Dalam berinvestasi maka tidak akan lepas dalam membahas mengenai risk dan return, dimana prinsip investasi yakni high risk high return. High risk high return merupakan prinsip investasi yang mengacu pada kemungkinan memperoleh keuntungan yang tinggi dengan risiko yang tinggi. Saat berinvestasi, risiko dan keuntungan selalu berjalan seiring. Semakin besar risikonya, semakin besar pula potensi keuntungan yang bisa diperoleh. Sebaliknya, semakin rendah risikonya, maka semakin rendah pula potensi keuntungan yang bisa diperoleh. Contoh investasi dengan prinsip high risk dan high return adalah saham. Saham tersebut mempunyai potensi imbal hasil yang tinggi, namun risikonya juga tinggi. Saham bisa naik dan turun sewaktu-waktu, sehingga seorang investor harus mempertimbangkan risiko dan keuntungannya sebelum berinvestasi saham. Sebaliknya, obligasi dan deposito tergolong investasi berisiko rendah. Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang memuat kesepakatan antara pemberi pinjaman (financier) dan peminjam (issuer). Dalam kasus pinjaman obligasi, investor meminjamkan uang kepada penerbit dan menerima bunga sesuai kontrak. Deposito adalah simpanan uang yang ditempatkan pada bank dengan jangka waktu tertentu dan bunga yang telah ditentukan. Deposito memiliki risiko yang rendah, tetapi juga keuntungan yang rendah.
Indikator yang dapat digunakan untuk menghitung Risk dan Return ialah IHSG. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indeks pasar saham yang mencerminkan kinerja seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) 1. IHSG digunakan sebagai proksi untuk portofolio pasar, yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung risiko sistematis dan kinerja yang disesuaikan dengan risiko (risk-adjusted performance) suatu portofolio. Namun, IHSG bukanlah satu-satunya indikator yang dapat digunakan untuk menghitung return dan risk. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi pergerakan harga saham, seperti pertumbuhan PDB, laju inflasi, dan perubahan kurs. OJK juga mendefinisikan IHSG sebagai indeks yang mengukur perkembangan harga seluruh saham yang tercatat di BEI. Di pasar global, IHSG dikenal dengan nama IDX Composite atau ICI (Indonesian Composite Index). Indeks ini mencakup seluruh harga saham biasa dan preferen yang tercatat di BEI. Artinya pergerakan indeks menunjukkan apakah pasar saham sedang aktif atau terbatas.
Untuk menghitung risiko, Anda dapat menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai acuan. IHSG dihitung dengan menggunakan rata-rata yang seimbang berdasarkan jumlah saham yang ada di Market Value Weighted Average Index atau bursa saham itu sendiri. Nilai dasar dalam IHSG adalah jumlah secara kumulatif saham yang dikali dengan harga saham pada hari dasar 1.
Untuk menghitung risiko, Anda dapat memperhatikan pergerakan IHSG pada platform analisis teknikal seperti ChartNexus, Stockchart, TradingView, atau lainnya. Kamu juga dapat menganalisis IHSG pada platform trading saham dari sekuritasmu, jika tersedia. Atur grafik IHSG dalam bentuk candlestick. Atur rentang waktu analisis sesuai strategi trading dan investasi kamu.
Indeks saham menjadi tolak ukur bagi investor saham di pasar modal. Naik turunnya nilai saham ditentukan oleh banyak hal, salah satunya adalah pendapat mengenai dampak situasi dunia saat ini. Salah satu contohnya adalah ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Permasalahan Covid-19 tidak hanya menjadi permasalahan kesehatan saja, namun juga berdampak pada perekonomian. Hal ini tercermin dari skor IHSG yang menurun di masa pandemi Covid-19. Dilansir Kontani, IHSG mencatatkan pelemahan sekitar 33,41 persen sejak awal tahun 2020 hingga Maret. Pasca pandemi, sejak awal tahun 2023, nilai IHSG juga tidak menunjukkan kinerja yang signifikan, terus mengalami penurunan sebesar 1,29%.
Perhitungan Risk dapat dilakukan dengan rumus standar deviasi. Standar deviasi adalah ukuran statistik yang digunakan untuk mengukur sejauh mana harga aset atau pengembalian investasi bervariasi dari rata-rata mereka . Dalam dunia investasi, standar deviasi digunakan sebagai ukuran risiko pada suatu instrumen investasi. Semakin besar standar deviasi, semakin besar risiko dari instrumen investasi tersebut . Standar deviasi juga digunakan untuk mengukur volatilitas historis suatu investasi. Standar deviasi portofolio digunakan untuk mengukur volatilitas yang melekat pada investasi dan membantu dalam menganalisis stabilitas pengembalian portofolio
Untuk menghitung risiko dengan standar deviasi, Anda dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
- Hitung rata-rata (mean) dari data harga saham.
- Mengurangi setiap data harga saham dengan rata-rata (mean).
- Hasil di nomor 2 tersebut di kuadratkan.
- Hasil nomor 3 tersebut dijumlahkan, kita mendapat varian.
- Hasil nomor 4 tersebut, varian tersebut, diakar, maka kita mendapat standar deviasi.
Rumus untuk menghitung standar deviasi adalah = n(Vi-1 - EV)2, di mana adalah standar deviasi, Vi adalah harga saham, EV adalah harga rata-rata, dan n adalah jumlah data harga saham.
Untuk menghitung return saham, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan. Berikut adalah beberapa metode yang umum digunakan:
- Metode Rata-rata Aritmatik: Konsepnya adalah dengan mencari rata-rata sederhana yaitu menjumlahkan seluruh data return kemudian membaginya dengan jumlah data yang digunakan.
- Metode Rata-rata Geometrik: Konsepnya adalah dengan mencari rata-rata geometrik yaitu mengalikan seluruh data return kemudian diakarkan dengan jumlah data yang digunakan.
- Metode Standar Deviasi: Konsepnya adalah dengan menghitung seberapa jauh data return dari rata-rata data return. Semakin besar standar deviasi, semakin besar risiko dari instrumen investasi tersebut 1.