Seperti biasa , setiap menjelang maghrib sekitar jam 6 sore saya tiba di stasiun Manggarai lalu akan berganti kereta di jalur 6 atau 7 . Saya biasanya sholat Maghrib di lantai 2 namun karena penuh luar biasa saya memilih mushola sementara (non permanen) yang berada sisi timur di gedung lama. Sejenak saya tertegun ada satu tulisan cagar budaya pada baru prasasti di dinding salah satu bangunan stasiun dan dalam keterangan diprasasti inilah ruangan persiapan perpindahan ibukota Jakarta ke Yogyakarta.
Karena hal inilah saya menulis cerita kemerdekaan pasca proklamasi 17 Agustus 1945. Kisah suasana pasca proklamasi dan perpindahan ibukota negara ke Yogyakarta yang menurut saya menarik diulik kembali.
Inilah Kisah yang coba saya tuliskan....
Berita proklamasi 17 Agustus 1945 saat itu sedang gencar diinformasikan ke seluruh nusantara dan dunia. Lewat teknologi yang ada saat itu. Menggunakan stasiun radio yang bisa direlay dibeberapa lokasi atau media lainnya walau dengan ancaman dan kekhawatiran.
Tapi semangat mengabarkan kemerdekaan sangatlah tinggi. Karena saat itu situasi yang memaksa harus berbuat seperti itu. Proklamasi Kemerdekaan dibacakan saat Jepang masih berkuasa penuh, bala tentaranya masih menguasai Indonesia. Tangsi militer Jepang masih kuat walau kalah perang dari sekutu dalam perang dunia 2. Persenjaatan Jepang masih lengkap.
Amerika berhasil menguasai beberapa pulau strategis di Jepang pasca serangan Jepang terhadap Pearl Harbor, Hawai pada 1941. Dan pukulan paling telak adalah dijatuhkannya bom atom pertama di Hiroshima pada 6 Agustus lalu dilanjutkan dengan bom atom ke 2 di Nagasaki pada 9 Agustus 1945
Bom yang membunuh dan membuat kesengsaraan ratusan ribu orang bahkan jutaan yang terdampak. Seketika Jepang seperti tersengat kaget, entah bagaimana jadinya bila Bom atom ketiga dijatuhkan di Tokyo dan berhasil membunuh kaisar Jepang ketika itu.
Kejadian bom atom ini tersiar keseluruh dunia, termasuk didengar seluruh pasukan militer Jepang yang sedang menguasai beberapa negara di Asia termasuk di Indonesia.
Setelah pernyataan menyerah kepada sekutu yang diucapkan Kaisar Hirohito pada 15 Agustus 1945 berakhirlah kekuasaan Jepang. Penarikan pasukan Jepang dari seluruh wilayah jajahannya. Polemik mulai terjadi, saat Jepang mundur Sekutu sang pemenang perang merasa bisa menggantikan peran Jepang.`
Sebelum sekutu masuk beberapa insiden terjadi, pemuda Indonesia yang mendapatkan pelatihan militer dari Jepang merasa harus mengambil alih persenjaatan dan fasilitas militer Jepang. Proses pengambil alihan ini ada yang mudah karena Jepang sengaja memberikan fasilitas militernya namun sebagian lainnya berbuah bentrokan fisik.
Pertempuran bersenjata yang memakan korban, termasuk peristiwa Lengkong di Tangerang yang membuat hampir seluruh pejuang Indonesia gugur, hanya menyisakan beberapa orang yang selamat. Peristiwa ini menunjukkan tidak mudah proses pasca kemerdekaan walau Jepang sudah menyerah kalah perang.