Indonesia dikenal dengan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Pada sensus penduduk tahun 2010, jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 207 juta muslim (87,2%). Dengan banyaknya jumlah umat islam di Indonesia ini mendorong kebutuhan diberbagai bidang. Salah satunya dalam bidang industri.
Industri dalam kamus besar bahasa indonesia berarti kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya mesin. Dalam hal industri, keuntungan sangat diperhitungkan. Pada zaman milenial ini hampir semua hal di-industrikan. Kebanyakan orang mengasumsikan bahwa industri hanyalah kegiatan ekonomi manusia yang mengolah bahan baku/ bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau bahan jadi. Padahal pengertian industri sangatlah luas, proses industri ini meliputi semua kegiatan manusia dalam suatu bidang tertentu yang sifatnya produktif dan komersial. Industri busana contohnya.
Tren islami saat ini sangat marak beredar, terutama pada dunia maya. Tren fashion muslim Indonesia sangat menarik untuk diulas. Disamping berkembangnya teknologi dan informasi yang sangat pesat, muslimah muda masa kini lebih mudah untuk mengakses gaya busana yang sedang trendi. Gelar hijrah bagi mereka yang telah berjilbab syar'i menambah daya tarik dalam penjualan busana muslim. Perancang busana modern seakan tak mau ketinggalan untung dengan mengeluarkan produk-produknya yang jauh dari kata sederhana dan murah.
Tak hanya soal busana, industri di Indonesia merambah dunia permainan anak-anak. Populernya acara hafidz cilik membuat para orang tua berlomba untuk mencari metode pembelajaran agar anaknya hafal sedini mungkin. Orang tua yang tak mau ambil pusing lebih memilih mengganti boneka anak mereka yang semula benda mati, berubah menjadi benda yang hafal Al-Quran. Toh, kehadiran mainan anak islami itu berhasil menjadi tren baru.
Sekolah atau madrasah yang berlomba menjual produk hafal sedini mungkin juga telah menjamur hingga pelosok-pelosok negeri. Meskipun tutur kata dan sopan santun adalah sesuatu yang lahir dari kebiasaan interaksi sehari-hari, hal yang bersifat islami sangat populer dan membuat nilai tambah dalam hal sehari-hari. Saya adalah produk dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) jadi tahu rasanya punya nilai tambah, tapi tetap saja jomblo. Mungkin saya salah menjual nilai tambahnya.
Bicara industri sekarang tak hanya soal kertas Al-Quran yang harus berlabel halal, perpolitikan merek islami yang sedang tren di Indonesia juga sedang hangat diperbincangkan. Industri berbau islami yang meraba dunia fashion dan mainan anak-anak sepertinya menular pada dunia perebutan kekuasaan. Sejak itu bermunculan sebutan partai Tuhan dan partai Setan.
Banyak tampilan-tampilan berbau islami yang tersaji dalam dunia politik untuk saat ini. Orang-orang elit berlomba untuk menunjukan segala perangkat dan simbol-simbol religius sebagai medium mencari simpati. Gairah meraih kekuasaan mengharusakan seseorang untuk menghalal dan mengharamkan segala cara.
Pergulatan untuk memperlihatkan islam sebagai identitas sebetulnya mempersubur kasus-kasus di atas. Seringkali justru mengakibatkan lunturnya nilai religius yang harusnya menjadi personalitas menjadi ajang pamer bahkan mencari keuntungan. Agama hanya dijadikan alat untuk menggiring suatu keinginan demi tercapainya tujuan. Apa manfaatnya jika beragama hanya untuk diperlihatkan agar mendapat sesuatu kecuali cinta-Nya?
Identitas atau dapat diartikan sebagai adab seseorang memang dibutuhkan dalam rangka dakwah. Tetapi, tanpa dibarengi akhlak atau personalitas hanya akan menjadi omong kosong belaka. Memang keduanya harus proporsional jika ingin masuk dalam sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya" (HR Bukhari dan Muslim)
*mohon maaf atas segala kekhilafan dalam tulisan ini. Semoga terhibur...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H