Salah satu dampak dari penerapan Politik Etis adalah munculnya kalangan priyayi rendahan yang mengenyam pendidikan modern. Melalui pendidikan modern ini, mereka mulai banyak mempelajari berbagai pemikiran kontemporer terkait kebebasan, persamaan, demokrasi,politik, pemerintahan, dan kemerdekaan. Semua itu dengan sangat gambling disampaikan oleh tokoh-tokoh pemikir Eropa. Apa yang mereka peroleh itu berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di dalam kehidupan bangsa. Hingga memunculkan sejumlah keresahan yang menggangu pikiran dan perasaan mereka.
Keresahan itu diperparah lagi dengan fakta bahwa kondisi sosial ekonomi dan politik masyarakat yang sangat memprihatinkan. Eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia oleh pemerintah penjajahan Hindia Belanda dan perusahan-perusahaan swasta pada masa itu telah menyengsarakan rakyat. Kekayaan yang diperoleh negeri Belanda dari hasil ekploitasi itu tidak memberikan dampak yang signifikan bagi rakyat. Secara sosial, pemerintah penjajahan menerapkan semacam klasifikasi sosial di kalangan masyarakat. Stratifikasi itu dipisahkan berdasarkan warna kulit.
Di antaranya adalah Kelas 1 atau kelas atas terdiri dari orang-orang Eropa, kelas menengah terdiri dari orang-orang Timur Asing (Cina, Arab, India), dan kelas bawah terdiri dari orang-orang pribumi Indonesia asli. Perbedaan kelas sosial itu menyebabkan terjadinya perbedaan perlakuan di antara warga. Warga kelas tiga disebut sebagai inlander (pribumi) yang identik dengan kedudukan yang rendah. Secara sosial, orang-orang yang tergolong sebagai inlander ini tidak diperkenankan untuk berinteraksi sejajar dengan orang-orang kelas dua apalagi kelas satu.
Secara politik, usaha untuk mewakili aspirasi rakyat disalurkan melalui sebuah dewan bernama Volksraad (Dewan Rakyat), yaitu sebuah lembaga penasihat bagi gubernur jenderal. Setelah disetujui pada 16 Desember 1916, Volksraad mulai terlaksana pada tahun 1918 pada masa pemerintahan van Limbug Stirum. Secara fungsional dewan ini memiliki peran sebagai lembaga perwakilan rakyat bagi pemerintahan Hindia-Belanda. Kenyataannya, Volksraad tidak memiliki hak angket dan hak menentukan anggaran belanja negara sehingga tidak mempunyai kekuasaan seperti DPR atau parlemen pada umumnya.
Pada 15 Juli 1936, Soetardjo Kartohadikusumo mengusulkan sebuah petisi yang telah ditandatangani oleh mayoritas anggota Volksraad kepada Belanda. Petisi ini berisi permohonan kepada Belanda agar diadakan sebuah musyawarah tentang sistem pemerintahan otonom di Indonesia. Petisi ini segera mendapat penolakan. Belanda menganggap bahwa Indonesia belum siap untuk menyelenggarakan pemerintahan yang otonom. Penolakan petisi Soetardjo kemudian semakin membuka pikiran bangsa Indonesia. Rakyat semakin menyadari bahwa Belanda tidak akan pernah begitu saja menyerahkan kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia.
Berbagai perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat selama masa pemerintah penjajahan Hindia belanda menimbulkan keresahan di kalangan golongan terpelajar. Terlebih dengan semakin memburuknya kondisi ekonomi masyarakat di tengah eksploitasi dan westernisasi oleh aksi kolonialisme Belanda. Usaha yang paling mungkin yang bisa mereka lakukan adalah dengan berjuang melalui organisasi pergerakan nasional. Berikut ini adalah beberapa organisasi yang dikembangkan oleh Bangsa Indonesia selama masa pergerakan nasional.
1. Budi Utomo
Salah satu dampak dari penerapan Politik Etis adalah munculnya kalangan priyayi rendahan yang mengenyam pendidikan modern. Mereka merasakan keresahan akibat adanya kondisi ekonomi yang semakin memburuk. Hal itu disebabkan oleh eksploitasi kolonial Belanda dan westernisasi yang luar biasa. Keresahan itu telah membangkitkan semangat dr. Wahidin Soedirohoesodo untuk melakukan kampanye di kalangan priyayi Jawa. Wahidin juga menghimpun dana untuk dijadikan beasiswa bagi pelajar pribumi yang tidak mampu.
Pada akhir 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia. Mereka kemudian mendirikan organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional di Indonesia. Pada Saat itu Belanda masih melarang organisasi politik ada di Indonesia. Budi Utomo awalnya organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya dan gerakan awal hanya di Jawa dan Madura.
Tujuan Budi Utomo terdiri dari :
a. Menyadarkan kedudukan masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura pada diri sendiri.