Lihat ke Halaman Asli

Nor Qomariyah

Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Instagema, Inovasi Percepatan Penurunan Stunting melalui Gerakan Ekonomi Sirkular

Diperbarui: 8 Januari 2024   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ekonomi sirkular. (Sumber: BsWei/Shutterstock via kompas.com) 

Rizki, balita umur 21 bulan, terlihat lemah terkulai di pelukan sang ibu. Badan yang kurus dan kurang nafsu makan mengakibatkan Rizki hanya bisa bermain sambil tidur di tempatnya. 

Meski menahan rasa sakit dan kurang nafsu makan, secara sekilas Rizki masih menampakkan seynum kepada sang ibu. 

Aisyah sang ibu, hanya bisa menangis pilu karena telah berupaya keras untuk kesembuhan sang anak. Menurutnya, tak percaya saat sematawayangnya harus menerima kenyataan masuk kategori stunting. Apalagi dia sudah merasa memberikan yang terbaik buat anaknya.

Tak hanya kasus Rizki yang ada di Desa Bawahan Selan, kasus yang sama juga ditemukan diberbagai desa lainnya seperti Pematang Danau, Pasiraman, Surian Hanyar dan juga Simpang Empat Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, namun ini juga terjadi diberbagai area lainnya yang mencapai 40,2% pada 2021 dan mengalami penurunan pada 2022 di angka 26,4%. 

Meski demikian secara prevalensi stunting Kabupaten Banjar masih termasuk tinggi secara nasional yakni di angka 21,6% dan Provinsi Kalimantan Selatan pada 24,6% (Bappedalitbang Kab Banjar, 2023). 

Tak hanya Kabupaten Banjar, stunting juga menjadi persoalan berskala nasional, bahkan internasional. BKKBN masih mencatat bahwa 11,7 juta keluarga hingga 2023 akan beresiko terkena stunting (Data PK 23, BKKBN, 2023).

Stunting, merupakan persoalan kesehatan yang terjadi pada balita-anak-anak yang mengalami kendala dalam pertumbuhan fiisik dan perkembangan kognitif terhambat karena kurang gizi. Hal ini disebabkan pada 1000 hari pertama kehidupan yang dimulai dari masa kehamilan hingga bayi berusia 2 tahun. 

Stunting memiliki jangka panjang yang serius pada individu dan masyarakat, termasuk penurunan terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Mengapa stunting begitu genting? Stunting menjadi tolok ukur bagaimana kemudian generasi yang akan tumbuh dan berkembang dalam suatu negara yang nantinya akan menjadi penggerak kemajuan Indonesia di masa mendatang. 

Padahal kita dihadapkan pada realita yang mana prosentase stunting di Indonesia sangat tinggi dibandingkan beberapa negara terdekat kita, seperti Vietnam (23), Filiphina (20), Malaysia (17) dan Thailand (16), (https://p2ptm.kemkes.go.id/post, 2023).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline