Kembali Indonesia berduka, top manager yang disebut manager satu milyar Dr. H Tanri Abeng MBA, Minggu dini hari 23 Juni 2024, meninggal dunia, Innalillahi Wainnailaihi Rooji'un.
Kepiawaiannya memanage badan usaha hingga Tanri dipercaya menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara pada kabinet terakhir Presiden Soeharto.
Di tengah krisis moneter yang melanda Indonesia, Tanri dipercaya memimpin kementrian yang baru dibentuk yaitu kementrian untuk memberdayakan bisnis badan usaha milik negara.
Dua bulan berlalu sejak kabinet dibentuk, krisis tidak urung reda. Kurs rupiah terhadap dollar Amerika sebesar Rp.2.300,- di awal krisis melejit sampai Rp.17.000,-, berdampak sektor fiscal dan moneter sangat terpuruk dan pertumbuhan ekonomi minus 20%.
Dalam keadaan seperti itu, 14 menteri di bidang perekonomian membuat surat kepada Presiden Soeharto tidak bersedia duduk di kabinet yang akan di reshuffle, termasuk Tanri di dalamnya. Surat ini sebagai sinyal tidak lagi didukung oleh tim ekonomi membuat Presiden Soeharto menyatakan berhenti pada 21 Mei 1998.
Tanri yang merasa bersalah meninggalkan Presiden Soeharto dalam keadaan perekonomian negara sedang terpuruk, dalam bukunya 66 Hari Bersama Soeharto Dari Perspektif Kepemimpinan, menuliskan bahwa Pak Harto sudah lapang dada dengan kejadian tersebut.
Terbukti dari tulisan di pintu gerbang pemakaman Pak Harto di Astana Giri Bangun yang mengutip dari syair tembang Pucung yang berbunyi: Trimo Yen Ketaman Sirik Sameng Dumadi. Lilo Kelangan Ra Gegetan. Tri Legowo Ing Bathoro.
Yang artinya; Berlapang dada dan membebaskan diri dari rasa dendam atas kesyirikan dan caci maki orang lain. Ikhlas kehilangan tanpa rasa menyesal. Membangun kebersihan hati untuk senantiasa berpasrah diri kepada Allah Swt.
Filosofi yang lazim berkembang di masyarakat Jawa ini dapat diartikan sebagai bentuk jawaban Pak Harto atas perlakuan kurang baik dari sebagian kalangan menjelang krisis politik pada tahun 1998.
Pak Harto menyikapinya dengan rasa tanpa dendam dan tanpa rasa penyesalan atas semua kebijakan dalam masa kepemimpinannya, karena meyakini apa yang diputuskan didasarkan atas pertimbangan yang tepat, dan menyerahkan semuanya pada keadilan Ilahi.