Lihat ke Halaman Asli

Menyelamatkan Anak-Cucu Sejak Dini

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Air adalah bagian vital dalam kehidupan semua mahkluk. Namun apa jadinya apabila kondisi air mulai tercemar?

Saya sering bepergian ke berbagai kota di pulau Jawa menempuh jalan darat. Di sepanjang perjalanan, saya sering memperhatikan kondisi sekitar saya, mulai dari sawah, perumahan, sampai sungai. Sembilan puluh persen dari sungai yang saya lewati, mungkin tak lagi layak disebut sungai, karena airnya sudah sewarna wedang kopi susu yang sering dibuat oleh almarhumah nenek saya dahulu. Hal ini terjadi tidak hanya di kota besar, namun juga di pedesaan. Sungai yang aliran airnya jernih, sudah sangat sulit ditemui.

Salah satu sungai di Indonesia yang kerusakannya terbilang paling parah adalah sungai Citarum. Sungai Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar diJawa Barat. Panjang sungai Citarum, adalah 269 km, dari sebuah mata air di Gunung Wayang (Selatan Bandung) mengalir ke utara hingga ke Laut Jawa. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum seluas 12.000 km2 meliputi 12 wilayah administrasi dari 3 kota, yaitu Bandung, Bekasi, dan Cimahi. Berdasarkan data dari Internet, populasi sepanjang sungai ini ada 10 juta jiwa, dan populasi yang dilayani oleh sungai ini mencapai 25 juta. Pemanfaatan air sungai Citarum menghasilkan 1400 Mega Watt tenaga listrik (dari 3 PLTA: Saguling, Cirata, dan Jatiluhur), menjadi sumber irigasi bagi 240.000 hektar areal pertanian, dan mensuplai 80% kebutuhan air penduduk Jakarta.

Meski manusia telah mengambil sebegitu besar manfaat dari sungai Citarum, namun sebagai timbal baliknya kepada alam, hanya polusi air yang diberikan.Bukan hanya masalah sungai yang dijadikan pembuangan sampah, dan area populasi, namun masalah sudah ada sejak bagian hulu sungai. Sekitar hulu sungai Citarum, terdapat banyak warga yang menggantungkan hidup dari peternakan sapi. Di kecamatan Kertasari, setidaknya ada 1.500 peternak dengan jumlah sapi mencapai 5.500 ekor.Jika kotoran yang dihasilkan sapi-sapi ini diambil rata-rata 15 kg per hari, setidaknya ada 82,5 ton kotoran sapi yang dibuang ke hulu sungai Citarum setiap hari. Kondisi inilah yang menyebabkan Sungai Citarum sudah rusak semenjak dari bagian awal, terlepas masalah pencemaran akibat limbah dari industri-industri lainnya yang berdiri di sepanjang sungai.

Dengan kondisi air seperti inilah, penduduk sepanjang sungai Citarum hidup. Air di sepanjang aliran sungai, tentu sudah tidak sehat untuk dipakai apapun. Bakteri E-Coli dan segala penyakit yang dibawanya mengancam setiap hari. Banjir siap datang berkunjung setiap musim penghujan, apalagi dalam iklim yang mulai ekstrim seperti sekarang. Karena inilah, sungai Citarum sudah dinyatakan dalam kondisi butuh penyelamatan mendesak. Bagaimana upaya alternative untuk menyelamatkan sungai apabila warga yang hidup di sekitarnya dan mengambil manfaat dari sungai ini seolah tak peduli? Mungkin mereka lebih suka mandi, memasak, mencuci, maupun minum dari air yang tinggi polutan, bahkan (maaf) mengandung tinja sapi. Belum lagi aneka wabah penyakit bawaan nyamuk pada musim-musim tertentu.

Penyelamatan sungai Citarum bisa mengambil contoh penyelamatan berbagai sungai di Indonesia, yang meski pencemarannya tak separah Citarum, namun sudah mulai dilakukan tindakan penyelamatan. Beberapa sungai itu antara lain adalah sungai Siak di Riau, sungai Ciliwung, sungai Brantas. Warga di sepanjang aliran sungai Siak misalnya, menyepakati deklarasi penyelamatan sungai Siak bersama-sama pemerintah daerah setempat, sementara sungai Ciliwung secara teratur dibersihkan oleh penduduk, sementara mahasiswa dan pelajar menuntut dibuatkan saluran ikan untuk menjaga ekosistem sungai Brantas. Pemerintah bahkan melarang warga (maaf) membuang tinja di sungai Brantas.

Pembersihan sungai demi penyelamatan sungai Citarum yang daya tampung (polutan)nya sudah jauh melebihi batas dari daya dukung sungainya (data sejak tahun 2001 dan 2004) bukanlah sesuatu yang bisa dikerjakan secara instan. Dibutuhkan pengawasan penuh dari pemerintah daerah setempat, pelarangan membuang limbah peternakan, industri, maupun perumahan di sungai, dan dibutuhkan pembersihan. Bukan untuk diperingati deklarasinya. Bukan untuk digilir kerja bakti di sungai seminggu sekali. Bukan hanya peraturan tertulis. Bukan hanya sosialisasi di masyarakat hulu, tapi hulu sampai hilir. Semua ini harus dikerjakan bersama-sama setiap hari bila hendak mendapatkan air yang sehat dari sungai yang jasanya begitu besar untuk masyarakat Jawa Barat dan Jakarta ini.

Semua ini tidak akan terlaksana tanpa kepedulian pemerintah daerah, di dukung warga yang telah memanfaatkan sungai Citarum sebagai bagian dari kehidupan mereka. Bukan hanya dari lembaga aktivis lingkungan, atau pemerintah daerah saja sepihak. Dalam hal ini menurut saya, masyarakat yang mulai peduli pada gaya hidup sehat seharusnya mulai memperdulikan permasalahan ini. Demikian pula, pemuda-pemuda nasionalis, yang mengaku peduli pada ‘tanah’nya dan ‘air’nya. Juga mahasiswa dan pelajar yang bisa diajak berbagi beban dan peduli melalui kerja bakti. Materi kepedulian lingkungan seharusnya dimasukkan pada kurikulum pendidikan dengan dilengkapi ‘study tour’ ke sungai Citarum. Perlengkapi kemampuan peternak untuk mengolah dan mendistribusikan bio gas sebagai sumber energi alternatif (ini juga mendukung gerakan peduli lingkungan). Bahkan bila mau menengok sedikit lebih jauh ke negara tetangga, Filipina, penyelamatan sungai dipimpin oleh Presidennya langsung. Beliau memutuskan untuk melayari sungai, dan bahkan ada sungai yang ditargetkan untuk diselamatkan dan kemudian dijadikan lokasi olimpiade. Ada banyak upaya yang seharusnya bisa dikerjakan jika memang kepedulian itu ada, karena sebenarnya menyelamatkan sungai berarti menyelamatkan diri sendiri dan anak cucu. Pertanyaannya ada dua, kapan deklarasi penyelamatan sungai Citarum akan dibuat dan dilaksanakan?Apa kontribusi yang bisa kita berikan, sekecil apapun itu? Saya percaya jika manusia memberikan yang baik bagi alam, maka alampun akan memberikan yang baik bagi manusia. Jika sungai Citarum diselamatkan, sama artinya dengan kita menyelamatkan generasi anak-cucu kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline