Lihat ke Halaman Asli

Pengutipan Status Media Sosial Menjadi Bahan Berita Jurnalistik

Diperbarui: 6 Oktober 2017   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: dok.pribadi

Kegiatan jurnalistik semakin berkembang seiring berjalannya peradaban manusia. Kini dunia jurnalistik sangat mudah untuk digapai. Menjadi seorang jurnalis tidak harus memiliki sertifikat dari Dewan Pers seperti pada masa-masa sebelumnya. Semua orang sudah bisa menjadi jurnalistik, tidak memandang umur atau pengalaman, dengan mengandalkan kreativitas tulis-menulis, merangkai kata, dan menarik perhatian, semua bisa menjadi jurnalis. Memasuki era teknologi, kegiatan jurnalistik semakin menjamur. Apalagi kalau bukan dengan hadirnya ponsel pintar, di mana semua informasi dan kegiatan dapat dijangkau sejauh layanan sinyal internet.

Era teknologi yang saat ini dipegang oleh kebanyakan orang dari Generasi Z, di mana menurut Badan Statistik Kanada mengatakan bahwa Generasi Z adalah anak-anak yang lahir dari tahun 1993 hingga tahun 2011, merupakan generasi yang tidak suka dengan berita-berita yang serba tanggung dan tak memiliki pengalaman serta tidak terbiasa dengan membaca koran atau majalah karena mereka kerap mengakses berita dari media sosial atau portal berita internet. Dan seperti yang telah diketahui bahwa berita-berita yang ada dalam media sosial yang dapat menarik pembaca adalah berita yang unik serta nyaman untuk di konsumsi dan yang pasti mengikuti perkembangan zaman.

Portal berita yang sedang populer dan paling banyak diakses banyak orang adalah Line Today, yang merupakan fitur dari aplikasi chatting bernama Line yang memunculkan beragam berita dan informasi terbaru yang sudah dikurasi, dan pastinya yang membuat fitur tersebut populer adalah keringanan pembaca dalam mengkonsumsi beritanya, serta berita-berita yang dibuat merupakan berita yang menarik dan yang pastinya mudah untuk diakses.

Perkembangan teknologi internet membuat perubahan yang besar dalam produksi maupun konsumsi media yang hampir keseluruhan media informasi memanfaatkan teknologi berbasis internet karena mudah untuk diakses kapan saja dan di mana saja. Selama terhubung jaringan internet, sirkulasi berita menjadi cepat, tanpa menunggu media dicetak, berita sudah bisa untuk di konsumsi. Dengan cepatnya sirkulasi arus berita, pihak-pihak media berita pun berlomba-lomba untuk menyuguh hangat beritanya.

Berita yang menarik menurut kebanyakan pembaca adalah berita seputar gosip dan selebrita. Topik berita tersebutlah yang akan menjadi topik fenomena jurnalistik yang kehilangan independensi media jurnalnya. Mengapa begitu?

Dikatakan kehilangan indenpendennya karena media jurnalistik dewasa ini kebanyakan membuat berita seputar status media sosial selebriti atau orang-orang yang 'memiliki nama', di mana jurnalis hanya mengutip status media sosial dan membuatnya menjadi sebuah berita yang akan menarik perhatian banyak orang tanpa melakukan proses verifikasi dari obyek -- orang tersebut -- atas kebenaran tulisan yang disebarkannya. Dan berita yang tanpa kebenaran itu akan membuat dampak buruk yang tidak kecil bagi masyarakat maupun pihak media yang mengalami kerugian atas berkurangnya kepercayaan masyarakat pada media tersebut.

Mari kita kembali ke tahun 2014, di mana terjadi kasus seorang selebriti menggugat 17 portal media infomasi atas berita yang diunggah oleh media-media tersebut. Selebriti tersebut adalah musisi Ahmad Dhani. Kasus yang saat itu sedang hangat dibicarakan adalah tentang kicauan 'seorang' Ahmad Dhani yang berisi tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.

Berawal dari sebuah akun media sosial Instagram yang menagih janji Ahmad Dhani berupa posting-an pada akunnya untuk memotong kemaluannya karena Joko Widodo telah terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketujuh. Posting-an tersebut berisikan screenshotkicauan Twitter Ahmad Dhani yang berisi "Saya akan potong kemaluan saya kalau Jokowi bisa menang dari Prabowo Subianto!! Itu sumpah saya!!"dengan akun @AHMADDHANIPRAST yang username-nya sangat mirip dengan username Twitter Ahmad Dhani yang asli.

Melihat screenshot tersebut, Ahmad Dhani menyatakan bahwa kicauan tersebut adalah palsu. Melalui wawancara pada program Dear Haters channel Youtube sebuah stasiun televisi swasta, Ahmad Dhani mengklarifikasi bahwa kicauan tersebut tidak benar.

Posting-an itu pun menjadi viral, bukan hanya di sosial media tetapi juga dikalangan wartawan serta jurnalis terutama pada media daring. Wartawan yang mempercayai screenshot Instagram itu pun langsung menjadikannya sebagai bahan berita lalu menyebarkan beritanya melalui portal berita internet. Banyaknya media daring yang mempercayai kicauan tersebut, Ahmad Dhani langsung melaporkan 17 media daring kepada Dewan Pers. Yang mengejutkan adalah media daring tersebut merupakan sederet dari media profesional. Ketujuh belas portal media online tersebut adalah forum.detik.com, kompasiana.com, Hai Online, merdeka.com, republika.co.id, liputan6.com, metroonline.com, nonstop-online, palingseru.com, seruu.com, solopos.com, wartaharian.co, ciricara.com, okezone.com, kasakusuk.com, kaskus.co.id dan kapanlagi.com.

Melihat media profesional di atas menjadikan hilangnya indenpendensinya terhadap  sebuah berita. Karena tanpa proses verifikasi kepada orang yang terkait, jurnalis langsung menciptakan berita dan menyebarkannya demi menarik perhatian banyak orang. Padahal, dalam jurnalisme, sebagai jurnalis, pantang menerima sesuatu dengan apa adanya dan menganggap semua itu benar (take for granted). Seharusanya seorang jurnalis mendukung semua kesimpulan serta fakta-fakta lalu dokumentasikan semuanya dengan sumber-sumber yang dapat di percaya dan jangan lupa untuk menyebut sumbernya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline