Lihat ke Halaman Asli

Novanda Fatih Hardanti

Writing Enthusiast

Manfaatkan DPLK: Cara Cerdas Jadi "MILIUN-er!"

Diperbarui: 28 Agustus 2020   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi 

“Sudahlah hidup dibawa seneng-seneng aja. YOLO. You Only Live Once

Percakapan di atas sudah tidak asing lagi terdengar bagi milenial sekarang. Prinsip YOLO yang sering digaungkan milenial memang tidak sepenuhnya salah, dari segi psikologis YOLO mengajak untuk lebih santai menjalani tekanan hidup. Akan tetapi, dampak negatif prinsip YOLO kurang mengajarkan para milenial untuk membuat perencanaan hidup jangka panjang, termasuk tentang perencanaan finansial. 

Sebelum menjelaskan lebih jauh, siapakah yang disebut Generasi Milenial? Beberapa peneliti menyebutkan bahwa standar pengelompokkan Generasi Milenial (Generasi Y) adalah individu yang lahir antara tahun 1980an hingga 1996.

Deretan highlight berita di atas seolah menjelaskan realita kehidupan generasi milenial yang dikhawatirkan mengalami kesulitan finansial di masa pensiun. Meskipun saat ini sedang marak pandangan skeptis terhadap profesi "financial planner", bukan berarti apa yang mereka lakukan salah 100%. Tahun 2020, jumlah populasi generasi milenial di Indonesia sudah pada kisaran 33% sampai dengan 34% dari total penduduk, dan diprediksi bahwa komposisi demografis generasi milenial akan semakin dominan seiring dengan semakin berkurangnya jumlah generasi baby boomers (kelahiran tahun 1946-1964)  dan generasi X (kelahiran tahun 1965-1980).  Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 10 tahun ke depan generasi milenial merupakan konsumen terbesar untuk kehidupan perekonomian nasional.  

Lantas mengapa kekhawatiran kesiapan generasi milenial menghadapi pensiun perlu diperhatikan?

Untuk menyokong perputaran roda ekonomi yang berkelanjutan juga harus didorong dengan kemampuan daya beli dan kesejahteraan ekonomi masyarakatnya. Beberapa perilaku ekonomi generasi milenial sekarang seperti transaksi Cashless dengan PayLater, kartu kredit untuk travelling, mengutamakan brand daripada kegunaan, bahkan ada yang sekedar membeli barang untuk mengikuti trend

Sesekali memuaskan kebutuhan tersier itu adalah hak setiap individu apabila mereka mampu, tetapi gaya hidup konsumtif tanpa diimbangi saving akan mengkhawatirkan kesejahteraan ekonomi mereka di masa depan. 

Generasi milenial memang saat ini sedang dalam usia yang produktif, tetapi perlu diingat sesuai dengan UU No. 11/1992 menyebutkan bahwa batas usia pensiun normal adalah usia 55 tahun dan batas pensiun wajib maksimum adalah usia 60 tahun bagi karyawan atau pekerja. 

Padahal berdasarkan data BPS usia harapan hidup masyarakat Indonesia adalah 73,19 tahun pada wanita dan 69,30 tahun pada pria. Hal ini berarti masyarakat Indonesia paling tidak menghabiskan hidupnya sekitar 15–20 tahun di masa pensiun (masa usia tidak produktif). 

Belum lagi generasi milenial sekarang harus menghadapi tantangan ekonomi yang terhantam Pandemi Covid-19. Banyak ketidakpastian dalam pemasukan, mulai dari pemotongan gaji hingga PHK karyawan. Fakta di lapangan, belum semua perusahaan mendaftarkan karyawannya dalam program pensiun. Selain itu, ada juga generasi milenial yang bekerja mandiri (freelancer/wirausaha) sehingga harus menyiapkan sendiri dana pensiun.

Lalu bagaimana generasi milenial memulai menyiapkan dana pensiun?  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline