Lihat ke Halaman Asli

Novaly Rushans

TERVERIFIKASI

Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Hopeless of Job, Kenapa Bisa Terjadi?

Diperbarui: 31 Juli 2024   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unsplash via KOMPAS.com

Didin, pemuda berumur 25 tahun ini duduk di depan teras rumahnya yang sederhana di sebuah gang sempit . Ia sibuk membuka laman lowongan kerja dari sebuah aplikasi . Didin hanya lulusan sekolah menengah atas. Didin sudah mencoba melamar kerja.. Ratusan lamaran sudah dikirim ke berbagai perusahaan. Sayang , pekerjaan yang ia dambakan tak kunjung didapat

Persyaratan kerja menuntut gelar sarjana dan berpengalaman kerja minimal satu tahun. Sebuah halangan untuk Didin. Kerja kantoran yang menurut Didin keren. Targetnya bila ia sudah mendapat pekerjaan mapan, diangkat jadi karyawan tetap, Didin akan segera melamar kekasihnya tetangga desa sebelah. 

Begitu syarat dari calon mertua, Didin harus punya penghasilan tetap agar restu didapat. Sebenarnya Didin sudah mencoba beberapa pekerjaan, pengantar paket, ojek online hingga sales sebuah sepeda listrik. 

Pekerjaannya berhenti saat kontrak habis. Tak dilanjutkan oleh pemilik usaha, kecuali ojek online yang tak dilanjutkan karena penumpang sepi dan sering dikejar kejar ojek pangkalan.

Pekerjaan kasar lainnya juga pernah dilakukan Didin, menjadi kuli bangunan. Pekerjaan ini hanya kuat dijalani selama 2 pekan. Didin angkat kaki karena sering dimarahi mandor proyek karena sikil Didin dinilai sangat terbatas untuk urusan pekerjaan konstruksi bangunan.

Selain Didin, ada Ulfa , gadis yang baru umur 26 tahun seorang sarjana yang lulus empat tahun yang lalu. Ulfa merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Walau sudah memiliki titel S1 lowongan untuk Ulfa juga sulit. 

Kalau sekedar dapat panggilan wawancara, psikotes sudah banyak ia terima. Berbagai jenis pekerjaan, tapi hasil akhirnya hanya disuruh menunggu tanpa ada kepastian diterima kerja. Entah apa yang kurang dari Ulfa.

Hanya ada tiga kali ia diterima , rata rata sebagai sales dengan target penjualan. Perjanjian kerja di awal bila tak mencapai maka akan dievaluasi yang berujung dengan PHK. Ternyata gelar sarjana tak menjamin seseorang mudah diterima kerja. Ulfa sadar ia hanya lulusan dari kampus swasta yang namanya tidak dikenal banyak orang.

Perusahaan biasanya melihat latar belakang kampus, bersaing dengan lulusan kampus negeri ternama atau kampus swasta bonafit membuat Ulfa kalah bersaing. Maka hingga hari ini belum memiliki pekerjaan tetap. Ulfa sudah malas mengirim surat lamaran dan CV.

Apa yang dialami Didin dan Ulfa ternyata dialami ratusan ribu anak muda di Indonesia, menurut catatan badan pusat statistik (BPS) per Februari 2024 ada 369 622 anak muda. Jumlah ini setara dengan 7,5% dari total angkatan kerja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline