Lihat ke Halaman Asli

Jasmerahku, Bu Yanti

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

JaSmerah ....jangan sekali-kali melupakan sejarah...Pesan bung Karno, yang aku dengar lewat bibir bu Yanti.

Begitulah pesan dari guru sejarah ketika aku duduk di smp kelas I. Bu yanti, panggilan anak-anak padanya, setiap pagi berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepeda tuanya berwarna biru. Aku sangat senang diajar beliau setelah selesai pelajaran pasti beliau memberikan pesan moral dari pelajaran yang diajarkan. Contohnya saat pelajaran kerajaan hindu-budha di Indonesia, beliau slalau berpesan kita harus selalu menjaga peninggalan sejarah. Saat belajar bersamanya, aku merasa kembali ke masa itu, beliau begitu kuat mengajak murid kembali ke masa sejarah, bukan hanya sejarah. Masa prasejarah beliau juga begitu lihai dalam mengajak murid-murid flash back. Tak heran, aku yang selalu duduk di depan guru paling senang dengan segala ceritanya. Beliau begitu sederhana, ramah, dan baik hati. Aku sangat senang belajar bersamanya. Belajar sejarah yang hanya terjadi dalam satu masa. Belajar dari zaman pra sejarah, sejarah, revolusi industri, perjuangan mencapai kemerdekaan. Beliau sangat berbakat menjadi seorang guru, ya karena semua itu dilakukan dengan sepenuh hati. Tak heran aku sangat menyukai sejarah sejak saat itu. Abris sous roche, kjokkenmodinger, pithecantropus erectus, homo sapiens... nama-nama asing yang aku kenal di awal belajar. Ada kebudayaan mohenjodaro dan harappa, celah cyber, Asoka. Rasanya aku tak asing pada nama itu, beliau selalu dengan mudah menerangkan pada muridnya. The boston tea party, madame defisit, liberte-egalite-fraternite saat beliau menjelaskan itu aku juga sangat senang. Aku ingin rasanya diajar beliau lagi..aku rindu saat beliau mengajarku.

Beliau salah satu guru terbaik yang pernah saya kenal, bukan hanya mengajarkan. Pelajaran sejarah bukan pelajaran matematika ataupun bahasa yang sanggup dipraktikan, hanya terjadi sekali pada masa itu, namun saat belajar bersamanya, kami merasakan sejarah itu aku alami sendiri. Beliau benar-benar guru yang menginspirasi. Aku ingat selalu ditanya ibu yanti, kalau besar mau jadi apa? Jawabku singkat, aku ingin jadi guru seperti ibu. Ternyata benar, sekarang aku jadi guru seperti bu yanti (sudaryanti). Tapi bukan guru sejarah lagi..melainkan guru sekolah dasar. Namun, belajar dari sejarah, aku tak pernah melupakan sejarahku untuk menjadi seorang guru, dari guru-guruku yang menginspirasi. Sulit memang menjadi guru yang menjadi inspirasi bagi muridnya, namun dengan belajar pasti bisa.

Terakhir, aku bertemu beliau sudah menggunakan jilbab. Beliau tersenyum padaku dan akupun selalu ingat tentang sejarah yang melegenda yang beliau ajarkan padaku saat itu.

Jangan sekali-kali melupakan sejarah.... kata bung Karno yang aku dengar dari bu yanti. Ibu ingin rasanya aku bertemu denganmu, diajar lagi olehmu...tapi kini aku sudah dewasa, aku sudah menjadi seorang guru. Dan aku belajar sejarah darimu, sejarah menjadi seorang guru yang menginspirasi setiap anak didiknya. Terima kasih ibu, suatu saat aku akan datang ke rumahmu walaupun sekedar mengucapkan kaulah yang menginspirasiku menjadi seorang guru. Ukirlah sejarah terindah dalam hidupmu....itu pesan terakhir yang terucap dari bibirmu..

(memories: bu Sudaryanti, beliau adalah guru sejarah di SMP Negeri 1 Banyumas)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline