adalah sebuah cara berpikir tentang proses pembelajaran. Ia bukanlah semacam obat mujarab, bikan pula sebuah solusi untuk mengatasi semua masalah. Ia bukan merupakan sebuah program, dogma, atau resep bagi guru. Ia juga bukan sebuah tren atau trik. Namun, ia hanyalah rangkaian prinsip serta sebuah dasar pengetahuan dan keterampilan yang dengannya kita dapat membuat keputusan-keputusan yang lebih baik tentang proses pembelajaran.

A. Tiga tingkatan otak dan keterbakatannya

Bagian-bagian otak yaitu belahan otak kanan, belahan otak kiri dan belahan otak tengah. Otak kita dirancang untuk memproses secara spasial dari belahan kiri ke kanan, tetapi kita memproses waktu (masa lalu dan masa depan) dari belakang kedepan. Pada belahan otak kiri memproses bagian-bagian (secara berurutan), bagian otak kanan memproses “keseluruhan” (secara acak).

Pada bagian otak tengah meliputi hipokampus, talamus, hipotalamus, dan amigdala. Bagian ini adalah bagian yang menyumbang sekitar 20 persen dari seluruh volume otak, bertanggung jawab atas tidur, emosi, atensi, pengaturan bagian tubuh, hormon, seksualitas, penciuman, dan produksi kimiawi otak.

Penelitian yang dilakukan oleh Jerry Levy, Ph.D., (1983,1985) dari University ofChicago telah menegaskan bahwa kedua bagian otak terlibat dalam hampir dalam setiap aktivitas. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada salah satu belahan dapat mempengaruhi perkembangan yang terjadi pada saat yang sama di bagian paling jauh di bagian otak yang lain.

Singkatnya kita menggunakan semua belahan otak pada hampir setiap waktu. Kita tidak mungkin dapat menghentikan salah satunya sama sekali. Otak kita bekerja begitu banyak di luar kesadaran kita.

B. Otak yang belajar dan aktivasi pembelajaran

Pada saat pembelajaran melibatkan seluruh bagian tubuh, otak bertindak sebagai pos perjalanan stimuli yang datang. Semua input sensori disortir, diperioritaskan, diproses, disimpan atau dibuang ke dalam ruang bawah sadar yang kemudian diproses oleh otak.

Pembelajaran secara fisik dapat mengubah otak. Setiap pengalaman baru yang kita temui dapat mengubah pengebalan elektrokimia kita. Semakin baru dan menantang stimulinya (sampai titik tertentu) akan semakin baik otak mengaktifasi jalur barunya. Jika otak merasakan sesuatu yang cukup penting untuk ditempatkan dalam memori jangka panjang, maka potensi memoripun terjadi. Sebagai sesuatu yang mengundang potensiasi jangka panjang, proses pensinyalan elektrokimia ini adalah apa yang disebut oleh para ilmuwan sebagai memori yang terbentuk.

Pada setiap tahap perkembangan, sejumlah gen tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan tertentu. Penelitian baru-baru ini teleh memfokuskan pada apa yang selama ini disebut “ jendela kesempatan”, merujuk pada suatu periode kesiapan tertinggi untuk menerima pembelajaran. Hal ini adalah pemikiran yang menyebutkan bahwa pemaparan terhadap stimuli yang tepat pada masa puncak ini dapat mengoptimalisasikan selera almiah seorang anak untuk belajar khususnya pembelajaran yang berhubungan dengan bahasa, musik, dan perkembangan motorik. Gen tidak membentuk pola pembelajaran tetapi mereka memang mempresentasikan resiko atau kesempatan yang diperkaya, Sehingga, jika seorang anak dilahirkan dengan gen dari seorang yang jenius, tetapi dibesarkan dalam lingkungan yang tidak diperkaya, maka kesempatan baginya untuk menjadi seorang jenius menjadi rendah. Seorang dengan gen rata-rata yang dibesarkan dalam lingkungan yang mendukung dan stimulasi secara intelektual, bisa saja mencapai tingkat yang sangat luar biasa disebabkan oleh lingkungan yang diperkaya.

·Faktor-faktor pembelajaran

·Teman

·Disfungsi otak

·Pra pembelajaran

·Pengalaman

·Sifat dan temperamen

·Gen

·Nutrisi

Sejak usia pra sekolah otak seorang pembelajar sudah terbentuk dengan pengaruh yang sangat banyak termasuk lingkungan rumah, adik-kakak, keluarga jauh, teman bermain, gen, trauma, stres, luka, kekerasan, ritual dan pengharapan budaya, kesempatan-kesempatan pengayaan, penyertaan primer, makanan serta gaya hidup. Kecelakaan yang tampaknya sepele seperti benturan dikepala dapat memberikan dampak seumur hidup terkait dengan kemampuan pembelajaran. Kemungkinan asosiasi tentang luka dikepala ini tehadap tantangan bagi pembelajar tidak pernah terjadi . Contoh ini mengilustrasikan kompleksitas dari permasalahan yang banyak dihadapi oleh para pendidik. Pengalaman-pengalaman menyenangkan, menstimulasikan pelepasan kimiawi (neurotransmiter) yang dapat mengembangkan pengalaman pembelajaran.

·Tahap-tahap pembelajaran

Terdapat lima tahap pembelajaran, yang pertama yaitu tahap prapemaparan atau tahap persiapan yang memberikan kerangaka kerja bagi pembelajaran baru dan mempersiapkan otak pembelajar dengan koneksi-koneksi yang memungkinkan. Tahap ini meliputi sebuah tinjauan terhadap subjek dan sebuah persentasi visual dari topik terkait. Semakin banyak latar belakang yang dimiliki pembelajar menenai subjeknya, semakin cepat mereka menyerap dan memproses informasi baru. Tahap kedua adalah akuisisi tahap ini dapat dicapai baik melalui sarana langsung seperti dengan penyediaan lembar informasi atau saran tidak langsung seperti dengan menempatkan visual-visual yang terkait. Kedua pendekatan ini dapat berjalan dan sebetulnya keduanya saling melengkapi. Tahap ketiga yaitu elaborasi mengeksplorasi interkoneksi dari topik-topik tersebut dan mendorong terjadinya pemahaman lebih dalam. Tahap keempat, formasi memori pembeljaran yang merekatkan supaya apa yang telah dipelajari sebelumnya masih teringat. Dan yang kelima, yaitu integrasi fungsional, mengingatkan untuk menggunakan pembelajaran baru tersebut supaya dapat diperkuat dan diperluas.

C. Menyiapkan pembelajar

·Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

a. Keamanan emosional.

b. Keyakinan etis-spiritual-moral.

c. Pengaruh sosial-budaya.

d. Penghalang institusional-fisik.

e. Peran nutrisi dalam pembelajaran.

·Nutrisi meningkatkan pembelajaran

Para peneliti mengatakan vitamin dan nutrisi lainnya sangat penting bagi perkembangan otak kita, pemeliharaan sel-sel syaraf dan metabolisme otak. Glukosa, yang merupakan gula darah merupakan satu-satunya sumber energi bagi sel-sel otak kita, namun banyak pembelajar yang melewatkan sarapannya, kesempatan pertama kita untuk mengisi kembali energi kita setelah kehabisan glukosa semalaman.

Pentingnya vitamin setiap hari sebagai tambahan untuk makan makanan seperti bayam, jeruk, sereal, ikan laut, ayam dan makanan kaya vitamin lainnya. Kekurangan vitamin sebagai salah satu penghalang bagi pembelajaran tetap merupakan masalah yang membutuhkan perhatian serius dari pendidik, khususnya bagi mereka yang berurusan dengan anak-anak sekolah dari golongan penghasilan rendah.

Setelah tiga bulan mengalami makanan rendah kalori, orang akan menunjukkan gangguan pada ingatan, peningkatan tingkat kesalahan, kecanggungan, panik, gelisah, dan rasa permusushan menurut J. Minninger (1984).

·Meningkatkan pembelajaran dengan ilmu pengetahuan sebelumnya

Ketika pembelajaran sebelumnya diaktifkan, otak cenderung akan membuat koneksi dengan materi baru, sehingga dengan demikian hal ini dapat meningkatkan pemahaman dan pemaknaan. Penelitian oleh R.C.Anderson dan P. D. Pearson (1984) mengungkapkan tentang arti penting dari penghubungan dengan pengetahuan sebelumnya jauh lebih besar dari pada apa yang selama ini dibayangkan. “ Hal itu merupakan alat prediksi pemahaman yang lebih baik dari pada nilai ujian inteligensia,” demikian para peneliti tersebut menyampaikan.

·Relaksasi mendorong pembelajaran

Para siswayang mengalami kesulitan sering kali memperlihatkan, dalam bahasa para peneliti, “perilaku yang kasar”,”perilaku yang terstereotipe”, dan “sering mengulang reespon tertentu”. Dengan kata lain, stres yang berkepanjangan atau keadaan sulit menghasilkan pembelajar yang gelisah, bukan siswa yang sukar belajar.

Kebayakan guru telah melihat hal seperti ini berulang kali. Semakin besar tekanan yang mereka alami, semakin gelisah dan tegang siswa tersebut dan memperlihatksan performa rendah. Sistem saraf yang releks adalah yang terbaik bagi pembelajaran.

D. Otak Unik dan Memperkaya Otak

·Menghargai perbedaan gaya pembelajaran

Setiap otak manusia berkembang secara unik. Bahkan otak orang kembarpun identik berbeda. Cara yang sangat baik untuk menghargai keunikan dan perbedaan adalah dengan mempertimbangkan gaya pembelajaran. Gaya pembelajaran didasarkan pada pengamatan perilaku atau psikologi daripada neurobiologi.

Gerald Edelman, Ph.D. (1992) mengatakan bahwa mengaktifkan bagian-bagian yang berbeda dari otak dapat mengaktifkan bagian otak lainnya secara otomatis. Otak kita adalah multiprosesor, meskipun seorang pembelajar memiliki preferensi pada gaya belajar tertentu, penelitian tentang otak mengemukakan bahwa otak memproses informasi pada berbagai tingkatan dan dari berbagai sumber.

·Karakteristik gaya pembelajaran

Ada banyak gaya pembelajaran yang tersedia sekarang. Masing-masing memiliki poin yang kuat. Otak manusia tidak memiliki preferensi atau “gaya pembelajaran”tunggal. Kita jauh lebih kompleks daripada ini. Kategori berikut mencakup pandangan realistik dan global terhadap gaya pembelajaran yang dapat digunakan pada rancangan pembelajaran apapun untuk memaksimalkan tingkat penerimaan terlepas dari preferensi yang berbeda dan keunikan pembelajar. Yang pertama yaitu konteks, keadaan yang melingkupi pembelajaran memberikan petunjuk-petunjuk yang penting tentang apa yang akan terjadi selama pembelajaran. Kedua yaitu input, para pembelajar menuntut adanya sensori input unutk terjadinya pembelajaran apapun. Input ini bisa berupa visual, audio, kenestetik, penciuman, dan perasa. Ketiga yaitu pemprosesan, pada tahap ini dimana pembelajar mamanipulasi data yang dikumpulkan melalui indra, baik yang didapat dari lingkunagn yang bersifat global maupun analitis, konkret maupun abstrak, serta multi tugas maupun tugas tunggal. Keempat yaitu respon, saat pembelajar mulai memproses informasi, respon mereka secara intuitif didasarkan pada sejumlah faktor, seperti waktu, penilaian resiko, poin referensi internal atau eksternal, dan kekhasan personal.

·Memperkaya otak

Lingkunagn yang diperkaya dapat meningkatkan pertumbuhan otak didukung oleh penelitian baru yang inovatif di University of California, Barkeley yang pertama dilakukan oleh Marion Diamond, Ph.D. Dan penelitian terpisah yang dilakukan peneliti dari University of Illiois William Greenough, Ph.D., (Greenough dan Anderson, 1991). Berdasarkan studi-studi yang menjadi pioner ini, dan berbagai studi yang mengikutinya, kini kita tahu bahwa otak manusia sebenarnya mempertahankan platisitas yang menakjubkan sepanjang hidup.

Otak kita mengubah dirinya dalam beberapa cara. Yang pertama dorongan dari dalam, atau dikenal juga sebagai genetik atau pra persambungan, menciptakan bagan untuk memproses yang kemudian memicu perubahan diotak. Yang kedua proses yang menciptakan produksi sinapsis yang berlebihan sebelum setelah dibutuhkan. Hal ini terjadi ketika: a) pembelajaran biasanya diperlukan oleh semua anggota spesies tersebut, b) pasti akan terjadi peristiwa tertentu, c) waktunya relatif kritis.

Yang ketiga, otak merespon pada proses ”ketergantungan pengalaman” yang dipicu oleh stimuli lingkungan.

·Lebih mengaktifkan otak

Intelegensia sebagian besar dalah kemampuan menyatukan potongan-potongan informasi yang acak untuk menginformasikan proses berpikir, menyelesaikan masalah, dan analisis. Otak mengandalkan pada sirkuit-sirkuit yang sangat banyak untuk dapat melakukannya secar efektif. Koneksi-koneksi ini disebut “fase penghubungan” karena mereka terikat stimuli menjadi satu secara simultan. Ketika pembelajar diberikan lebih banyak umpan balik yang konsisten dan kualitas lebih baik, mereka akan lebih mampu menyatukan potongan-potongan teka-teki pembelajaran dan mengintegrasikan informasi tersebut ke dalam kualitas hubungan dan pola yang lebih baik.

Kita mungkin secara sengaja telah memperlambat kecepatan berpikir, intelegensia, dan pertumbuhan otak, terutama telah menciptakan “para pembelajar yang lamban”, karena tidak memberikan umpan balik danterlalu lamanya jeda waktu memberikan umpan balik atau membuat pengulangan umpan balik yang telah kita ciptakan dalam lingkungan pembelajaran tertentu.

Sumber:

Jensen, Erric. Brain Based Learning. Terj. Pembelajaran Berbasis Otak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/quantum-learning/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline