Kamis , 22 Agustus merupakan hari bersejarah untuk bangsa Indonesia. Peringatan Darurat Indonesia dengan menggunakan lambang garuda biru di media sosial membuat alarm bahaya berbunyi lantang.
Serentak di kota besar hingga kota kabupaten bergerak. Mahasiswa, Buruh, Pelajar, Komunitas, Cendikia, Pesohor hingga masyarakat umum turut serta mengawal sebuah seruan #KawalPutusanMK. Sepanjang hari berita demo membahana di seluruh kanal informasi.
Putusan MK tentang Pilkada membuat peta politik berubah. Bila di pilpres keputusan MK membuat sakit hati dan membuat bangsa ini masuk dalam jurang kemunduran. Tapi kali ini putusan MK seperti membuat 'hattrick' saat masa akhir waktu, Putusan MK memberikan sebuah harapan baru. Demokrasi harus diselamatkan.
Raungan para Politikus yang begitu percaya diri untuk menang dengan melawan kotak kosong kini harus berpikir ulang. Putusan MK membuka peluang partai bisa berkontestasi lebih sehat. Dengan penurunan ambang batas (threshold) yang awalnya memblokade lawan politik kini terbuka.
Dibanding Pilpres dan Pileg, Pilkada mempunya nilai strategis untuk rakyat. Kekuasan seorang walikota/bupati dan Gubernur sangat signifikan. Baik dan buruknya pemerintahan daerah sangat tercermin dengan pemimpin daerahnya. Bila pemerintah daerahnya punya , kompetensi, pekerja keras, berjuang untuk kesejahteraan masyarakat didaerahnya maka langsung punya dampak. Masyarakat bisa menikmatinya.
Pendidikan , Kesehatan, Lingkungan, Ekonomi , keamanan, ketertiban menjadi domain yang dibuat di tingkat pemerintah kota/kabupaten. Pembangunan sekolah, kesejahteraan guru, kesejahteraan buruh, pembangunan jalan, hingga masalah ekonomi semuanya ada ditangan seorang pemimpin daerah.
Maka apa yang tercantum dalam putusan MK untuk PIlkada membuka kemungkinan adanya pilihan calon yang lebih berkualitas. Partai tidak terkungkung dengan ambang batas yang bisa menghalangi calon lain yang berpotensi.
Putusan MK kali ini tampaknya tidak sejalan dengan hasrat kekuasan . Respon yang dilakukan Baleg DPR yang secara kilat membuat rancangan revisi UU Pilkada dan dalam waktu cepat juga berupaya untuk menetapkan pada rapat paripurna. Inilah pangkal asal muasal keadaan darurat bergema.
Beberapa poin yang tidak disetujui membuat keinginan agar batas umur minimal calon yang sebelumnya ketika ditetapkan saat terpilih kini ditetapkan saat si calon mendaftar di KPU. Dan semua paham, hal ini membuat tidak memungkinkan putra bungsu presiden ikut mendaftar pada pilkada tingkat gubernur, tapi masih berpeluang ikut pilkada kota/kabupaten yang menetapkan batas umur 25 tahun.
Ini poin kewarasan pertama , batas umur minimal janganlah di ulik ulik karena kepentingan pribadi. Cukup satu kesalahan fatal yang pernah dibuat MK, jangan ada lagi kesalahan kedua. Merubah batas umur hanya untuk melanggengkan calon tertentu.