Akankah media arus utama terutama cetak tinggal kenangan atau masih eksis di tengah membanjirnya informasi apalagi dengan kehadiran media sosial yang makin menggila.
Sahabat saya Paulus C Nitbani jurnalis senior menyebutkan, media arus utama akan tinggal kenangan jika tidak menyiapkan siasat jitu menghadapi persaingan ekstra ketat dengan media sosial.
Dia menyebutkan sejumlah kiat agar media arus utama terutama cetak bisa tetap bertahan. Antara lain disebutkan, perubahan penyajian misalnya dengan memperbanyak indepth reporting atau investigasi reporting, re-focusing terkait topik atau tema peliputan.
Pendapat berbeda datang dari fotografer senior Bang Gino Hadi. Katanya, media arus utama game of death. Karena digilas media sosial yang note bene dikelola para pensiun jurnalis dan publik figur hebat.
Pertanyaannya kini: apakah media arus utama terutama cetak benar-benar sayonara atau masih bertahan? Pertanyaan klasik yang agaknya masih pantas diajukan kembali untuk saat ini.
Kehadiran media baru (new media) menyebabkan perubahan dalam bidang yaitu perubahan dari modernity ke postmodernity, meningkatan aktivitas proses globalisasi, di mana adanya pergantian pemikiran di dunia barat, dari era industri manufaktur oleh posindustrial ke era digitalisasi komputer oleh kaum kapitalis.
Semua dilakukan untuk memberikan pembaharuan terhadap gaya hidup yang diinginkan oleh masyarakat modern saat ini.
Efek dari media baru ini menyebabkan pertumbuhan media di Indonesia berkembang pesat. Dalam beberapa tahun belakangan ini terjadi lonjakan pemanfaatan media internet. Hal ini terjadi internet sudah meluas. Mulai terjangkau ke wilayah terpencil dan biayanya murah. Pada tahun 2011 jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 55,23 juta, meningkat dari 42,16 juta di tahun 2010. Itu artinya, seperempat penduduk Indonesia sudah mengenal internet.
Berdasarkan hasil riset dari Tetra Pak Index 2017, Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 132 juta pengguna internet yang 40 persen di antaranya pengguna aktif media sosial. Jika dibandingkan dengan tahun 2016, pertumbuhan pengguna internet di Indonesia mencapai 51 persen atau sekitar 45 juta pengguna, diikuti dengan pertumbuhan sebesar 34 persen pengguna aktif media sosial. Konsumen yang mengakses media sosial melalui smartphone juga meningkat sebesar 39 persen.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika per 10 Juli 2017, total ada 34,4 juta follower/subscriber akun media sosial pemerintah. Dengan rincian Twitter: 29,1 juta follower, Facebook 4,5 juta subsriber dan Instagram 727,081 follower. Angka ini jauh di atas data tahun 2016 sebanyak 19,7 juta follower/subscriber. Mungkin data terbaru sudah berubah dan bukan tidak mungkin angkanya jauh melesat.
Melihat kondisi di atas tersebut maka tidak salah jika media arus utama harus berbenah diri. Media arus utama tidak bisa lagi hanya mengandalkan satu saluran komunikasi saja.