Lihat ke Halaman Asli

Imaterialisasi Jaminan Benda dalam Bentuk Cash Collateral

Diperbarui: 19 Mei 2017   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

The construction of infrastructure projects require large expenses, the cost for the project loan is usually derived from international banks, legal issues, among others: we do not guarantee the legal system conducive to use in large financing; corporate body and banking institutions we considered to be of international standard, and our le-gal system is regarded as the country risk.

The other hand many people of Indonesia who have collateral material, usually pure gold ( precious metals ) that have been diimaterialization and included in the accounts of foreign banks, such guarantees may be used as the basis of the issuance of Bank Guarantees and through the mechanism of Society Worldwide Interbank Financial Telecommunications ( SWIFT ) can be used as loan collateral banks in Indonesia.

Pembangunan proyek-proyek infrastruktur memerlukan biaya besar, biaya untuk proyek tersebut biasanya berasal dari pinjaman bank-bank internasional, permasalahan hukumnya antara lain : sistem hukum jaminan kita tidak kondusif untuk dipakai dalam pembiayaan besar; badan hukum  dan lembaga perbankan kita dianggap tidak berstandar internasional ; dan sistem hukum kita dianggap sebagai country risk.

Pada sisi lain banyak orang Indonesia yang mempunyai jaminan benda, biasanya emas murni ( logam mulia ) yang sudah di imaterialisasi dan dimasukkan dalam rekening bank-bank asing sebagai cash collateral, jaminan tersebut dapat di jadikan dasar penerbitan bank instrument, misalnya Bank Garansi, melalui mekanisme Society Worldwide Interbank Financial Tellecomunication ( SWIFT ) cash collateral tersebut dapat dijadikan jaminan kredit nominal besar pada bank-bank di Indonesia untuk pembangunan infrastruktur.

Pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan dan bandara, membutuhkan biaya besar. sebagai contoh untuk pembangunan jalan tol yang paling pendek saja, yaitu ruas Tol Soreang Pasir Koja ( Seroja ), sepanjang 12 km yang menghubungkan pintu gerbang Tol Pasir Koja Soreang ( Ruas Tol Padalarang - Cileunyi ) dibutuhkan biaya 2 triliun rupiah dan untuk proyek ruas jalan tol yang panjang misalkan Ruas Tol Selat Sunda  sepanjang 29 KM  dibutuhkan 270 triliun rupiah.

Perusahaan yang akan mengajukan permohonan izin pengelolaan jalan tol di Kementerian Pekerjaan Umum, harus terlebih dahulu menunjukkan rekening yang membuktikan ketersediaan dana yang diperlukan untuk pembiayaan jalan tol yang dimohon izin pengelolaan nya, dana sebesar itu hanya dapat diperoleh dari bank besar secara sindikasi atau lembaga pembiayaan internasional, calon pengelola jalan tol, untuk mendapatkan persetujuan pendanaan tersebut, harus memiliki jaminan kebendaan yang nilainya lebih  besar, yaitu sebesar 120 % -140 % dari dana yang diajukan.

Dapat dipastikan bahwa perusahaan-perusahaan nasional tidak memiliki jaminan kebendaan tersebut karena jaminan yang mereka miliki berupa : kendaraan, tanah atau deposito nilai sangat kecil, sebagai  akibat hukumnya, pengelolaan jalan tol sebagian besar jatuh ke tangan perusahaan asing yang memang memiliki dana dan jaminan yang besar.

Sebagai bukti dari akibat hukum ketertinggalan hukum jaminan nasional yang masih bersandar pada sistem hukum jaminan kolonial Belanda, pada saat ini terdapat 32 izin pembangunan dan pengelolaan jalan tol di Indonesia yang sudah dimiliki oleh perusahaan-perusahaan infrastruktur nasional baik swasta maupun BUMN sejak tahun 1996 sampai sekarang macet ( terbengkalai ), karena tidak ada sumber dananya, ketiadaan sumber dana tersebut dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut tidak mempunyai jaminan yang besar untuk keperluan pembiayaan proyek yang dananya dari luar negeri.

Permasalahan ini apabila tidak segera dicarikan solusinya, maka dalam waktu dekat, keseluruhan proyek tol tersebut akan segera diambil alih oleh perusahaan asing, yang berarti perekonomian nasional kita akan dikuasai oleh pihak asing, hukum jaminan yang berlaku di Indonesia pada saat ini, yaitu UU Hak Tanggungan, UU Fidusia dan peraturan tentang gadai, hanya mengatur sebatas jaminan yang berupa tanah, rumah dan barang yang nilainya kecil, dengan demikian hukum jaminan di Indonesia harus dievaluasi, direvisi dan dikembangkan, sehingga dapat dijadikan dasar hukum untuk jaminan yang nilainya besar.

Investasi dalam rangka pembangunan infrastruktur terutama jalan tol, perlu diberi kemudahan untuk menunjang pertumbuhan investasi pada khususnya dan pertumbuhan ekonomi pada umumnya, bagi Indonesia, sebagai Negara yang sedang berkembang dan pada saat ini sedang bangkit dari krisis ekonomi, masuknya investasi terutama asing merupakan suatu keniscayaan.

  • Sejalan dengan diberlakukan UU No. 22  Tahun 1999, Pemerintah Daerah memiliki peluang yang leluasa guna memungkinkan dirumuskannya kebijakan-kebijakan yang dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi dan tuntutan perkembangan penyelenggaraan pemerintah daerah, tentu dengan memperhatikan prinsip-prinsip pemerintahan nyang baik serta peraturan perundangan-undangan yang aspiratif.
  • Berdasarkan ketentuan UU tersebut di atas pembangunan infrastruktur dapat ditingkatkan bukan hanya di tingkat pusat, melainkan di daerah-daerah, pembangunan infrastruktur, terutama jalan tol, yang mempergunakan investasi asing dapat dibenarkan, walaupun merupakan jalan terakhir,
  • Peranan jalan tol dalam peningkatan ekonomi sangat penting, karena setiap manusia mempunyai hak untuk hidup dan untuk melangsungkan kehidupannya memerlukan jaminan perlindungan atas hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaanya dalam rangka menegakkan martabat kemanusiaan ( human dignity ), dalam hal ini terdapat 3 aspek yang mendasari pentingnya memperhatikan dan melindungi martabat kemanusiaan, yaitu kesatuan manusia ( human integrity ), kebebasan ( freedom ) dan keadilan ( equality ).
  • Pada era globalisasi, pemanfaatan investasi asing arus direncanakan secara bijaksana dan memperhatikan aspek hukum dan ekonomi secara seksama, Globalisasi memberikan kesempatan sekaligus ketimpangan, fakta menunjukkan bahwa globalisasi dalam 40 tahun terakhir  ini telah melahirkan ketimpangan yang tinggi antara negara maju dan negara berkembang,  ketimpangan ini menimbulkan masalah kemiskinan yang sangat dahsyat terutama di negara-negara dunia ketiga, perdagangan internasional dalam kerangka WTO ( World Trade Organization )  yang tadinya diharapkan menjadi sarana penghapusan kemiskinan tidak menunjukkan hasil yang memenuhi harapan tersebut.
  • Perbankan sebagai lembaga intermediasi  antara pemilik dana lebih dan pihak yang membutuhkan dana berperan penting dalam rangka menyelaraskan antara kebutuhan investasi asing dan perlindungan terhadap perekonomian negara dan masyarakat. Investasi asing melalui kredit perbankan yang hanya terlaksana jika ada kepercayaan masyarakat terhadap instruksi pebankan, oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan tersebut perlu dilakukan pengawasan.
  • Ada 4 ( empat ) permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini, pertama; bagaimana mekanisme imateralialisasi jaminan benda menjadi cash collateral sehingga dapat dijadikan jaminan infrastruktur melalui mekanisme SWIFT ( Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication ) ? Kedua; bagaimana kepastian hukum peraturan jaminan perbankan yang berlaku pada saat ini bagi para pengelola proyek infrastruktur dalam rangka memperoleh kepercayaan penyaluran dana yang besar dari bank-bank sindikasi dan lembaga pembiayaan internasional?  Ketiga; hambatan-hambatan apa yang terjadi dalam hal peng-integrasian sistem jaminan perbankan di Indonesia dengan Sistem SWIFT dalam transmisi jaminan keuangan internasional? dan keempat;  bagaimana perspektif pengaturan imaterialisasi jaminan benda menjadi tunai sebagai jaminan pembiayaan proyek infrastruktur dalam pengembangan hukum perbankan nasional?

Pengertian ini merupakan pengertian hukum normatif, karena obyek yang diteliti adalah norma-norma hukum baik berupa asas-asas maupun kaidah-kaidah yang mengatur hubungan hukum, lembaga hukum, maupun proses hukum, spesifikasi penelitian ini adalah diskripsi evaluatif, karena setelah melakukan deskripsi tentang berbagai aspek hukum keperdataan yaitu pengaturan hukum jaminan yang sekarang ini dijadikan dasar hukum jaminan perbankan dan lembaga pembiayaan.

  • Selanjutnya  melakukan evaluasi dengan cara melakukan edit hokum terhadap hukum jaminan dan melakukan mitigasi ( perbaikan ), sehingga dapat dipergunakan untuk jaminan proyek besar, dalam hal ini infrastruktur ataupu proyek besar lainnya, tahapan penelitian yang dilakukan adalah, Pertama; penelitian kepustakaan, yang dilakukan dengan mengkaji data sekunder berupa: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan,
  • Yaitu UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang perubahan Atas UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
  • Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, dalam penelitian ini adalah buku dan jurnal ilmiah hukum yang telah dipublikasikan, bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, dalam hal ini situs internet,
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline