SDGs (Sustainable Development Goals) 11, yang berfokus pada "Kota dan Pemukiman Berkelanjutan" bertujuan untuk menjadikan wilayah perkotaan inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Dalam era urbanisasi yang semakin pesat, kota-kota di seluruh dunia menghadapi berbagai tantangan, seperti peningkatan populasi, kemacetan, polusi, dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu solusi utama untuk menghadapi tantangan ini adalah memastikan keberadaan ruang terbuka perkotaan yang memadai dan dapat diakses oleh semua orang.
Ruang terbuka perkotaan memiliki peran vital dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan nyaman. Selain menyediakan tempat untuk rekreasi dan interaksi sosial, ruang terbuka juga berfungsi sebagai paru-paru kota yang membantu menyerap polusi udara, mengurangi efek panas kota (urban heat island), serta mendukung konservasi keanekaragaman hayati. Dengan menyediakan ruang hijau yang cukup, kota-kota tidak hanya menjadi lebih layak huni, tetapi juga mampu mendukung keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan. Oleh karena itu, keberadaan ruang terbuka perkotaan yang memadai merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan visi SDGs 11.
Indikator Ruang Terbuka Perkotaan
Ruang terbuka di kawasan perkotaan mencakup lahan terbangun yang dapat berupa ruang publik, jalan, serta area di sekitar jalan. Kawasan perkotaan sendiri merupakan wilayah fungsional yang aktivitas utamanya berfokus pada perdagangan dan jasa, dengan batasannya tidak selalu mengikuti batas administratif. Secara global, kawasan perkotaan dibagi menjadi lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Lahan tidak terbangun berfungsi sebagai kawasan lindung, sementara lahan terbangun dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya sesuai dengan prinsip penataan ruang. Dalam indikator ini, luas lahan yang dihitung adalah luas kawasan budidaya atau lahan terbangun. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan untuk dimanfaatkan sesuai dengan kondisi dan potensi sumber daya alam, manusia, serta buatan. Kawasan ini meliputi hutan produksi, hutan rakyat, area pertanian, kawasan pertambangan, peruntukan industri, pariwisata, dan permukiman.
Ruang publik dalam kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi dua jenis: Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non-Hijau (RTNH). Menurut UU No. 26 Tahun 2007, RTH adalah area berbentuk jalur atau kelompok yang bersifat terbuka dan berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang ditanam. Contoh RTH meliputi taman, taman hutan raya (Tahura), jalur sempadan sungai, dan lainnya. Proporsi RTH di wilayah perkotaan minimal 30% dari total luas kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. RTH yang diperhitungkan mencakup baik RTH publik maupun RTH privat, karena beberapa RTH privat juga dapat diakses oleh masyarakat meskipun aksesnya lebih terbatas dibandingkan dengan RTH publik.
Manfaat Ruang Terbuka Perkotaan
Manfaat ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan, sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, tidak hanya terbatas pada upaya menghijaukan kota dan memperbaiki sirkulasi udara, tetapi juga mencakup berbagai fungsi lainnya, antara lain:
1. Fungsi Ekologi RTH
RTH berperan sebagai paru-paru kota atau wilayah, karena tanaman di dalamnya mampu menyerap karbon dioksida (CO2), menghasilkan oksigen, menurunkan suhu, menciptakan suasana sejuk, serta berfungsi sebagai area resapan air.
2. Sebagai Tempat Rekreasi
Penataan RTH oleh pemerintah menciptakan ruang bagi masyarakat untuk bersantai bersama keluarga, berolahraga, atau menghabiskan waktu sambil menyelesaikan tugas. Hal ini menjadikan RTH lokasi yang nyaman untuk rekreasi.