Lihat ke Halaman Asli

Tak Bisa Hidup Tanpa Buku

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu masih kecil, ibu saya sering membacakan dongeng sebelum tidur untuk saya dan adik. Kata beliau, waktu itu saya suka rewel, karena setiap selesai mendengar satu dongeng, pasti minta ibu mengulang dan mengulangnya lagi. Nampaknya, memang sejak kecil saya selalu terpikat oleh beragam kisah yang diuntai secara ajaib oleh dua puluh enam alphabet latin itu. Begitu saya bisa membaca pada usia kurang dari empat tahun, saya ingat saya sering gelesotan di kamar nenek saya membaca majalah Bobo. Tidak mau mandi sebelum tuntas membaca kisah Nirmala dan Okky, Paman Kikuk-Husin-dan Asta. Waktu itu harga buku dan majalah tidak terjangkau oleh keluarga kami yang tidak bisa dikatakan berlebih. Tidak menghalangi petualangan saya di tebing-tebing curam tepi laut bersama tokoh-tokoh ciptaan Enid Blyton. Buku dan majalah yang saya baca,saya peroleh dari meminjam sepupu dan teman-teman saya. Menjelang remaja dan selama remaja, saya menyisihkan uang saku untuk menyewa buku dan masih sering meminjam majalah dari teman-teman. Sekarang, saya sudah mulai bisa menyisihkan uang untuk mengoleksi buku-buku bagus yang kelak akan menjadi warisan yang sangat berharga bagi anak-anak saya pastinya.

[caption id="attachment_110701" align="alignnone" width="460" caption=""][/caption] Dalam lingkup keluarga besar dan teman-teman saya, jarang saya menjumpai sesama kutubuku. Hal ini membuat saya sering mendapat pertanyaan, apa tidak bosan diam di rumah? Saya hanya tersenyum, dalam hati saya berkata “Anda belum tahu saya sudah menjelajah kemana-mana”. Slogan klise bahwa buku adalah jendela dunia adalah amat benar. Saya bisa bertamasya murah meriah melintasi batas ruang, saya bisa bertamasya ke pelosok Nigeria dan Zimbabwe, Afghanistan, San Fransisco, dan banyak lagi. Bahkan, lebih jauh, saya bisa bertamasya melewati dimensi waktu. Sebagai penggemar genre sejarah, saya bisa berada di Pulau Sambu pada 1950an lewat novel Pesan Dari Sambu. Saya bisa juga berada di Belanda dan Inggris pada abad ke 18 melalui karya-karya Tracy Chevalier. Saya bisa berada di jalanan negara-negara Eropa abad ke-19 atau 18 dalam bekunya musim dingin melalui berbagai novel klasik yang juga saya gemari. Saya bahkan melakukan perjalanan 3000 tahun di Eropa dan belajar filsafat dari filosof-filosof besar melalui karya Jostein Gaarder yang diberi judul Dunia Sophie. Buku –buku itu membuat saya memahami berbagai ketakutan dan menghadapi berbagai masalah pelik, membuat emosi saya teraduk,namun tidak teraduk untuk tidak mempelajari apapun darinya. Slogan Buku adalah Jendela Dunia sudah klise karena sekarang ada banyak sekali buku-buku bagus. Mungkin slogan yang tepat adalah Buku Untuk Kehidupan. Ini dikarenakan, buku bagus itu berbahaya dan menakutkan mengingat ia bisa menyembuhkan dan mengubah kehidupan seseorang setelah mengorek-ngorek lukanya lebih dulu.

[caption id="attachment_110700" align="alignnone" width="352" caption=""][/caption] Dalam rak buku saya berjejer beraneka buku fiksi dan non fiksi. Kebanyakan memang novel bergenre sejarah atau novel klasik yang saya beli dengan mengetatkan ikat pinggang saya. Sebagian lagi adalah buku-buku non fiksi bergenre rohani dan leadership, meski ada juga beberapa buku lain. Diantara deretan buku non fiksi yang saya koleksi dengan baik, ada beberapa yang menjadi favorit utama saya karena mereka mengajarkan saya banyak hal yang tak saya dapat dari orang tua saya, sekolah, maupun pendidikan informal lain. Kelima judul itu adalah: The Purpose Driven Life, Creative Junkies, Your Job is NOT Your Career, Untuk Indonesia yang Kuat, dan 21 Prinsip Kepemimpinan John C. Maxwell. Buku pertama dengan drastic mengubah cara pandang saya terhadap kehidupan, karena buku itu menjelaskan dengan sangat jujur dan kadang mengorek luka saya untuk pada akhirnya memberikan saya pemahaman mengenai keberadaan saya di dunia. Buku Creative Junkies mengubah saya menjadi jauh lebih kreatif, karena kreatif itu ternyata tidak berarti rumit. Buku Your Job is NOT Your Career mengajak saya menemukan passion saya agar saya menjadi insane yang sepenuhnya berkontribusi pada masyarakat. Buku Untuk Indonesia yang Kuat tentunya mengubah cara saya mengelola keuangan dan menyadarkan saya akan ‘blind side’ saya dalam mengurus keuangan pribadi. Sementara buku terakhir mengajarkan saya tentang kunci-kunci kepemimpinan yang tentunya sangat membantu saya dalam memimpin diri saya sendiri, sebelum memimpin orang lain. Ini menjadikan saya disegani oleh rekanan dan saudara namun bukan berarti tidak bisa dijangkau untuk urusan “haha-hihi”.
Bila buku-buku non fiksi sudah pasti memberi dampak pada kehidupan karena dengan jelas menuliskan berbagai tips praktis dan sebagainya, bukan berarti novel tidak bisa memberikan dampak pada kehidupan. Membaca novel klasik, untuk saya seperti berkaca. Entah kenapa selalu ada bagian dalam diri saya yang dicerminkan melalui perilaku tokoh utama, dan pada akhirnya saya seolah diingatkan untuk tidak melakukan kesalahan yang serupa. Buku klasik menurut saya, akan membawa pembaca lebih melihat ke dalam diri mereka lebih jauh, dibandingkan melihat apa yang tertulis diatas kertas.

Sebut saja tokoh Heathcliff dalam Wuthering Heights yang terkenal itu. Ketidak mampuannya mendapatkan cintanya membuat Heathcliff ingin membuktikan dirinya sendiri namun ia memelihata motivasi yang salah dalam membuktikan dirinya,yaitu dendam,hingga akhirnya menjadi sebuah kisah yang amat tragis. Ini mengingatkan saya agar tidak memiliki motivasi yang salah apabila terjadi penolakan-penolakan yang membuat saya berniat menunjukkan pembuktian diri. Begitu pula kalimat yang diucapkan oleh Sara Crewe dalam A Little Princess, “Aku bukanlah orang yang baik karena semuanya dalam hidupku sudah tertata dengan baik dan mudah. Aku bisa saja menjadi jahat apabila kehidupanku sulit.” Pernahkah ada yang mengajak saya berpikir bahwa saya mungkin menjadi orang jahat bila segalanya susah untuk saya? Tidak ada! Buku inilah yang menyentil hati saya. Demikian pula novel klasik Secret Garden karya penulis yang sama, Frances Hodgson Burnett, yang membuat saya mengagumi dan lebih menghargai kehidupan dalam bentuk tanaman dan binatang.
Novel terakhir yang saya baca adalah novel yang dinobatkan menjadi Novel Terbaik Abad Ini, yaitu To Kill a Mockingbird yang telah membuka blindside bagi jutaan orang. Novel ini mengangkat tema prasangka dan kasih. Bagaimana prasangka dapat membuat manusia yang satu merasa lebih baik dari yang lain, dan bagaimana kasih seorang Ayah pada anaknya dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya melalui kepolosan sang anak.

“Kalau hanya ada satu jenis manusia, mengapa mereka tidak bisa rukun? Kalau mereka semua sama, mengapa mereka merepotkan diri untuk saling membenci?”

Adalah salah satu dari sekian banyak dialog kesukaan saya, karena mengingatkan saya bahwa sebenarnya membenci itu merepotkan diri sendiri. Buku ini juga menumbuhkan kemampuan bersimpati dalam diri puluhan juta pembacanya sehingga kutipan abadi dari buku berusia 51 tahun ini adalah:

“Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya, hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya.”.

Rak buku saya membuat saya merasa kaya secara spiritual. Mendewasakan pemikiran saya. Menjadi teman terbaik dimana-mana, terutama di dalam hujan yang sepi. Rak buku saya berisi banyak sahabat-sahabat saya lintas dimensi ruang dan waktu. Rak buku saya adalah tempat yang paling saya cintai dari seluruh pelosok rumah. Bisa dibilang, ada yang kurang dalam hidup saya tanpa buku. Bagaimana isi rak buku mu mengubah kehidupanmu?

[caption id="attachment_110699" align="alignnone" width="311" caption=""][/caption] Novita
Penulis adalah seorang Blogger Buku
http://mymilkyway.blogdetik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline