Lihat ke Halaman Asli

Akbar

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Menyusuri Harmoni Kehidupan : Kisah Ibu Ratna, Pengamen Tuna Netra di Malioboro

Diperbarui: 25 Desember 2024   12:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu Ratna sedang bernyanyi dengan sepenuh hati di Malioboro, Yogyakarta. (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Langkah-langkah kecil menyusuri trotoar Malioboro, Yogyakarta, akan membawa Anda pada sebuah cerita yang lebih besar dari sekadar riuh rendah wisatawan. Di tengah gemuruh kota yang tidak pernah tidur ini, suara lembut nan penuh haru kerap kali terdengar dari seorang perempuan sederhana. Dialah Ibu Ratna, seorang pengamen yang memiliki semangat hidup luar biasa meski keterbatasan fisik membatasi pandangannya.

Malioboro, jantung pariwisata Yogyakarta, telah menjadi tempat tinggal kedua bagi Ibu Ratna. Setiap hari, ia membawa speaker kecil yang tergantung di pundaknya, mikrofon di tangan, dan sebuah kantong plastik yang lusuh untuk menampung rezeki dari mereka yang terketuk hatinya. Dengan mata yang telah kehilangan cahaya, ia menyampaikan nada dan lirik yang menyentuh jiwa, seolah dunia ini masih memiliki begitu banyak keindahan untuk dinikmati.

Kehidupan di Tengah Keterbatasan

"Saya lahir dengan mata normal seperti orang lain," ungkap Ibu Ratna dengan suara lirih namun tegar. "Tapi sejak umur 15 tahun, saya mulai kehilangan penglihatan perlahan-lahan karena infeksi yang tidak sempat diobati. Waktu itu, keluarga saya kurang mampu untuk berobat." Kini, di usianya yang menginjak 45 tahun, ia telah hidup dalam kegelapan selama lebih dari separuh hidupnya.

Meski demikian, kegelapan tidak memadamkan cahaya dalam hatinya. Ibu Ratna memilih untuk tidak menyerah pada nasib. Bermodalkan suara dan keberanian, ia mulai mengamen di jalanan sejak usia muda. Baginya, mengamen bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi juga tentang menyampaikan pesan-pesan kehidupan yang sering kali terabaikan di tengah hiruk pikuk dunia modern.

"Saya suka menyanyi karena itu cara saya untuk merasa hidup," tambahnya. "Menyanyi membuat saya merasa bahwa saya masih berarti, meskipun saya tidak bisa melihat lagi."

Harmoni di Malioboro

Setiap pagi, Ibu Ratna memulai perjalanannya dari rumah kontrakan kecil di pinggiran kota Yogyakarta menuju Malioboro. Ia menaiki angkutan umum dengan bantuan tetangga atau rekan pengamen lainnya. Sesampainya di Malioboro, ia mencari tempat strategis di bawah pohon rindang atau di dekat bangku taman, di mana lalu lalang wisatawan cukup ramai.

Dengan speaker yang mengalunkan melodi pengiring, Ibu Ratna mulai bernyanyi. Lagu-lagu lawas seperti "Bengawan Solo" atau "Kemesraan" menjadi favoritnya. Ia percaya bahwa lagu-lagu tersebut memiliki kekuatan untuk menyentuh hati pendengar dari berbagai usia.

"Saya pernah dapat cerita dari salah satu pendengar," ujarnya sambil tersenyum tipis. "Katanya, suara saya bikin dia ingat ibunya yang sudah meninggal. Dia sampai nangis di depan saya waktu itu. Itu salah satu momen yang bikin saya yakin bahwa apa yang saya lakukan ini punya arti."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline