Baru-baru ini, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada 27 Juni 2018. Hal ini didasarkan pada sejumlah daerah yang akan mengikuti pilkada tersebut serentak terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Dengan total 171 daerah.
Seiring dengan rencana penyelenggaraan tersebut, Pemerintah melalui Bawaslu telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang disusun dari tiga aspek utama yaitu penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi. Dari tiga aspek tersebut diturunkan menjadi 10 variabel dan 30 indikator sebagai alat ukur kerawanan. Indeks kerawanan yang dikeluarkan terdiri dari indeks rendah antara 0-1,99, indeks sedang 2,00-2,99, dan indeks tinggi 3,00-5.00.
Pada dasarnya, keberadaan pemilu adalah sebagai alat utama penyaluran untuk menemukan pemimpin baru yang lebih berkualitas. Akan tetapi isu keberadaan media mengenai pemilu ataupun pilkada selalu menjadi sorotan bahan pemberitaan yang selalu hangat diperbincangkan.
Bukan hal baru bila sorotan pemberitaan ini menjadi kekhawatiran mendasar bahwa tahun politik menjadi semakin rawan dengan pertarungan antara media dengan pelaku politik maupun dengan masyarakat umum.
Bisa jadi, kebebasan media di Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan politik tertentu sebagaimana indeks tujuan pribadinya. Akan tetapi netralitas media tidak bisa disorot sebercanda itu.
Pasalnya, media dapat mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masing-masing. Media memiliki kebijakan redaksional terkait isi peristiwa politik yang ingin disampaikan. Kebijakan ini pula yang membuat media banyak diincar oleh berbagai pihak yang ingin memanfaatkannya. Karena media memiliki fungsi sebagai agenda setting dimana media memiliki hak untuk menyiarkan suatu peristiwa atau tidak menyiarkannya untuk menggiring opini publik.
Dari adanya pers tersebut, biasanya apa yang dikatakan pers hampir selalu dipercaya oleh publik. Sebab, media merupakan sarana paling penting dari kapitalisme abad jaman now ini untuk memelihara hegemoni ideologis dan kepentingan.
Media juga menyediakan kerangka berpikir bagi kelompok dominan yang terus-menerus berusaha mempertahankan, melembagakan, melestarikan kepenguasaan demi menggerogoti, melemahkan, dan meniadakan potensi tandingan dari pihak-pihak yang ingin dikuasai.
Tetap menjadi hal utama, bahwa media harus jadi jembatan atas hak demokrasi masyarakat dan kepercayaan mereka terhadap penyelenggara Pilkada dimanapun berada. (Himma Ulya, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi smt 6 UNISNU Jepara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H