"Sastra harus tetap mengisi ceruk ceruk kehidupan di era disrupsi" Yon Bayu Wahyono, Novelis dan Kompasianers
Siang itu panas menikam ubun ubun saya. KRL yang saya tunggu baru tiba jam 12:35, itu berarti perjalanan menuju Taman Ismail Marzuki (TIM) akan mepet, karena acara akan dimulai jam 14:00. Berharap ada keajaiban agar saya tidak terlalu telat sampai lokasi acara.
Launching Novel Mas Yon Bayu menjadi agenda penting saya. Saya sendiri sudah menjadwalkan waktu karena saya berkeinginan menulis novel. Mas Yon Bayu sendiri sudah saya kenal sebagai kompasianers yang sangat piawai dalam menulis politik. Gaya tulisannya meletup letup, tanpa tedeng aling aling, tembak langsung.
Mas Yon Bayu Wahyono begitu nama lengkapnya, seorang wartawan dan jurnalis yang sudah malang melintang di berbagai media nasional. Berbagai desk pernah ia rasakan. Bahkan karena 'kecelakaan' begitu istilah yang Mas Yon Bayu sebutkan ia terjerumus menjadi wartawan majalah Misteri.
Majalah Misteri inilah menjadi cikal bakal lahirnya Novel Kelir- ini pendapat saya- karena dari dunia klenik, perdukunan dan dunia astral inilah Mas Yon Bayu mendapatkan banyak pengalaman. Ia pernah meliput makam, tempat keramat, tempat ngalap berkah, dan beberapa lokasi yang dijadikan tempat petilasan.
Di Novel Kelir, walau belum saya baca, saya bisa mengambil pendapat dari acara peluncuran pada Minggu, (29/10) di lantai 4 Gedung Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Dalam acara ini hadir pemateri Sunu Wasono, seorang doktor sastra Indonesia, beliau juga menjadi dosen di Fakultas ilmu budaya UI , sekaligus seorang budayawan yang sangat konsen terhadap perkembangan literasi budaya.
Selain Sunu Wasono, pemateri lainnya adalah Isson Khairul. Nama yang satu ini saya kenal cukup baik. Saya memanggilnya Bang Isson. Seorang kompasianers senior yang punya kemampuan menulis sangat berkualitas. Pria asal sumatera barat ini seorang mantan wartawan dan jurnalis diberbagai media nasional sama seperti Mas Yon Bayu.
Dua pemateri ini mengulik dengan lengkap apa yang ditulis Mas Yon Batu dalam dua Novelnya, Kelir dan Prasa. Sebenarnya agak jarang ada penulis meluncurkan dua novel atau dua buku dalam satu waktu. Mungkin ada pertimbangan lain, Mas Yon Bayu menggeber peluncuran dalam satu waktu.
Acara peluncuran sendiri dihadiri lebih dari 70 orang, selain Kompasianer, ada juga dari komunitas sastra, budayawan, dan tentu penerbit Teras budaya selaku penerbit dua novel Mas Yon Bayu. Saya sendiri yang sudah lama sekali tidak pernah ke TIM jadi rada norak melihat perubahan yang luar biasa. Beruntung Mba Muthiah membantu saya untuk tidak tersesat.
Melihat TIM yang sangat modern dan lengkap, apalagi Ketika saya melihat perpustakaan yang begitu ramai pengunjung. Saya jadi terkesima dan meragukan pendapat 'literasi masyarakat Indonesia rendah'.
Pembahasan Novel yang Penuh 'Protein'
Saya akhirnya memang datang sedikit terlambat dari jadwal pembukaan launching, beruntung saya bertemu mbak Denik. Jadi saya bisa langsung menuju ruang acara. Setelah registrasi saya langsung memilih tempat duduk yang paling mudah dalam mengambil gambar.