Kereta api listrik (KRL) memang moda transportasi yang paling efektif , tepat waktu, ramah lingkungan karena tidak menimbulkan polusi karbon dan murah pastinya. Mungkin sulit mencari tandingan moda KRL dengan moda transportasi lainnya.
Maka keberadaan KRL yang biasa disebut commuter line ini sangat membantu dan memudahkan pergerakan manusia dari wilayah penyangga (aglomerasi) menuju Jakarta sebagai kota metropolitan (setelah nanti tidak menjadi ibukota negara).
Setiap hari ada 1,4 juta pergerakan orang dari dan ke Jakarta (data KCI per 1 juli 2024). Ini menandakan KRL sudah tepat menjadi solusi transportasi massal dan murah. Kenapa tarif KRL bisa murah karena ditopang oleh public services obligation (PSO). Yang sumber dananya berasal dari insentif pemerintah untuk rakyatnya.
Sebelum berlanjut kita akan bahas apa itu PSO. PSO adalah Kewajiban Pelayanan publik yang diberikan pemerintah untuk mobilitas dan aktivitas masyarakat Indonesia. PSO diberikan untuk semua sektor transportasi, termasuk subsidi untuk motor dan mobil listrik, kapal laut, pesawat terbang dan juga moda berbasis rel yaitu kereta.
Apakah sama PSO dan Subsidi ? Mengutip pernyataan pengamat transportasi publik, Deddy Herlambang, PSO merupakan insentif bukan subsidi. Karena bentuknya insentif maka tidak ada perbedaan untuk penerima pelayanan, kaya dan miskin akan sama,Kalau Subsidi diberikan kepada kelompok orang yang memang dikhususkan, seperti kelompok miskin.
Sampai ini jelas PSO memang menjadi hak masyarakat. Jumlah PSO tiap tahun dianggarkan melalui Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN).
Angka PSO yang diberikan pemerintah untuk tahun 2025 untuk seluruh moda kereta api berjumlah Rp 4,79 Triliun .Angka PSO harus dibagi untuk Kereta jarak jauh,kereta jarak sedang, kereta jarak dekat, kereta lebaran, KRD, KRL Jabotabek dan KRL Jogja.
PSO terbesar kereta api diberikan untuk KRL Jabotabek ( > 60%) , untuk tahun anggaran 2023 PSO KRL Jabodetabek mencapai Rp 1,6 Triliun jumlah ini berkurang dari tahun sebelumnya Rp 1,8 Triliun.
Masih menurut Deddy, bila pengguna KRL dikenakan tarif normal tanpa PSO maka biaya perjalanan KRL per 25 Km memerlukan tarif Rp 25.000 . sedangkan saat ini tarif yang dikenakan adakah Rp 3.000 untuk Rp 25 km pertama selanjutnya akan dikenakan Rp 1000 setiap 10 Km selanjutnya , berarti PSO yang ditanggung pemerintah adalah Rp 22.000 per pengguna KRL untuk 25 km pertama. (mohon koreksi bila hitungan ini salah)
Angka PSO yang diberikan pemerintah dinilai terlalu besar ditambah pengguna KRL menurut data BPS pada tahun 2023 mencapai 290.890.677 perjalanan, angka ini mungkin tidak menggambarkan jumlah orang secara tepat, bisa jadi ada orang yang sama tetapi dihitung dua kali. Karena melakukan perjalanan pulang pergi.