Lihat ke Halaman Asli

Ela Nurlaela

Penyuluh Agama Islam Fungsional

Seni Berkendara

Diperbarui: 12 Desember 2023   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, takwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini."

Dulu tak pernah  terbayangkan, bahkan tak punya keinginan sedikitpun untuk bisa mengendarai kendaraan. Setelah bekerja sebagai pekerja lapangan,  terkadang harus berjalan jauh melewati jalan yang terjal, rusak, sepi dan hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua, disertai dengan   hanya ditemani oleh kaum pria. Menumbuhkan tekad untuk belajar mengendarai berawal dari roda dua, sehingga bisa pergi hilir mudik kesana kemari tanpa harus dibonceng laki-laki non muhrim. 

            Berkendara motor mulai dari tahun 2010 sampai dengan sekarang, mengajarkan banyak hal tentang jalan raya. Kehidupan dijalan raya yang mempergunakan komunikasi  non-verbal dengan pengguna jalan, baik sesama pengguna kendaraan roda dua, roda empat maupun dengan pejalan kaki atau penjual asongan serta penjaja jasa hiburan seperti badut dan lainnya, bahkan dengan kaum marjinal seperti pengemis, mengajarkan banyak hal, bahwa ada etika tak tertulis yang ditaati bersama. Etika itu merupakan kesepakatan bersama yang diobrolkan bukan dengan bahasa verbal, tetapi cukup dengan anggukan kepala, klakson dan sebagainya. Etika yang merupakan hasil dari budaya, cukup terfahamkan karena seringnya melaju sebagai pengguna jalan raya.

            Konsekwensi dari pengguna jalan raya juga lumayan banyak, bisa berakibat ringan, sedang maupun berat. Bisa ditabrak dari belakang oleh pengguna lainnya, bisa saling menabrak, atau  menabrak yang lain, bisa jatuh sendiri (kecelakaan tunggal) atau bahkan bisa berhenti tiba-tiba di tengah keramaian jalan raya, saat kondisi kendaraan tiba-tiba mogok. Belum lagi kekesalan yang banyak timbul, terkadang hiruk pikuk di jalan raya membuat hati panas, ini terjadi saat ada pengguna lain main kebut-kebutan, memakai klakson yang ramai dengan suara tinggi, lupa untuk mematikan lampu sein, menyala terus, membuat orang dibelakangnya bingung. Bahkan ada yang lampu sein menyala kekiri, dia malah belok ke kanan. Ada yang menyalip dari kiri, menyalip dari kanan tapi langsung belok kiri. Ada yang menyeberang tiba-tiba, atau ragu-ragu, maju mundur cantik saat mau menyeberang. Hal seperti itu cukup membuat hati panas serta "ngegas".

Saat berkendara sendiri, ada kenikmatan yang teras, berawal dengan perasaan menikmati kebebasan, merasa mandiri melaju di atas kendaraan, terkadang melawan arus angin, kemudian kecepatan sedikit tinggi, melaju, dan menyalip kendaraan lain yang sama-sama melaju tinggi, terasa adrenalin meningkat, serta menimbulkan kepuasan tersendiri, luar biasa, itu yang dirasakan. Serasa ingin terus berjalan jauh, menelusuri jalan raya, dengan segala pernak-perniknya. Bahkan kemacetan pun menimbulkan keindahan tersendiri, fikiran terus focus berupaya keluar dari kemacetan itu, dan saat bisa keluar terasa sangat indah.

Berkendara di jalan raya, sungguh terasa bagaikan sebuah seni. Didalamnya muncul seni beretika, seni mengelola konflik, seni mengelola emosi dan rasa, seni berlomba, dan seni berkomunikasi dengan bahasa non-verbal, lebih jauhnya lagi seni spiritual yakni menggantungkan harapan hanya pada Sang Khalik, karena hanya Dia yang bisa menyelamatkan dan menghantarkan tiba sampai tujuan. Kepasrahan yang indah, mengalir mengikuti perjalanan, sampai akhirnya tiba di tujuan. Dari semua seni itu, pada akhirnya yang paling dibutuhkan nampak adalah etika serta spiritual yang tinggi untuk  berjalan dengan selamat tidak saling mencelakakan. Sejatinya setiap  pengguna jalan raya memiliki hak yang harus diberikan disertai dengan kewajiban yang harus ditunaikan.

"Dan janganlah kamu berjalan di muka Bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung." (Al-Isra': 37)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline