Lihat ke Halaman Asli

Aku, Dia dan Rasa yang Berbeda

Diperbarui: 18 November 2017   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Marsya's Point of View

            Hari ini hujan turun dengan ramai dan meriah. Sepertinya sore ini adalah sore yang penuh berkah. Aku suka hujan dan aku suka melihat dia bermain basket. Ketika ia sedang bermain basket dan hujan turun, aku mendapatkan jackpot. Dua hal yang ku sukai berkolaborasi dengan baik.

            "Sya, sini ikut main! Jangan takut sama hujan!" teriak Rafi dari kejauhan sambil mendrible bola basket.
"Gak mau ah, gak bisa juga lagian. Main aja sendiri." Balasku dengan wajah meledek.
Rafi menarik tanganku menuju lapangan. Hujan semakin deras dan kami menyambut dengan riang dibawahnya. Berebut bola basket untuk memasukkannya ke ring dan menikmati hujan bersama. Ketika semua orang benci dengan hujan, aku sebaliknya.

            "Buru mandi gih! Jam 7 bantuin gue nugas ya sambil ngopi. Gue jemput jam 7 tepat." Ucap Rafi sambil melambaikan tangannya.
Aku mengangguk dan membalas lambaian tangannya. Rumahku dan rumah Rafi berdekatan. Ya, kami tetangga dan sudah berteman dari kecil. TK, SD, SMP dan sekarang SMA kami selalu satu sekolah. Aku bersyukur memiliki Rafi sebagai "Teman dari kecil".

            "Katanya jam 7 tepat ya Raf, ini jam 7.35 baru berangkat" ucapku dengan nada meledek. "Yee kan harus ganteng jadi siap-siapnya lama." Balas dia dengan ekspresi terlalu percaya diri. "Sya pokoknya ini beneran deh harus bantuin tugas gue yang numpuk gini, deadlinenya minggu depan semua, Syaa!" lanjutnya.

            Kami duduk di spot biasa. Dekat rak buku dengan pemandangan ke arah taman. Seperti biasa Rafi memesan vanilla latte dan strawberry cheese cakenya. Aku suka cara dia mengerjakan tugas, dahinya mengerut karena berpikir. Sesekali ia seruput lattenya dan melanjutkan mengerjakan tugas.

            Benar apa kata orang, perempuan dan laki-laki itu tidak mungkin bisa bertahan untuk tetap menjadi sahabat. Salah satu diantaranya pasti ada yang jatuh dan mulai menginginkan lebih dari sekedar pertemanan.
Andrean Rafi Widianto, terimakasih telah datang di hidupku dan menjadi cinta pertamaku.

Rafi's Point of View

            Hujan memang tidak pernah mengecewakan. Sudah lama rasanya tidak bermain basket dikala hujan menerjang. Basket memang sudah menjadi hobiku sejak SMP karena itulah di depan rumah di buat lapangan basket khusus. Setiap sore, sudah menjadi rutinitas untuk bermain basket, walau hanya melatih ketepatan menshooting bola. Dan sudah menjadi rutinitas Marsya, setiap sore duduk melihatku bermain basket.

            "Sya, sini ikut main! Jangan takut sama hujan!" teriakku dari kejauhan sambil mendrible bola basket.
"Gak mau ah, gak bisa juga lagian. Main aja sendiri." Balas Marsya dengan wajah meledek.
Aku menarik tangan Marsya dan membawanya ke lapangan. Hujan semakin meriah dan kami bagaikan anak kecil yang girang untuk hujan-hujanan. Sederhana, tapi kami bahagia atas hujan hari ini.

            Aku dan Marsya sudah bersahabat sejak kami kecil. Selalu satu sekolah dan aku bersyukur atas itu. Marsya itu perempuan, tapi gak lemah. Dia yang selalu ada dalam keadaan apapun. Marsya sangat berguna karena dia selalu membantu mengerjakan tugas-tugas sekolah dan mengajariku di pelajaran yang, ya aku sangat payah, matematika contohnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline