Lihat ke Halaman Asli

RUU Kamnas adalah Solusi Kekisruhan Bangsa!

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

RUU Keamanan Nasional itu penting bagi Indonesia guna menjaga keamanan nasional Indonesia. RUU Kamnas bukan seperti Kopkamtib, dan merupakan sistem yang menjadi pelengkap dari undang-undang organik lainnya seperti UU TNI, UU Polri dan UU Intelijen.

“Kira-kira begitu jangan ada keamanan nasional. Tidak seperti Kopkamtib. Itu sistem, dan organik itu ada UUTNI, UU Polri, UU Intelijen. RUU Kamnas itu seolah-olah mengatas-namakan TNI, dan mengatas-namakan Polri. Itu menyesatkan masyarakat,” kata Mayjend Hartind, Selasa (30/10).

Karena itu, perlu adanya komunikasi dan diskusi dalam RUU Kamnas. “Itu benar. Nggak boleh kita malu-malu. Jadi kita perlu dan jangan kita ego sektoral. Keamanan nasional tidak bisa bekerja sendiri. Tapi kalau tambah kacau begini itu tambah kacau.”

Pendeknya, ucap Hartind, ini negara demokrasi. Itu peran masyarakat yang bisa diberdayakan itu namanya demokrasi. “Sekarang itu orang masa bodoh mau teroris, itu urusan polisi, dan RT. Itu harus ada sistem dan masyarkat itu harus diajak.”

“Kehebatan itu ada Dewan Keamanan Nasional (DKM) itu ada anggota tetap dan anggota tidak tetap. Itu ada klausul masyarakat yang berkompeten. Itu peranan masyarakat sebagai masyarakat yang berdemokrasi. Itu ada Dewan Keamana Nasional di tingkat pusat, dan forum keamanan daerah itu ditingkat daerah. Itu ada Polri, TNI dan masyarakat. Apa senang negara ini kacau?” tanyanya.

RUU Kamnas tidak akan mengebiri media massa dan tidak akan mengekang hak-hak masyarakat sipil. Justru, RUU Kamnas akan membentuk negara yang kuat, dan mensinergikan antara pers, masyarakat sipil dan aparat keamanan.

“Nanti masyarakat menjawab sendiri. Itu sudah ketangkap si A, dan B. Itu perlu adanya keterlibatan masyarakat. Itu sudah ada unsur-unsernya. Itu mereka melihat dari kepentingan politik, kepentingan karena ada LSM yuang mengkritisi tapi nggak ngerti apa-apa,” kata alumnus AKABRI 1983 itu.

Menurutnya, RUU Kamnas itu untuk mendengarkan suara rakyat, yang tidak hanya mengkritisi tanpa dasar pemahaman tentang keamanan negara.

“Dengar suara rakyat, dan bukan yang mengkritisi tanpa pengetahuan. Kasihan negara ini. Masyarakat tahu-tahunya aman, bukan undang-undang, yang penting aman,” kata Hartind, yang sebelumnya menjabat Kapuskom Publik Kemhan itu, “kita tahu di Indonesia ini LSM kuat, Pers kuat, DPR kuat, dan tak ada TNI yang akan kembali ke masa lalu Ini bilang TNI akan kembali ke Orde laam. Itu kembali ke kacamata lama."

Selain itu, permasalah terorisme merupakan permasalahan yang kompleks dan akar permasalahan terorisme adalah ketidak-adilan dan dimarginalkannya masyarakat. Kata jihad seharusnya tidak dipahami secara hitam dan putih.

“Masalah teroris itu complicated, itu akar masalah teroris sebenarnya ya ketidak-adilan karena mereka meresa dimarginalkan sehingga mereka ini, katakanlah berbicara tentang jihad. Jihad yang tidak sepaham dengan dia itu hitam putih. Padahal itu agama ini tidak ada jihad yang teroris,” kata Hartind.

Pemahaman yang sempit, kata Hartind, itu harus dipahami secara benar menurut agama, sehingga tidak dipahami hitam dan putih. “Saya melihat pemahamannya harus konfrehensif, dan tidak ad hoc keamanana saja, dan melihatkban partisaipasi terhadap masyarakat, itu ruang gerak mereka tidak ada lagi. Mereka ada di masyarakata mereka kontrak dan kost. Masyarakat apatis.”

Karena itu, untuk mengatasi permasalah teroris ataupun ancaman teroris perlu adanya kerjasama stageholder yang ada secara bersama-sama.

“Dalam mengatasi teroris ataupun ancaman yang merata, itu stageholder itu harus bersama-sama, dari unsur yang ada dan masyarakat. Itu kita menformasikan sistem keamanan nasional, sehingga terjadi ego sektoral, dan teroris terlihat polisi bermain sendiri, masyarakat tidak dilibutkan.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline