Lihat ke Halaman Asli

Nor Qomariyah

Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Rembang-Lasem; Daendels, Indische Eik dan Sejarah Morfologi 3 Negeri

Diperbarui: 2 September 2022   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rembang. Menyebutnya pasti langsung tergambar sosok pahlawan perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Salah satu pahlawan yang dikenal dengan sebutan pendorong emansipasi bagi anak negeri. Bahkan, Kartini juga mencatatkan bagaimana keinginan kuatnya untuk maju melalui  persahabatannya dengan Estella Zehandellar, Marie Ovink Soer dan Maria Abendanon pada zaman kolonial Belanda.

Persahabatan ini tertanda dalam surat yang ditulis oleh Kartini pada 25 Mei 1899 (www.kompas.com, 2022). Bersyukur, adalah rasa yang luar biasa atas diri, karena lahir dan besar di kota ini.

Tak hanya sejarah Kartini yang ada bersama Kota Rembang, namun juga berbagai keindahan pantainya, batik, dan bangunan bersejarah, yang sangat mudah dijumpai hingga ke arah Kota Lasem yang sangat berdekatan, sekitar 19 menit dan bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor.

Kedua kota ini, menjadi titik pertemuan sejarah yang hingga hari ini tidak habis untuk diulas. Tentu saja, Rembang menjadi sebuah kebanggaan sejarah yang turut memberikan sumbangsih peradaban budaya Indonesia, dengan akulturasi budaya Eropa hingga Tionghoa yang ditorehkan dalam berbagai arsitektur yang indah.

Untuk menuju Rembang, jika kita dari arah Semarang, maka kita akan menempuh perjalanan dengan waktu 2 (dua) jam. Di sinilah, kita akan disuguhi berbagai pemandangan khas pantura, mulai dari pantai, kapal nelayan yang bersandar, hingga aktivitas penambak garam yang berada di sisi kiri kanan jalan.

Menyebutnya, mungkin juga membawa kita pada ingatan sejarah pemerintah Hindia Belanda, salah satunya adalah Herman Williem Daendels, yang datang di Batavia pada 25 April 1808. Menurut https://katadata.co.id, Daendles menjadi Gubernur Batavia yang ke-36, dan mulai membangun 'jalan raya pos (Grotepostweg)' 1.000Km mulai dari Buitenzorg (Bogor)-Cirebon dan diperpanjang hingga jalur pantai utara ke arah Panarukan, bekerjasama dengan para Bupati di tahun yang sama.

Rembang dan Lasem merupakan dua kota yang turut dilalui pembangunan jalan bersejarah ini, digunakan sebagai akselerasi perekonomian melalui 'perdagangan dan militer'.

Meski, membawa serta sejarah kelam, dengan munculnya kerja paksa (rodi) dan berbagai serangan wabah pada para pekerja, binatang buas, serta kondisi hutan belantara yang sulit dijamah, namun kini jalur pantura benar-benar berfungsi sebagai jalur perdagangan utama, ekonomi, bahkan keamanan, hingga ke arah Jawa Timur.

Catatan sejarah berikutnya adalah, pantai yang ada di sepanjang jalan utama pantura. Pelabuhan Tanjung Emas Semarang adalah salah satunya, di mana menjadi jalur utama ekspor-impor Indonesia ke luar negeri hingga hari ini, yang dimulai sejak tahun 1874.

Pelabuhan yang dikenal dengan 'Pelabuhan Rede' sekaligus 'pelabuhan tua' ini juga ditandai dengan Menara Suar dan berfungsi sebagai pelabuhan C (melayani bongkar muat kapal barang dalam 24 jam) sejak abad ke-16. Pelabuhan yang kemudian juga dibangun pemerintah Indonesia secara resmi pada masa presiden ke-2, Soeharto, pada 1982 dan selesai pada 1985 (Setiawan, 2018).

Tak hanya Semarang, Rembang dengan pantainya juga menjadi 'pusat perdagangan maritim'. Jika kita berjalan lurus hingga Rembang-Lasem, maka keseluruhan jalur pantai utara ini dulunya sangat hidup. 'Kayu jati atau dikenal dengan sebutan 'Indische Eik', yang berarti kayu Eik dari Indonesia, menjadi komoditi utama kota ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline