Meremehkan Covid-19 Tidak satu pun negara di dunia pernah membayangkan betapa dahsyat akibat yang timbul dari serangan Corona virus disease 2019 (Covid-19). Virus ini oleh WHO ditetapkan sebagai pandemi (wabah penyakit yang berjangkit serempak diberbagai negara di dunia)---membunuh puluhan ribu manusia dan berhasil mengobrak-abrik struktur ekonomi dunia.
Hanya dalam tempo empat bulan, Covid-19 berhasil menyerang dan menaklukkan 178 negara, mengalahkan daerah yang pernah ditaklukkan oleh Genghis Khan, Alexander Agung, Tariq bin Ziyad, Hitler, atau Gajah Mada. Bahkan mengalahkan daerah taklukkan lima panglima perang tersebut sekaligus jika daerah taklukkan mereka digabungkan menjadi satu.
Berdasarkan data WHO, virus ini pertama kali terditeksi di China pada 8 Desember 2019. Seminggu kemudian, 15 Desember, 27 orang dinyatakan terinfeksi Covid-19 di Hubei, Provinsi Huwan, China, dan pada 20 Desember melonjak menjadi 60 orang.
Dan mulailah mahluk berukuran 4 nanometer ini menaklukkan dunia. Tanggal 30 Januari 2020, Filipina melaporkan kematian akibat virus Covid-19, dan ini adalah kematian pertama di luar China.
Pertengahan Februari, negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia seperti Singapura, Australia, Filipina, Malaysia, bahkan New Zeland, semua negara-negara itu sudah diinvasi oleh Covid-19, namun pejabat-pajabat tinggi di Indonesia malah membuat pernyataan yang meremehkan kehadiran virus itu.
Bahkan dijadikan lawakkan dengan mengatakan virus itu tidak akan masuk ke Indonesia karena ijinnya susah. Atau kita kebal virus itu karena kerap makan nasi kucing. Malah kemudian pemerintah membiayai influencer sebesar 72 milyar untuk menjaring turis datang ke Indonesia---menjaring potensi turis yang urung datang ke negara yang terpapar Covid-19 untuk datang ke Indonesia.
Selanjutnya jamaah umroh Indonesia ditolak masuk ke Arab Saudi. Mungkin saja Arab Saudi waktu itu mencurigai Indonesia sudah terpapar Covid-19. Jika negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia sudah terpapar virus Corona, ditambah frekuensi penerbangan dari Indonesia ke China dan sebaliknya sangat padat, tak berlebih jika logika sederhana publik mengira virus ini sudah singgah di Indonesia.
Akhirnya Covid-19 Datang Tanggal 29 Februari, Gubernur Anis menyampaikan ke publik bahwa di Jakarta ada 32 pasien dalam pengawasan dan 115 orang dalam pemantauan berkaitan dengan Covid-19. Namun keesokan harinya, Menteri Kesehatan Terawan membantah apa yang disampaikan Anies.
"Kurang tepat pernyataan itu. Karena hasil semua PCR sampai detik ini semua negatif. Kalau negatif artinya apa? Memang ndak ada." Kata Terawan. Namun keesokan harinya, pernyataan Terawan digugurkan oleh Presiden Jokowi yang mengumumkan bahwa 2 orang positif terpapar Covid-19.
Dalam menghadapi serangan pandemi Covid-19, paling tidak ada dua pola pertahanan yang dilakukan oleh suatu negara. Pertama apa yang disebut Lockdown, penduduk dikunci diam tidak bergerak selama waktu tertentu, biasanya dua minggu dan diperpanjang jika belum maksimal.
Dengan mengunci orang untuk tidak bergerak, maka virus yang menyebar melalui orang ini juga ikut terkunci atau tidak bergerak. Dalam keadaan seperti itu, orang yang terpapar dapat didektesi dan dilokalisir untuk kemudian di rawat dan ditelusuri riwayat persentuhannya dengan orang lain.