Walau perjalanan kali ini dihitung dalam perjalanan kantor, disela perjalanan, tak lupa saya merekam beberapa informasi yang mungkin berguna bagi pembaca yang budiman. Kebetulan, Agustus 2017 merupakan musim panas, yang panasnya benar-benar panas, melebihi panas Jakarta bahkan panas Katulistiwa di kampungku di Tarakan Kalimantan Utara sana. Namun jangan kuatir, sering kali derita panas ini sekejap berubah karena tiba-tiba hujan!. Wanita Korea cantik-cantik, kayak di Bandung gitu, prosentasinya, 80% cantik, 20 % level bidadari, lebay? Nga, ini fakta. Saya menginap dihotel sekitar Hongik University, termasuk wilayah yang ramai tempat hang out anak muda Seoul, kuliner, belanja belanji, dan tentu saja kuliner khas Korea.
Transportasi publik Seoul tergolong komplit dan relatif mudah diakses karena terintegrasi, asal kita memiki kartu sakti sejenis e-money, yang bisa digunakan dimanapun, kereta, bus, mini market, gerai kopi dan lain-lain. Tak seperti Singapura atau Bangkok, stasiun MRT di Seoul lebih banyak menggunakan tangga, jarang sekali ada ekskalator, jadi bijaknya membawa barang belanjaan.
Budaya Pop Korea, apa sih?
Saya juga tidak terlalu paham budaya pop Korea seperti apa, Di Indonesia, umumnya mengasosiasikan budaya pop Korea dengan banyaknya kehadiran produk drama korea, artis boy dan girl band, kuliner, ngopi, kosmetik, dan teknologi. Kehadiran teknologi dalam kehidupan warga Korea termasuk dalam pertoiletan, dihotel saya menginap. Bayangkan, digitalisasi toilet membuat saya sendiri gagap teknologi, karena ada tombol siram, cebok, mengeringkan!.
Yang saya amati, orang Korea, baik laki maupun perempuan, cukup terobsesi dengan penampilan diri, mungkin itulah mengapa industri kosmetik mereka sangat booming dan termasuk saya, juga tergoda membeli produk kosmetik mereka yang memang sangat murah bila dibanding di Indonesia. Hangik University ini, ada banyak semacam pertunjukan boyband jalanan yang dipenuhi penonton terutama gadis remaja dan ramenya tak tanggung-tanggung, sekelas pertunjukan Agnez Mo di Jakarta.
Budaya ngopi pun sepertinya sudah menjadi gaya hidup, bahkan mereka lebih pop, karena sangat efisien dalam tempat yang minimalis dan pemesanan yang digital. Harga segelas kopi Americano atau Cappucino, berkisar antara 2000 WON hingga 3500 WON. Dan harus diakui, kopi mereka seenak yang sering saya beli digerai kopi dekat rumah saya di pasar Moderen BSD Tangsel. Gerai kopi yang sering terkenal di Seoul, selain Starbucks tentu saja, diantaranya Ediya, Tous Les Jours, Paris Baguette. Yang terakhir, sangat saya rekomendasikan karena, kue pastry dan kopinya enak!. Harganya juga cukup masuk akal dan ssst, mereka ada wifi gratis!.
Kuliner ala Korea
Bagian ini yang tidak mungkin saya lewatkan, kuliner Korea, hampir semuanya enak untuk dua hari pertama, setelah hari ketiga, kangen nasi padang melanda!. Harus diakui, sajian kuliner Korea ini, sangat autentik dengan bahan-bahan yang sehat, misalnya minyak wijen, bawang putih, bombay, sayur mentah, ginseng, kacang-kacangan dll. Bahan utama yang tak pernah ketinggalan dalam bumbu masakan Korea adalah Gochujang, yang terbuat dari fermentasi kedelai dan cabai serta Kimchi. Yang juga wajib dicoba adalah sup ayam ginseng, Samgyetang.
.
Yang mesti dikunjungi di Seoul dalam 2 hari?
Ada banyak tempat menarik di Seoul yang bisa dikunjungi dan tergantung minat. Karena saya suka wisata pasar yang bernuansa rakyat, saya mengunjungi salah satu pasar ikan terbesar didunia, Noryangjin Fish Market, yang menjual ikan-ikan yang saya tak pernah liat dikampung ku, kepiting Alaska, spider crab alaska, ikan sebelah atau Turbot jumbo, ikan perairan dingin, intinya. Dan untuk saya cukup dilihat karena harganya alamak, tapi tentu lebih murah dibanding di Bandar Jakarta. Seekor kepiting Alaska jumbo, harganya 700 ribu.