Lihat ke Halaman Asli

Sahabat yang Dirampas

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mungkin ini hanya perasaanku saja. Semoga saja berakhir dengan baik. Seperti judul yang ku buat yaitu “ sahabat yang di rampas”. Dari judulnya saja kalian pasti sudah bisa mengerti apa maksudku membuat cerita ini. Cerita ini baru saja ku alami. Di mulai dari sahabatku sendiri yang bercerita. Cerita ini akan ku mulai.

Di camp tempat kami berkumpul, aku dan para sahabatku selalu berkumpul disini. Di camp kami menceritakan apa saja. Sahabatku saat ini ada tiga orang yaitu asri, fika, dan yunik. Kami berempat sering bersama, bukan sering lagi tetapi setiap hari kami menghabiskan waktu selalu bersama. Dari jurusan, kelas, dan organisasi semuanya kami sama. Aku menganggap sahabatku itu seperti keluargaku sendiri. Mereka sudah kenal aku dan keluarga ku dan sebaliknya aku juga begitu. Pernah pikiran ini terlintas, jika kami dipisahkan tak tau seperti apa karna kami merasa satu dengan yang lainnya sangat sudah dekat sekali. Pernah dulu saat kami semester 1, yunik tiba-tiba menjauh dari kami bertiga. Kami tak tau apa salah kami bertiga, sampai-sampai dia menjauh dari kami. Kami pikir tak pernah kami berkelahi. Tapi disaat itu kami tak ambil pusing masalah dia menjauh dari kami, karna kami tak pernah menyakitinya. Hanya dia sendiri yang ingin menjauh dari kami. Sempat kami bertiga kesal akan sikapnya seperti itu. Tapi itu tak lama dan kami kembali selalu berempat kembali.

Saat itu kami tak pernah lagi berpisah. Setiap pergi selalu berempat lagi. Kami berempat seperti tak bisa dipisahkan. Jika ada salah satu yang tidak pergi, maka semuanya tidak pergi. Solidaritas kami sangat kuat. Tapi inilah permulaan cerita persahabatan kami.

Saat aku tak berteguran dengan seniorku, aku bercerita masalahku kepada sahabatku. Mereka mengerti dengan perasaanku saat itu. Mereka memotivasi dan membantuku untuk menghilangkan rasa kegalauanku pada saat itu. Mereka berusaha menghiburku. Pernah aku berbicara kepada sahabatku bahwa “ jangan mengikutiku akan masalahku, tetapi netralkan diri kalian. Ini masalahku.”. aku berbicara seperti itu karena aku takut sahabatku terkena permasalahanku. Aku tak ingin mereka ikut dipersalahkan juga. Disaat itu mereka juga mengerti apa yang aku bicarakan.

Hari-hari berlalu dengan sendirinya. Dari perkataanku yang pernahku bicarakan kepada sahabatku itu ternyata berakhir kecemburuan karna sahabatku dekat dengan senior yang pernah bermasalah denganku. Awal mereka dekat aku masih bisa mengerti. Tapi hari-hari berikutnya aku tak sanggup melihatnya. Pernah pada suatu hari yunik menelponku dan menyuruhku ke camp. Tapi saat itu aku sibuk dengan pekerjaanku di rumah, jadi aku menyuruhnya menunggu di camp untuk menunggu kak fika datang. Karna aku pikir aku masih lama ke camp. Dan akhirnya dia menunggu. Beberapa menit sudah berlalu, sesampainya aku ke camp. Aku melihat tak ada yunik di camp. Aku bertanya ke memet, ternyata yunik pergi dengan seniorku ke perpustakaan. Aku pun menyusulnya ke perpustakaan. Ternyata mereka tak ada. Aku menelpon yunik, ternyata ia ke Lab. Komputer. Aku segera menyusulnya. Disana aku mencoba berbaur dengan seniorku. Aku menganggap tak ada lagi masalah diantara kami. Aku mencoba berbicara dengan yunik tetapi dia asyik dengan seniorku berbicara. Aku merasa lain akan sikap mereka yang sudah mencuekkan diriku. Aku pergi meninggalkan mereka sebab aku tak diperdulikan. Disaat itu aku sangat kesal sekali dengan yunik karna sifatnya seperti itu.

Hari-hari berlalu aku mencoba untuk melupakan sikap yunik terhadapku. Tapi disaat aku mencoba melupakan mereka malah selalu dekat. Jujur aku tak suka mereka dekat. Karna aku merasa seniorku telah mengambil sahabatku dariku. Sampai saat ini mereka dekat dan aku cemburu akan kedekatan mereka. Aku merasa tak ikhlas jika yunik dekat dengan seniorku.

Aku ingin yunik tak dekat dengan seniorku lagi. Terlalu sakit jika sahabat yang kita sayang dirampas oleh orang yang membenci kita. Kedengaran egois tetapi itulah perasaan yang aku rasakan saat ini. Dan itulah yang aku harapkan kepada sahabatku. Aku ingin tak ada yang merampas sahabatku dariku.

Tapi aku salah menilai yunik. Ternaya mulutnya sangatlah jahat kepadaku. Ia tega memfitnahku dan membeberkannya kepada orang lain. Pada akhirnya aku mengerti bahwa aku tak mesti selalu mempercayai sahabat sendiri.[N.Y]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline