Lihat ke Halaman Asli

UU ASN dan Eksistensi IPDN

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu utama dari UU ASN (Aparatur Sipil Negara) adalah untuk memperbaiki bahkan merevolusi iklim budaya kerja PNS serta seluruh sistem pembinaan yang ada di dalamnya.

Indonesia yang kini berada dalam euphoria reformasi, penuh dengan segala penerapan prinsip demokrasi. Tidak bisa lagi menjalankan struktur, kultur, dan prosedur pembinaan PNS melalui cara lama, yang lebih berfokus pada spoil system.

Walaupun sedari dulu, secara aturan, merit system telah diteriakan begitu lantang. Tapi, kenyataannya masih sangat jauh kata ideal.

Itu telah menjadi sebuah rahasia umum. Kalian pasti mengetahui walaupun tidak pada batas memahami.

Secara sederhanya, budaya organisasi publik di Indonesia masih sangat tertutup. Tidak berjalan efektif apalagi efisien. Pelayanan publik yang seharusnya bermuara pada kepuasan pada masyarakat, masih harus terjebak pada pola-pola lama yang hanya berusaha untuk membuat bahagia atasannya.

Maka dengan segala permasalahan tersebut, DPR melalui hak inisiatif untuk membentuk sebuah UU mengajukan RUU ASN yang juga dibantu oleh beberapa ahli, yang salah satunya adalah, Prof. Mifta Thoha. Dan RUU ASN itu kini telah disahkan menjadi UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Lalu apa yang ingin saya bahas pada tulisan ini? Saya ingin mencoba untuk mengkaitkan UU ASN itu dengan eksistensi lembaga pendidikan kepamongprajaan IPDN yang memproyeksikan lulusannya untuk menjadi seorang PNS.

Kenapa? Karena secara sangat singkatnya, apabila UU ASN itu telah mempunyai aturan pelaksana, berupa Peraturan Pemerintah (PP), maka pada saat itu juga IPDN tidak lagi relevan untuk tetap ada.

Mengapa saya berpikir radikal seperti itu? Ini analisis singkat dan mungkin dangkal yang bisa saya berikan kepada anda semua.

Penyebutan ASN atau Aparatur Sipil Negara, menurut Prof. Mifta Thoha, sebagai salah satu perumus RUU tersebut, dilandasi oleh kenyataan bahwa selama ini di Indonesia belum ada penyebutan khusus atau spesifik terhadap profesi dari PNS itu sendiri.

UU terdahulu UU No. 8/1974 yang kemudian direvisi oleh UU 43/1999 menggunakan istilah kepegawaian. Sedangkan kepegawaian itu sendiri berarti hal ihwal tentang orang yang bekerja di dalam pemerintahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline