Faciem populi faciem dei, wajah rakyat adalah wajah Tuhan
JAKARTA - Sudah 15 bulan penduduk DKI Jakarta tak memiliki wakil gubernur dan semua perdebatan kritis tentang kedudukan wakil gubernur DKI Jakarta seperti menghilang dari diskusi publik. Pentingnya wakil gubernur di Jakarta terlupakan oleh perhatian publik, bahkan terkesan dibiarkan oleh masyarakat. Penyebabnya adalah semua pembicaraan, diskusi dan perdebatan publik masih terfokus pada hasil pertarungan Pilpres 2019, rekonsiliasi Jokowi Prabowo, nama-nama menteri kabinet Indonesia maju, para staf ahli presiden dan wakil presiden, kasus-kasus penangkapan para pendemo, rencana reuni alumni 212 nanti di Monas.
Ibukota negara sudah lama kehilangan wakil gubernur, sedangkan Anies sebagai Gubernur menanggapi secara datar tentang kebutuhan wakil gubernur yang begitu penting untuk membantunya menjalankan birokrasi pemerintahan DKI Jakarta. Dalam berbagai kesempatan Anies menyatakan fungsi wakil gubernur masih bisa dijalankan oleh Deputi Gubernur sesuai Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2008 yang mengamanatkan adanya empat deputi Gubernur, yakni deputi bidang industri, perdagangan dan transportasi, deputi bidang pariwisata dan kebudayaan, deputi bidang pengendalian kependudukan dan pemukiman, dan deputi bidang tata ruang dan lngkungan hidup. Selain deputi gubernur, Anies juga masih dibantu oleh sekretaris daerah yang bertanggungjawab secara organisatoris roda birokrasi di pemerintahan daerah. Namun apakah jabatan dan kewenangan Sekretaris Daerah (sekda) dan 4 (empat) deputi gubernur dapat menggantikan tugas dan kewenangan Wakil Gubernur?
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas dan kewenangan Wakil Gubernur tak bisa digantikan oleh Sekda dan para deputi gubernur. Dalam pasal 66 UU 23 tahun 2014, Wakil Gubernur memiliki tugas untuk memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan, kemudian wakil gubernur wajib memberi saran dan pertimbangan kepada Gubernur tentang pelaksanaan pemerintahan daerah. Selain itu, Wakil Gubernur memimpin bidang-bidang yang khusus yakni tim anti narkoba dan menindaklanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan. Maka jelas tugas yang diberikan undang-undang tak bisa diambil alih oleh sekretaris daerah dan para deputinya. Jakarta adalah ibukota negara dan Gubernur Jakarta sangat memerlukan wakil untuk membantu dia menyelesaikan semua program yang dikampanyekan dan mengunjungi masyarakat secara langsung agar kondisi dan masalah yang dihadapi warganya, dapat dia jadikan rujukan kebijakan gubernur secara aktif dan responsif.
Dalam karir politik semua politisi mencari Wakil Gubernur tentu mudah, karena banyak politisi berambisi untuk merebutnya. Tak heran sampai saat ini Gerindra dan PKS sebagai partai pengusung masih kesulitan untuk mencari sosok ideal wakil gubernur pengganti Sandi yang bisa memenuhi harapan semua orang. Dalam polemik nama Wakil Gubernur, PKS mengklaim jabatan bergengsi itu adalah jatah PKS sehingga sejak awal PKS berkeras untuk terus menawarkan nama-nama cawagubnya ke Gerindra, mulai dari Mardhani Ali Sera, Nurmansyah Lubis, Agung Yulianto dan Ahmad Syaiku. Sementara Gerindra punya pendirian yang sama bahwa jatah wakil gubernur masih menjadi milik Gerindra. Gerindrapun menyodorkan empat nama calon yang merepresentasikan 3 unsur, yakni politisi Gerindra, Birokrat dan profesional yang sudah beredar saat ini. 2 kader Gerindra tersebut adalah Ferry Juliantoro dan Riza Patria, Sekretaris Pemda DKI Jakarta saat ini Saefullah dan Arnes Lukman seorang profesional.
Penduduk Jakarta dan birokrasi pemerintahan tentu punya kriteria yang berbeda dengan apa yang diinginkan oleh partai politik pengusungnya. Karena wakil gubernur Jakarta punya tugas yang sangat berat, salah satunya adalah menyelesaikan konflik politik ditengah masyarakat yang masih terus bertikai sejak Pilkada Jakarta dan Pilpres 2019. Situasi ini cukup resisten karena Gerindra dan PKS sedang mempertaruhkan citra politiknya di pentas nasional.
Apakah mereka akan terus mempertahankan sikap ego politiknya atau akan bersepakat untuk memberikan wakil gubernur terbaik untuk penduduk Jakarta? Apakah Wakil Gubernur itu hanya untuk membagi-bagi kekuasaan bagi Gerindra dan PKS? Atau jabatan itu untuk membantu birokrasi pemerintahan dalam melayani masyarakat? Keputusan kedua partai ini punya resiko berdampak elektoral dalam pilkada serentak di seluruh Indonesia pada tahun 2020.
Penduduk Jakarta adalah masyarakat terdidik, berpendidikan, kritis, objektif dan sangat cepat menerima semua informasi sosial politik. Mayoritas penduduknya pengguna media sosial, pengakses berita melalui internet, aktif dan selalu cepat mengkonfirmasi semua berita yang beredar. Hal ini harus menjadi pertimbangan utama Gerindra dan PKS untuk menyepakati wakil gubernur, karena setiap nama wakil gubernur akan sangat cepat ditelusuri rekam jejaknya di semua media sosial dan internet. Begitu juga dengan semua pernyataan dan citra pribadi calon wakil gubernur, apakah sosok itu banyak membuat pernyataan bermasalah, terlibat masalah hukum, punya konflik politik, rentan terhadap isu-isu sensitif di masyarakat atau tidak?
Jangan sampai wakil gubernur tersebut akan membuat Gerindra dan PKS kehilangan simpati akibat orang yang dipilih adalah orang yang bermasalah dan pernyataan-pernyataannya banyak kontroversial. Dalam tulisan saya sebelumnya stigma Anies yang menang karena isue identitas agama sangat penting untuk dijadikan bahan pertimbangan utama, karena wakil gubernur tersebut harus mampu hadir dan masuk ditengah-tengah kelompok masyarakat yang terus menolak Anies. PKS sebagai partai islam memegang peranan penting untuk menetralisir stigma politik identitas yang ditempelkan pada pribadi Anies, karena PKS adalah kunci dalam mengurai problematika persoalan ini.
Gerindra juga harus mempertimbangkan apakah dengan mengusulkan nama calon wakil gubernur dengan latar belakang pengurus partai Gerindra mampu menuai simpati atau justru akan menuai kritikan keras dari masyarakat karena memaksakan kadernya dan terkesan arogan serta ambisius. Apakah penduduk Jakarta saat ini butuh wakil gubernur dari unsur pengurus atau politisi Gerindra? Ataukah butuh seorang birokrat Pemda yang bisa menetralisir polemik ini? Atau butuh seorang sosok profesional yang akan menjawab kebutuhan penduduk Jakarta dan membantu tugas-tugas Gubernur?
Gerindra dan PKS harus menjawab kebutuhan politik dan tantangan jabatan itu. Memberikan wakil gubernur dari politisi cukup beresiko karena semua pernyataan, diskusi atau foto-foto para calon itu di masa lalu mudah di ungkap dan disebarkan di semua media sosial. Prilaku, ucapan dan sikap para politisi tersebut dapat memancing perdebatan terbuka dan tajam di publik.