Lihat ke Halaman Asli

Novaly Rushans

TERVERIFIKASI

Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Cerpen: Pada Sebuah Kereta

Diperbarui: 1 Mei 2024   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi via Bisnis/Susilo Jati

Pada Sebuah Kereta

Wanita itu duduk di bangku prioritas, terlihat lesu dan kepayahan. Dari wajahnya dan gerak tubuhnya aku menduga usianya memasuki usia 50 tahun. Belum terlalu tua, namun gurat di wajahnya menandakan skincare tidak pernah mampir untuk menyembunyikan usia sebenarnya.

Kursi prioritas bisa diisi 3 orang  di sisi kanan dan 3 orang sisi kiri. Orang yang sudah biasa naik KRL pasti tidak berani duduk di kursi prioritas bila tak termasuk daftar yang diizinkan KAI Commuter. Hamil, disabilitas,  lansia, wanita membawa balita selebihnya hanya orang nekat dan orang yang baru pertama kali naik KRL.

Tak lama wanita itu tertidur pulas, terdengar suara dengkuran halus menandakan lelah yang cukup berat. Disebelahnya seorang wanita hamil, tanda kehamilannya memang tidak terlihat kalau saja ia tidak menggunakan pin hamil yang disematkan di blazer coklatnya. Berkacamata terlihat berpendidikan, sibuk dengan Iphone serie 13 membuka aplikasi belanja online, riasannya tidak terlampau tebal tapi terlihat kulitnya terawat dengan baik.

Mungkin perlu lima ratus ribu rupiah  sebulan untuk perawatan wajahnya. Parfumnya juga wangi lembut tidak norak, menenteng tas kulit ukuran kecil yang hanya muat untuk ponsel dan alat rias. Disebelah wanita hamil ada seorang pria muda dengan kacamata hitam. Satu tongkat lipat sudah menandakan pria ini disabilitas.

Dari wajahnya pria ini berusia sekitar tiga puluh tahun. Pria ini sudah sering saya lihat naik KRL. Tidak terlalu tinggi , tingginya sekitar 155 cm dengan rambut ikal yang sangat menyenangi musik cadas lewat earphone di telinganya yang suaranya masih terdengar orang disekelilingnya. Karena itulah saya tahu aliran musik yang ia sering dengar.

Aku menilai pria ini tidak buta secara permanen, mungkin low vision yang ia masih mampu melihat jalan. Itu saya tahu saat pria ini keluar dari stasiun dan bisa berjalan sendiri dengan normal tanpa bantuan orang lain. Namun bila di dalam stasiun dan di dalam KRL pria ini selalu mendapat bantuan dari para petugas.

***

KRL sudah melewati stasiun parung panjang, penumpang bertambah terus. Sudah dipastikan tidak ada kursi kosong. Yang berdiri sudah mulai rapat dengan posisi belum saling dorong. Tak lama naik satu keluarga terdiri dari lima anggota, ayah, ibu, nenek dan 2 anak balita.

Keluarga ini tahu posisi kursi prioritas bisa menjadi hak mereka karena ada nenek yang berusia diatas 60 tahun dan ada 2 balita. Mereka butuh paling tidak 2 kursi.Namun melihat komposisi kursi prioritas sudah terisi sesuai dengan peruntukan, mereka sadar dan tidak memaksa walau dari gerak tubuhnya mereka sangat berharap ada penumpang kursi prioritas mau berdiri dan memberikan tempat duduknya dengan sukarela.

Tidak ada reaksi, penumpang lain hanya saling berpandangan tak bisa memberikan solusi. Kursi reguler tak ada yang mau memberi. Petugas walka juga tak nampak batang hidungnya karena mungkin berada di gerbong wanita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline