Lihat ke Halaman Asli

Presiden Calon Perseorangan, Negara Menjadi Lebih Baik ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Calon presiden dan calon wakil presiden dari independent kembali hangat dibahas oleh beberapa pihak. Ketika itu pada tahun 2009, Fadjroel Rahman, Mariana Amiruddin dan, Bob Febrian melakukan uji materi no 42/2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden dimana dimana mereka menilai pasal 1 ayat 4, pasal 8, pasal 9, dan pasal 13 ayat 1 dalam UU Pilpres bertentangan dengan pasal 27 ayat (1), pasal 28 D ayat (1) dan ayat (3), dan pasal 28 I ayat (2) jo pasal 1 ayat (2) UU 1945. Namun dalam sidang yang dipimpin oleh Mahfud MD itu akhirnya ditolak.

Beberapa belakangan ini muncul lagi pembahasan dari para ahli mengenai capres independen namun sedikit di ubah penyebutannya menjadi calon perseorangan. Salah satu nya DPD yang ingin mengamandemen UUD Pasal 6A, menjadi “pasangan calon presiden dan wakil presiden berasal dari usul partai peserta pemilihan umum atau perseorangan”

Dari penambahan kata “atau perseorangan” tersebut maka masyarakat umum bisa mencalonkan diri menjadi presiden ataupun wakil presiden di negeri ini.

Idenya menurut Prof saldi isra, bahwa setiap orang bisa maju menjadi calon dengan syarat tertentu. Sehingga bila nanti ada calon maka tidak asal-asalan, atau yang tidak di akomidir oleh partai, maka ia bisa masuk menjadi calon perseorangan. Sehingga bisa menjadi sparing partner untuk parpol bila sekarang masih saja parpol bersifat tertutup.

Walaupun begitu setiap orang tidak akan mudah begitu saja mencalonkan diri. Karena akan memikirkan cara-caranya, seperti manajemennya, tim nya untuk mencari suara di 30 provinsi. Seperti di Korea yang harus mengumpulkan dukungan 2500 suara, lalu di Perancis membutuhkan 5000 suara dukungan.

Walaupun begitu beberapa ahli tidak setuju mengenai hal ini, seperti Prof Gayus Lumbuun, Mahfud MD, Dr. Priyo Budi santoso, dan Megawati soekarnoputri

Mereka pada intinya mengatakan, bahwa negara ini dalam memilih presiden tidak begitu saja, tidak seperti memilih manager. Namun ada visi dan misi yang dibawa dan itu sudah dibawa oleh partai. Lalu bagaimana mengorganisir masyarakat untuk mendukungnya, apalagi Indonesia bukan negara kecil. Sehingga dibutuhkan tim yang kuat karena sulit sekali bila tokoh yang benar-benar dianggap dapat mempengaruhi public akan berhasil tanpa adanya pengorganisasian.

Belum lagi ketika harus bertanding di parlemen, walaupun negara kita itu katanya bersistem presidensil namun suara parlemen masih bisa menggoyang pemerintahan. misal Prof. Lumbuun mengatakan bagaimana bisa nanti seorang capres perseorangan berkompromi dengan parlemen bila dia tidak didukung oleh partai yang berkuasa.

Sekarang saja presiden yang didukung oleh partai berkuasa di goyang kanan kiri oleh parlemen, sehingga bisa dibayangkan bagaimana nanti calon perseorangan harus melobi partai-partai yang berkuasa.

Mahfud MD mengungkapkan bahwa kenapa ia tidak setuju karena pengajuan lewat parpol sudah baik dan proporsional. Beliau mengatakan ini terjadi karena kekecewaan publik terhadap parpol. Sehingga hanya diperlukan kesadaran partai untuk memperbaiki kader-kadernya.

sedangkan bagi saya sebagai masyarakat biasa, hal ini akan memeriahkan pesta demokrasi negara kita. Selain orang-orang yang tidak bisa bersaing di partai bisa memiliki jalur alternatif menjadi presiden dengan syarat tertentu yang sudah disetujui semua pihak. Pemilih juga akan lebih banyak mempunyai alternative pilihan dibanding harus memilih dari partai itu lagi itu lagi.  kasih peluang berkompetisi lalu biarlah hukum alam demokrasi yang menentukan.

walaupun begitu mungkinkah negara kita akan menjadi lebih baik dengan adanya presiden dari calon perseorangan ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline