Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Pengakuan (Terinspirasi Skandal Ramaditya)

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“ Apa yang telah meracuni pikiranmu, nak ?” pertanyaannya terdengar menggelegar ditelingaku, walaupun kenyataan suaranya terdengar lirih menusuk tepat di dasar sanubariku. Aku tertunduk, rasa bersalah seakan menyuruhku demikian.

“ Baik kalau kamu tidak mau menjawab pertanyaan Ibu.” Kali ini suaranya agak tertahan oleh emosi yang berhasil ia sembunyikan.

“ Ibu tahu apa yang telah kamu lakukan, namun Ibu tidak mau mempercayainya begitu saja, Ibu mau dengan langsung pengakuanmu !”

Kali ini aku semakin tersudut.

“ Selama ini mereka telah memandang sebelah mata orang-orang sepertiku,bu.” Kuberanikan diri bersuara.

“ Apakah karena telah dipandang sebelah mata mereka menyinggung perasaanmu, lantas kamu mencari pembenaran atas perbuatanmu ?” pertanyaan ibu kembali membuatku terpojok.

“ Aku lalukan semuanya demi ibu.”

“ Ibu tidak pernah mengajarkanmu melakukan perbuatan itu ! “ Ibu membalikan perkataanku.

“ Aku ingin membahagiakan ibu, membalas apa yang telah ibu lakukan untuku. Aku tidak mau melihat ibu sedih memiliki anak cacat sepertiku, aku ingin membuat ibu bangga seperti kebanyakan ibu yang memiliki anak normal dan menjadi “orang" !.

Kali ini ibu tertunduk dan kudengar isakanya, lamat !.

________________

Catatan : Sebuah Fiksi, mencoba memposisikan diri sebagai Ramaditya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline