Lihat ke Halaman Asli

Novan Dwi

Mahasiswa

Patronasi Eka Kurniawan terhadap Pramoedya Ananta Toer

Diperbarui: 9 Desember 2024   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap penulis pasti memiliki suatu ideologi atau pedoman yang dimilikinya sebagai bahan untuk menulis. Pedoman itu memiliki ciri khas masing-masing, dari ciri khas tersebut mrmbuat suatu karya sastra menjadi beragam dan autentik. Aspek sosiologis penulis selain ideologinya ada juga yang dinamakan Patron. Ian Watt (dalam Damono, 1978:56) menjelaskan Yang terutama harus diteliti adalah (a) bagaimana si pengarang mendapatkan mata pencahariannya; apakah ia menerima bantuan dari pengayom (patron), atau dari masyarakat secara langsung, atau dari kerja rangkap, (b) profesionalisme dalam kepengarangan; sejauh mana pengarang itu menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang; hubungan antara pengarang dan masyarakat dalam hal ini sangat penting, sebab sering didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya sastra.

Patron merupakan seseorang atau sesuatu hal yang membatasi atau yang mengatur bagaimana bentuk kepenulisan suatu karya. Contoh dalam dunia perfilman, sutradara tak bebas bagaimana cara dia mengekspresikan film nya karena ada beberapa patron yang membatasi seperti pihak produser film, lembaga penyiaran dan sensorship, penikmat film atau penonton. Contoh klasiknya adalah Ronggowarsito ia dijadikan sebagai pengarang kerajaan ia tak bisa membuat sembarang karya ia harus mengikuti patron dia yakni raja yang berkuasa pada kerajaan tersebut kala itu.

Mengenai patron sosok Eka Kurniawan pun juga memiliki patron dalam karyanya. Bukan hanya penerbit dan segala hal tentang penerbitan namun seorang tokoh yang menjadi tokoh idola bagi dia. Pramoedya Ananta Toer atau yang lebih dikenal sebagai pak Pram. Lekra merupakan lembaga kebudayaan yang lahir sebagai respon atas manifestasi kebudayaan (manikebu) yang menjunjung konsep Humanisme Universal. Lekra memiliki suatu ideologi yakni Realisme Sosialis. Ideologi ini ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa seni untuk rakyat bahwa seni itu diciptakan untuk rakyat. Karya-karya Realisme Sosialis memiliki corak pandang bagaimana perjuangan kaum proletarian melakukan perlawanan terhadap kau bourjuis, penindasan atau ketimpangan sosial banyak tergambar di dalam karya Realisme Sosial. Eka Kurniawan banyak tulisannya yang terinspirasi dari pak Pram contohnya saja kumpulan cerpen yang akan dibahas dalam artikel ini.

Era Republik Indonesia Serikat dan demokrasi terpimpin Soekarno dibarengi oleh beberapa konflik pemikiran-pemikiran tertentu, terkait dengan konstelasi politik pasca Perang Dunia II: pertarungan kapitalisme dan komunisme. Kebudayaan, seni, dan sastra menjadi gerakan politik, ditandai lahirnya organisasi kebudayaan yang berafiliasi kepada partai tertentu, seperti Lekra (lembaga kebudayaan rakyat) (Artika, 2016).

Sosok Eka Kurniawan mungkin sudah berada diluar kepala di kalangan pecinta sastra dan literasi di belahan bumi ini. Bahkan karyanya sudah mulai diperhitungkan di kancah dunia beberapa dekade kebelakang. Salah satu barometernya banyak dari novelnya sudah dialihbahasakan ke berbagai negara. Ini menjadi salah satu pencapaian yang membanggakan bagi perkembangan kesusastraan di Indonesia. Penulis asal Tasikmalaya ini merupakan pengagum pengarang sekaligus sastrawan asal Blora, Pramoedya Ananta Toer. Banyak dari spirit karyanya terispirasi dari tulisan-tulisan Pram. Bahkan ketika Eka menamatkan studinya di Universitas Gadjah Mada, ia menyusun skripsi dengan judul Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis. Dapat dikatakan skripsi Eka Kurniawan ini merupakan karya nonfiksi pertamanya yang diterbitkan berulang kali.

Dalam kumpulan cerpen Corat-Coret Di Toilet patronisasi Eka Kurniawan dengan pak Pramoedya sangat terlihat jelas. Dalam karyanya ini sangat menggambarkan Humanisme Universal. Dalam kasus ini akan mengambil cerpen pertama yang berada dalam kumpulan cerpen tersebut yang berjudul Peter Pan.

Cerpen yang kami ambil berjudul Peter pan. Cerpen pertama yang ada pada kumpulan cerpen bercerita tentang seorang laki-laki yang sedang mencoba melakukan revolusi di suatu negara yang sangat korup. Negara dimana presidennya sangat anti kritik dan presidential sentral atau otoriter. Sang laki-laki ini merupakan seorang pencuri buku, ia telah mencuri buku dengan total sampai tiga ribu buku telah ia curi dari perpustakaan milik pemerintah. Ia membaca satu-persatu buku tersebut. Ia seperti mendapatkan sebuah alasan setelah membaca buku-buku tersebut untuk melakukan revolusi di negeri itu. Ia memulai pergerakannya melalui berkarya dengan menciptakan sajak-sajak yang mempersuasi orang lain untuk melakukan gerakan perang gerilya untuk revolusi. Ia dikenal sebagai peter pan karena tabiatnya yang seperti tak mau dianggap dewasa ia selalu bersikap ingin selalu merasa muda. ia bisa tertawa dan seakan punya alasan dan tujuan untuk menjalani hidup walaupun tertimpa masalah. Namun sayang pada puncak pergerakannya ia harus ditangkap oleh pemerintah didepan calon kekasihnya yang ia akan berjanji bahwa ketika tanggal 10 April pada puncak pergerakannya ia akan menikahinya.

Isu-isu yang berada dalam cerpen:

Kondisi dimana ada pertentangan kelas sosial karena sistem kapitalisme:

1. “Ia menempel poster Che Guevara di kamar pondokannya dan terobsesi untuk melakukan kontak dengan para gerilyawan yang ada di muka bumi.”

Setelah membaca banyak referensi ia memutuskan memasang foto Che Guevara seorang mahasiswa kedokteran di kuba yang menjadi tokoh pemberontakan di kuba. Tokoh utama cerprn memasang poster Che Guevara karena ia menyadari kondisi negara persis seperti apa yang ada di Kuba sebagai korban kapitalisme modern (dalam hal ini kapitalisme Amerika Serikat). Dan ia menyebut para ‘gerilyawan’ dimana perang gerilya adalah perang untuk melawan kekuasaan yang lebih besar. Dalam hal ini kaum bourjuis memiliki banyak pasukan untuk mengontrol sedangkan para proletariant terpecah menjadi dua kubu yakni kubu yang tetap menikmati konseumerisme dan kubu yang ingin melawan kapitalisme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline