Kota Cimahi Jawa Barat, rumah dari Desa Adat Cireundeu, menawarkan suasana menawan yang inspiratif dan instruktif. Sebuah desa tradisional yang masih lestari dan menjunjung tinggi adat istiadat dari sang leluhur, meskipun perkembangan zaman begitu cepat. Kampung Adat Cireundeu menganut prinsip "Ngindung Ka Kapan, Mibapa Ka Jaman" berbeda dengan kampung adat lainnya. Dengan kata lain, warga dusun tradisional pada umumnya menerima kemajuan modern. Hal ini terlihat dalam berbagai hal, termasuk arsitektur bangunan, penggunaan daya, dan perangkat listrik. Anehnya, mereka tetap mempraktekkan kebiasaan kuno itu sebagai sarana menerjemahkan "Ngindung Ka Kapan". Kearifan lokal warga inilah yang menjadi daya tarik wisatawan ke Kampung Adat Cireundeu. dimulai dengan berbaik hati kepada sesama manusia, hidup damai dengan alam, dan menjaga adat leluhur meskipun zaman sudah modern. Penduduk Desa Adat Cireundeu memiliki sejarah ekspresi seni yang panjang, mulai dari seni Karinding hingga seni Gondang dan musik angklung. Desa Adat Cireundeu terkenal sebagai penghasil singkong atau ketela pohon yang menjadi kuliner umum di sana. Hal ini tidak dipicu karena kenaikan harga beras ataupun semacamnya namun karena mereka benar-benar menghormati leluhur mereka yang dulunya hanya memakan singkok sebagai makanan pokok pengganti beras. Penduduk Desa Adat Cireundeu menanam dan mengolah sendiri olahan makanan berbahan dasar singkong atau rasi tersebut. Komunitas Cireundeu menawarkan para pendaki dan tamu lainnya tempat perkemahan selain budayanya yang masih terjaga. Selain tempat tinggal, ada makanan khas yang bisa dibeli sebagai kenang-kenangan, salah satunya nasi singkong (rasi), makanan andalan masyarakat Cireundeu.
Masyarakat Cireundeu masih memegang teguh tradisi pamali---kepercayaan yang mencakup larangan-larangan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pamali, misalnya, membuang-buang nasi atau mengotak-atik nasi.
Orang Sunda Wiwitan merupakan mayoritas penduduk Desa Adat Cireundeu. Gagasan besar Sunda Wiwitan, atau Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji, menyerukan agar umat manusia dapat hidup damai dengan Tuhan dan lingkungan. Orang Sunda Wiwitan merupakan mayoritas penduduk Desa Adat Cireundeu. Gagasan besar Sunda Wiwitan, atau Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji, menyerukan agar umat manusia dapat hidup damai dengan Tuhan dan lingkungan. Terdapat beberapa larangan di Kampung Adat Cireundeu yang wajib dipatuhi oleh para pengunjung, di antaranya:
- Melepas sandal saat akan memasuki area Hutan Larangan, atau Gunung Puncak Salam.
- Tidak bisa memasuki kawasan Hutan Larang di sembarang waktu.
Selain larangan tersebut, warga Cireundeu sangat menghargai alam terbuka. Leuweung Larangan, Leuweung Tutupan, dan Leuweung Babadan adalah beberapa lokasi yang harus dijaga warga sekitar. Kegiatan sehari-hari desa Cireundeu ditopang oleh kerja sama ketiga hutan tersebut. Mereka sangat peduli menjaga keseimbangan ekosistem (suplai air, tanah tetap subur, sumber pangan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H