Lihat ke Halaman Asli

Novaly Rushans

TERVERIFIKASI

Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Pilkades, Beban Politik antara Manfaat dan Kesia-siaan

Diperbarui: 17 September 2023   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pemungutan suara pilkades. (KOMPAS/Deonisia Arlinta)

Musim pemilihan kepala desa (pilkades) menjelang gelaran pemilu 2024 nampaknya tak kalah seru. Di desa saya diperbatasan Kabupaten Bogor, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Lebak, sudah ada lima calon kepala desa yang terdaftar. 

Pemilihan kepala desa akan dilaksanakan pada 13 November 2023 tapi gegap gempitanya sudah terasa sejak 2 bulan ini.

Baliho calon kepala desa berukuran besar terpasang dibanyak tempat, menyeruak tak mau kalah dengan baliho para caleg partai. Malah dari segi ukuran , baliho calon kades jauh lebih besar. Ditempatkan di setiap jalan utama, di dekat masjid, di dekat stasiun, di dekat pasar dan semua tempat yang punya potensi keramaian.

Lima calon kades seperti ingin berebut simpati masyarakat dengan memasang baliho sebanyak banyaknya. Walau akhirnya malah membuat ruang publik menjadi terganggu bahkan berpotensi mengganggu keselamatan pengendara bermotor karena ada beberapa baliho ditempatkan di jalan masuk yang menutupi sebagian badan jalan. Pengendara menjadi kesulitan mengantisipasi kendaraan dari sisi kiri ketika akan berbelok.

Pemilihan kepala desa secara langsung memang telah dilakukan jauh sebelum pemilihan presiden secara langsung yang baru dilakukan pada 2004. Ajang pemilihan kepala desa menjadi 'gengsi' tersendiri. 

Bagi keluarga besar si calon kepala desa kemenangan dalam pilkades seperti piala yang harus dimiliki. Tak peduli biaya yang harus dikeluarkan. Bahkan tak peduli bila harus menjual tanah, rumah, mobil atau perhiasan untuk membiayai seorang calon kepala desa.

Bahkan ada keluarga calon kepala desa yang rela meminjam uang dalam jumlah besar untuk biaya ikut pilkades. Semakin besar biaya yang dikeluarkan malah menjadi tolak ukur calon kades punya potensi menang.

Baliho Calon Kades | sumber: Pribadi

Jadi sepanjang saya ikuti pilkades di desa saya tak ada visi misi atau gagasan untuk membangun desa, tak ada rencana untuk menggunakan dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat untuk menyejahterakan warganya. Yang ada janji-janji untuk memberikan "uang" kepada warga.

Warga desa pun tak ada yang protes, merasa tak ada yang salah dari proses pemilihan kepala desa. Yang penting berapa uang yang akan didapat dari si calon kades. Semakin besar jumlah uangnya maka itulah calon kepala desa yang akan dipilih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline