Permasalahan yang ada di tingkat SMA di Palopo dari beberapa guru, staf dan peserta didik masih tidak terjalin toleransi dan kerja sama yang baik, seperti dalam diskusi untuk menyelesaikan satu pokok permasalahan peserta didik masih belum bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik pada peserta didik yang berbeda agamanya begitupun guru dan staf masih kurang percaya pada agama yang berbeda. Hal ini harus dipertajam dan dikaji pada kepala sekolah yang harus membentuk kegiatan yang bertujuan dapat memperkuat kerukunan antarumat beragama.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah memperkenalkan Kurikulum Merdeka sebagai bagian dari inisiatif Merdeka Belajar di Indonesia. Kurikulum Merdeka adalah pendekatan baru dalam proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengembangkan soft skill dan karakter sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila mencakup serangkaian karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk dimiliki oleh peserta didik, yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila, sehingga Pengelolaan kerukunan antar umat beragama di tingkat SMA di Palopo berbasis pada manajemen terstruktur yang mengintegrasikan tujuan pembelajaran dengan kurikulum merdeka dan nilai-nilai Pancasila yang melibatkan guru dan staf untuk memperkuat kerukunan beragama dan menciptakan atmosfer inklusif. Guru dan staf melibatkan diri dalam berbagai aktivitas, termasuk apel pagi, literasi kitab suci, salat harian, acara keagamaan, serta kerjasama antar guru muslim dan nonmuslim.
Penerapan Kurikulum Merdeka mengutamakan pembelajaran berbasis proyek, di mana peserta didik terlibat aktif dalam proyek-proyek pembelajaran yang memungkinkan mereka mengembangkan keterampilan lunak dan kepribadian. Pembelajaran ini tidak hanya mengedepankan aspek pengetahuan, tetapi juga fokus pada pengembangan karakter dan sikap positif.
Penciptaan iklim yang kondusif di lingkungan sekolah juga menjadi aspek penting dalam mendukung efektivitas Kurikulum Merdeka. Iklim sekolah yang aman, tertib, dan nyaman menciptakan suasana belajar yang optimal. Meskipun iklim tidak dapat dilihat atau disentuh, namun ia hadir dan memengaruhi dinamika organisasi. Sebagaimana udara dalam ruangan, iklim ini mengelilingi dan mempengaruhi segala hal yang terjadi di dalam suatu organisasi pendidikan. Sebuah iklim yang baik dapat meningkatkan motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja, menciptakan lingkungan di mana pendidikan yang bermutu dan pembelajaran yang efektif dapat terwujud. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, iklim yang kondusif menjadi landasan untuk memastikan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis proyek dapat berhasil dan memberikan dampak positif pada perkembangan peserta didik.
Berprofil Pancasila ini berfokus pada aksi nyata, ditingkat SMA di Palopo yang dilakukan kepala sekolah, guru dan staf adalah mengadakan pelatihan-pelatihan keagamaan dan aktivitas-aktivitas keagamaan. untuk mewujudkan dan menumbuhkan kerukunan antarumat beragama. kepala sekolah, staf dan guru memperlihatkan setiap hari dimulai dari memperlihatkan kepada peserta didik kebiasaan yang dilakukan yang bernilai sikap rukun walaupun berbeda agama contohnya setiap pagi kepala sekolah, staf, dan guru, saling salam- salaman, saling menyapa, saat salat dhuhur guru staf yang beragama islam ke Musholla untuk shalat tanpa ejekan dari guru yang beragama lain, dan memperlihatkan sikap saling tolong-menolong, kerja sama, saling menyayangi dan menghormati.
Dalam pembelajaran juga memanfaatkan literasi agama, membaca Al-Qur'an, dan doa sebagai bagian dari strategi untuk menumbuhkan kerukunan antarumat beragama. Sumber belajar yang digunakan melibatkan buku cetak, modul ajar, dan media pembelajaran berbantuan teknologi seperti YouTube dan Canva. Selain guru dan staf juga berperan penting dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Mereka terlibat dalam berbagai aktivitas dan pelatihan, termasuk membaca Al-Qur'an bersama, kegiatan ekstrakurikuler, dan ajakan anti-bullying. Melalui kegiatan ini, siswa diajarkan untuk saling menghormati, menghargai perbedaan, dan menjaga kerukunan. Literasi budaya, seperti praktik 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun), menjadi salah satu cara untuk membentuk karakter siswa. Guru sebagai teladan dan pembimbing memiliki peran sentral dalam membentuk karakter siswa, mengajarkan nilai-nilai toleransi, dan membimbing mereka menuju perilaku yang lebih baik.
Toleransi di kalangan peserta didik merujuk pada penerimaan, penghargaan, dan penghormatan terhadap keragaman budaya, kebiasaan, keyakinan, dan perbedaan pendapat di lingkungan sekolah. Pembentukan sikap toleransi ini terjadi melalui interaksi sosial terus-menerus antar individu di lingkungan sekitar. Menurut Rifana " Pendekatan normatif diimplementasikan agar anggota kelompok dapat menghargai pendapat sesama anggota kelompok dengan cara berbicara dengan sopan, tidak menyela, dan merespons pendapat orang lain dengan baik.
Etika komunikasi menjadi landasan penting dalam interaksi manusia. Hal ini mencakup norma, nilai, dan standar perilaku yang mengatur interaksi manusia dengan sesama. Pemahaman etika komunikasi yang baik diperlukan untuk menjaga kepentingan semua pihak dalam percakapan, menciptakan rasa nyaman, dan melindungi hak asasi manusia. Tata cara pergaulan dan norma perilaku manusia dalam masyarakat menentukan nilai moral dan etika komunikasi, memastikan bahwa interaksi berlangsung sesuai dengan norma yang berlaku dan tidak melanggar hak asasi manusia secara umum.
Pengelolaan kerukunan antarumat beragama ditingkat SMA di Palopo mengusung pendekatan manajemen yang terstruktur. Pendekatan ini telah berhasil mengintegrasikan tujuan pembelajaran dengan kurikulum merdeka dan nilai-nilai Pancasila. Perencanaan, materi, sumber belajar, strategi, dan metode pembelajaran serta evaluasi mengacu pada kurikulum merdeka dengan profil Pancasila. Hal ini menciptakan dasar yang kokoh untuk mencapai iklim kondusif di sekolah tersebut.
Kepala sekolah, guru, dan staf secara aktif berperan dalam menjaga kerukunan antarumat beragama dan menciptakan iklim kondusif. Kepala sekolah memberikan pelatihan khusus kepada guru dan staf untuk meningkatkan toleransi. Selain itu, guru dan staf melibatkan diri dalam sejumlah aktivitas rutin seperti apel pagi, literasi kitab suci, salat harian, ceramah, perayaan keagamaan, serta pengkajian materi di dalam dan di luar kelas. Komunikasi yang baik dan semangat gotong royong juga menjadi bagian integral dari upaya ini.
Peran peserta didik sangat penting dalam memelihara toleransi dan menciptakan iklim yang kondusif. Mereka menunjukkan sikap saling menghormati, menghargai, berkomunikasi dengan baik, patuh terhadap peraturan sekolah, serta saling membantu tanpa memandang perbedaan. Mereka juga berani mengemukakan pendapat tanpa takut, menunjukkan sikap rendah hati, dan mendukung musyawarah saat mengambil keputusan. Selain itu, mereka aktif dalam melerai pertengkaran antar teman tanpa memihak pada salah satu pihak.