Lihat ke Halaman Asli

"Statusisasi" ala Vicky

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dunia hiburan tanah air sedang "ngakak" dengan berita yang sungguh sensasional, seputar seorang pria yang mendadak artis. Sebenarnya siapa sih? apa sih yang menjadi berita?

begini lho..saya ceritakan kronologi kasarnya dulu. Beberapa waktu lalu si pedangdut yang melejit lewat goyang itik, ZG bertunangan dengan seorang yang berpenampakan layaknya "esmud". kenapa saya bilang "layaknya" karena belakangan diketahui bahwa si tunangan ini yang dikenal dengan nama Vicky Prasetyo alias Hendriyanto adalah seorang buron atau DPO Kejaksaan Negeri Cikarang yang dicari gara-gara kasus penipuan pemalsuan surat tanah. Bahkan sejak lama si esmud yang mengaku seorang pengusaha yang bergelar S3 dari negeri Paman Sam ini, sudah menjadi DPO sejak 13 Januari 2013. Sungguh aneh ya, seorang buronan malah berpacaran dengan public figure... Si ZG juga menjadi korban penipuan dari si esmud ini. Karena, belakangan diketahui mantan kandidat lurah Karang Asih, Cikarang yang kalah ini telah beristri dan memilki seorang anak. Bahkan Vicky dan istrinya belum resmi berpisah. Nah, selain kasus yang membelit VP, beredar pula di seantero media yang ada di negeri ini mengenai tutur bahasa yang diucapkan VP, ketika menggelar press conference setelah acara pertunangan megah tersebut. VP dan ZG duduk bersama dalam press conference yang pada waktu itu diliput oleh banyak media. Tidak hanya video pertunangan tetapi video ketika VP berkampanye dalam pemilihan Lurah Karang Asih. Nah, disini yang menjadi point saya bukan soal kehebohan perkara pidananya tetapi tata bahasa yang digunakan oleh si VP yang kerap ia gunakan dalam beragam kesempatan. Supaya virus "ngawurisasi"nya tidak semakin menyesatkan masyarakat. Baca cuplikan berikut ini ya..

"Di usiaku ini, twenty nine my age, aku masih merindukan apresiasi, karena basically, aku senang musik, walaupun kontroversi hati aku lebih menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih ya... Kita belajar, apa ya, harmonisisasi dari hal terkecil sampai terbesar. Aku pikir kita enggak boleh ego terhadap satu kepentingan dan kudeta apa yang kita menjadi keinginan. Dengan adanya hubungan ini, bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga dia, tapi menjadi confident Tapi kita harus bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik dan aku sangat bangga..."


Tuh.., tertawa kan?! ya begitulah... dan sepertinya, si "Princess sesuatu" Syahrini agaknya sedang tergeser posisinya sebagai pembuat jargon sensasional oleh si "statusisasi" ini. Karena jelas vp saat ini sedang menjadi bulan-bulanan masyarakat di berbagai media di tanah air dengan hampir semua kata-kata super fantastis yang langsung menjadi fenomena yang mengalahkan "jambul khatulistiwa, bulu mata anti badai, dkk.."

oke begini ya, pada dasarnya apa yang diucapkan oleh si intelektual ini menurut saya tidak intelek sama sekali. Dalam bahasa Indonesia yang kita pelajari pada waktu kita sekolah dahulu bahwa, penggunaan Bahasa Indonesia haruslah dengan baik dan benar. Yah, memang, setiap orang berhak untuk berbicara dengan gaya berbahasa bebas, tidak melulu mengikuti Bahasa Indonesia yang mana penggunaannya lebih kepada situasi yang bersifat resmi atau formal atau bahkan terkesan kaku. Dalam pergaulan sehari-hari dapat digunakan bahasa daerah atau bahasa lokal. Akan tetapi kita harus kembali lagi ke fungsi suatu bahasa yaitu sebagai alat komunikasi antar umat yang mana harus menjembatani ide-ide dari satu pihak ke pihak lainnya. lha ini...

Dalam buku "KOMPAS BAHASA INDONESIA", Abdul Gaffar Ruskhan (2007), menyampaikan hal yang menarik dalam hal berbahasa yaitu mengenai disiplin berbahasa. Disiplin berbahasa adalah suatu sikap dalam berbahasa, dapat positif atau negatif. Positif dalam berbahasa adalah bertutur bahasa dengan kesadaran bahasa yang tinggi. Contohnya adalah, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, santun, teratur, dan tertib. Sedangkan negatif dalam berbahasa sudah tentu adalah lawan dari positif. Seperti kurangnya kesadaran dalam berbahasa yang baik dan benar. Bahkan, menggabungkan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing atau campur-campur, dinilai tidaklah tepat. Mencampurkan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing sering digunakan orang agar terkesan bergengsi dan intelek, tetapi hal tersebut juga dipandang sebagai hal yang negatif dalam konteks berbahasa Indonesia. Dalam hal ini VP menambahkan kalimat " ... twenty nine my age...". Mungkin tujuannya supaya orang mengetahui bahwa dirinya memang mahir berbahasa Inggris karena pernah tinggal dan kuliah di Amerika. Dan sekarang " ..twenty nine my age.. " menjadi jargon yang sering diparodikan di media. Dalam pengguanaan bahasa Inggris, apabila seseorang ingin menyatakan dirinya sedang berusia 29 tahun, lazimnya akan mengucapkan " I'm twenty nine years old (this year/now)" .

Anggun C.Sasmi seniman berdarah Indonesia yang lama tinggal di Perancis, terkesan jarang mencampurkan bahasa inggris atau bahasa Perancis yang ia kuasai dengan Bahasa Indonesia pada penampilannya di layar tv dalam negeri. Dalam setiap penampilannya, ia seperlunya saja menggunakan bahasa asing dan itu pun bahasa Inggris. Aksen Bahasa Indonesianya pun, tidak berubah, lho... Tidak sengau aksen perancis "ng..ng..ng" atau aksen inggris yang "en..jebrew...en jebraw..". Sekali waktu saya pernah melihat acara pencarian bakat di tv. Kala itu Anggun memberikan pidato singkat dengan menggunakan bahasa perancis yang lancar karena ia memang sedang menerima penghargaan yang diserahkan oleh Duta Besar Perancis atas prestasinya dan bagi saya, itu kali pertama saya melihat Anggun menggunakan bahasa Perancis. Bagaimana dengan selebriti Indonesia lainnya seperti "si columbia University"? Mungkin karena dari kecil hidupnya harus berpindah-pindah dari suatu negara ke negara lain membuatnya susah berbicara Bahasa Indonesia tanpa tidak menggunakan selingan bahasa Inggris dan " mahna ujyan, bechek, ghak adha ohjyek...", sukses menjadi remix yang hingga kini melekat padanya... Atau Agnes Monica dengan jargon yang ia pernah ia kemukakan beberapa tahun silam perihal karirnya yang "go internasional" dan sedikit banyak selalu menyelingi bahasa asing dengan bahasa Indonesia dalam bertutur kata. Yah, saya sih tidak mempermasalahkan hal-hal tersebut, selama tidak adanya si "statusisasi".

Mengapa statusisasi dianggap "salah besar"?

salah nggak ya? :D mari baca ini dulu:

kita sering menjumpai akhiran -isasi pada kata bentukan liberalisasi, modernisasi, spesialisasi, dan sebagainya. kata-kata tersebut tidak dibentuk dari liberal + isasi; modern + isasi; spesial+ isasi. Tidak sekedar demikian. Melainkan kata-kata tersebut dibentuk dari bahasa asing, specialization, modernization, liberalization. Kata -isasi sendiri diambil dari bahasa Belanda "izatie" dan bahasa Inggris "ization". Dalam konteks kedua bahasa tersebut, Bahasa Indonesia menyerapnya secara utuh, dengan penyesuaian huruf dan lafal ketiga contoh kalimat  dibawah ini.

modernisatie(B), modernization(I), menjadi modernsasi

nasionalisatie(B), nasionalization(I), menjadi nasionalisasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline