Lihat ke Halaman Asli

Menemukan Tradisi, Menjadi Kader Ummat

Diperbarui: 9 Maret 2022   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Di Dompu, Di Rumah Proses kita.

15 Tahun sudah hingga hari ini, terasa seperti 15 jam yang lalu. Waktu berputar sangat cepat, hari berlalu ternyata mengantarkan saya pada momentum yang mengharuskan untuk mengingat kembali awal jumpa dan perkenalan itu. Perkenalan yang sungguh melibatkan rasa dan proses belajar yang luar biasa yang mempengaruhi sebagian dari hidup saya. 

Perkenalan yang memberikan ruang yang bebas untuk mengeksplore potensi diri. Dan hampir semua orang yang pernah kenal dan belajar dirumah ini bercerita tentang kesan yang sama. 

Rumah yang pernah membersamai proses menjadi besar banyak tokoh dinegara ini. Rumah yang menjadi pemersatu banyak warna manusia. Dialah Pelajar Islam Indonesia (PII), rumah yang dilahirkan untuk kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan ummat manusia.

15 tahun lalu saya sesungguhnya "tersesat" masuk kerumah ini. Saya hanya anak polos dan lugu yang gemar dengan kegiatan keagamaan, lalu tiba-tiba berada diantara peserta Basic Training (Batra) PII. Tepat tahun 2001 di Man 2 Bima, saya bersama pelajar yang lain mengikuti kegiatan yang digelar seminggu itu. 

Disana kita diajak diskusi tentang motivasi, tujuan, harapan, dan hal-hal yang dilakukan untuk meraih tujuan kami. Kami juga diajak berdiskusi tentang banyak hal; dari materi dasar ke-Islaman, ke-organisasian, hingga persoalan keummatan. 

Dan satu hal yang hingga kini semua kader PII dimanapun tidak bisa lepas darinya adalah perasaan memiliki atas PII dan perjuangannya, Mars dan Hymne selalu menjadi pengingat perjuangan bahwa titik awal perjuangan kami dari sana sebelum kami menjadi kader ummat dimanapun.

Setelah proses seminggu, sungguh mengubah hidup saya. Saya yang manja dan anak rumahan seketika sangat jarang ada dirumah, waktu-waktu, saya habiskan di sekolah dan di sekretariat PII. Hampir setiap pekan saya dan teman-teman lain mengurus undangan taklim dan menyebarnya ke semua sekolah di Kab.Dompu. 

Rumah hanya jadi tempat singgah menyalin baju dan mencium tangan orang tua. Hampir juga tidak ada waktu untuk bercerita tentang aktivitas baru saya kepada mereka.

 Hari-hari di masa sekolah SMA adalah pergulatan menemukan diri yang luar biasa. Inilah gelombang baru dan pertama dalam hidup saya, saya belajar menjadi pemimpin untuk diri saya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline