Surat Hamba
Ini sebuah surat kecil dariku hamba-Mu yang taat, duhai Tuhan Yang Maha Mulia.
Hamba akan sedikit menceritakan kepada-Mu sesosok pertapa muda.
Tidak! Dia tidak membawa wajah yang menakutkan sebab bersetubuh dengan alam.
Juga dia tidak membawa aura menusuk khas pemilik ajian pancasona, yang masyhur di empat penjuru mata angin.
Pertapa ini, hanya sesosok makhluk malang yang ditinggalkan.
Pita suara miliknya tidak akui dia tuannya; Bisu, tanpa suara.
Kaki? Bahkan dia hanya memiliki pangkal paha setelah pinggul kakinya.
Lalu, bagaimana dengan tangan?
Engkau yang berhenti mencintainya, terlupa berikan sepasang telapak tangan kepadanya.
Dan kini, tangan hangat yang biasa menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
Menggendongnya untuk beranjak.
Dan menceritakan banyak hal agar pertapa ringkih itu dapat tersenyum.
Telah mati kau bunuh Tuhan!
Oh, Tuhan Yang Maha Adil.
Sudahkah Engkau merasa puas dengan semua permainan yang menyenangkan?
Ah, indah sekali menikmati panorama seorang pertapa, yang terkurung seorang diri di dalam bilik yang gulita.
Tetapi, kalau dipikir lucu juga.
Ada manusia yang menggeliat seperti ulat.
Cacat fisik juga mental.
Engkau sungguh jenius!
Tetapi Tuhan Yang Terhormat.
Tidakkah kau ingin berikan sedikit saja kebahagiaan kepadanya?
Ya, jangan terlalu banyak.
Nanti memandangi pertapa cacat tidak lagi menyenangkan.
Ayolah, berikan dia sedikit kebahagiaan.
Jadikan dia pertapa sungguhan.
Berikan dia kekosongan layaknya pertapa sakti berilmu tinggi.
Itu tidak akan sulit untukmu Tuhan.
Lalu, hilangkan keberadaan dia di dalam kepala orang-orang di sekitarnya.
Maka, penderitaannya akan penuh.
Dan Engkau Tuhan, akan kembali tertawa terbahak-bahak.
Sembari menikmati anggur merah kesayangan-Mu.
Sekian surat dariku hamba-Mu yang taat. Untuk-Mu, Tuhan Yang Terhormat.
-