Lihat ke Halaman Asli

Persaingan Presensi: Efek Samping Media Kontemporer

Diperbarui: 16 Juni 2016   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Media informasi dan komunikasi kontemporer menawarkan keuntungan yang jelas dan instan bagi individu modern sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup modernya. Keuntungan yang ditawarkan sekaligus memiliki konsekuensi konsekuensi kultural dan psikologis yang negatif bahkan lebih dirasakan sebagai ancaman kualitas kehidupan individual modern. Kita mungkin pernah memperhatikan dalam sebuah kesempatan dimana ayah, ibu dan anak sedang menghabisan waktu weekend bersama di sebuah restoran. Tujuan orang pergi ke restoran adalah untuk makan, berbincang santai atau pun relaks sejenak dari segala rutinitas keseharian. Harapan seperti ini mungkin jauh, ketika anda melihat ketiga orang tersebut sibuk dengan gadgetnya masing-masing.

Si Ayah sibuk menelpon rekan bisnisnya, ibu sangat serius memilih barang di online shop, dan anaknya sibuk sendiri dengan virtual game-nya. Terdapat kesan, ketiga orang ini tidak hanya hadir di dalam ruangan itu saja, tetapi juga di suatu tempat yang lain. orang yang pertama perhatiannya terserap kepada rekannya yang tidak ada di ruangan yang sama, si ibu pikirannya terkonsentrasi pada barang-barang murah dan berkualitas, sedangkan perhatian anak tersedot ke dalam virtual game yang sedang dimainkannya. Manuel Castells menyebutnya dengan revolusi teknologi dimana terdapat beberapa presensi (presence) sekaligus.

Pertama, presensi merupakan bagian dari keseluruhan lingkungan seseorang, yang relatif terbebas dari bagian-bagian lain dalam lingkungan, tetapi mampu menyerap perhatian orang secara terus-menerus. Lingkungan fisik terdekat seseorang merupakan presensi.  Tetapi berbeda dengan gadget. sebuah gadget dapat begitu menyerap segenap perhatian orang ke layar LCD sehingga orang itu terlepas dari lingkungan fisik dekatnya. Para pecandu gadget, kadang tidak menghiraukan waktu, bahkan lupa akan prioritas hidupnya termasuk waktu untuk makan. Oleh karena itu, presensi menuntut perhatian seseorang secara utuh, tak terbagi. Tidak mungkin seseorang terlibat dalam dua presensi secara serentak. Misalnya, tidak mungkin belajar sambil nonton TV, atau telepon sambil mengetik. Sebalikanya, jauh lebih mudah untuk secara serentak terlibat dalam beberapa aspek dari lingkungan yang bukan merupakan presensi. Misalnya, bercakap-cakap sambil makan bakso, atau mengetik sambil minum kopi. Memadukan beberapa presensi sekaligus akan menghasilkan kerugian serius dalam hal kualitas hidup.

Kedua, hilangnya perhatian atau keterlibatan. Anda hanya bisa terlibat atau berkonsentrasi penuh dalam satu presensi. Ketika sejumlah presensi terdapat di sekitar anda, anda harus memilih salah satu dari mereka. Jika tidak, keterlibatan, kepekaan, atau perhatian terancam hilang. Misalnya, anda tidak bisa menghabiskan waktu dan perhatian bersama keluarga sambil anda juga menaruh perhatian pada pembicaraan anda di telepon. Menurut Albert Borgmann (1984), keterlibatan atau pun perhatian yang penuh merupakan unsur utama bagi kehidupan yang baik. Ketika terus-menerus terdapat beberapa presensi yang bersaing memperebutkan perhatian anda, menjadi sulit untuk bisa sepenuhnya terlibat dengan salah satu dari mereka. Sebagai akibatnya, kehidupan dalam lingkungan-lingkungan dengan presensi-presensi yang bersaing menjadi terancam oleh bahaya kepanikan atau kekacauan.

Ketiga, letusan presensi dan sergapan presensi. Letusan presensi terjadi ketika presensi yang bukan lingkungan fisik atau sosial langsung seseorang, mendominasi kehidupan orang itu. Mungkin kita bisa melihat para pecandu online game. Bagi mereka kehidupan online lebih bermakna ketimbang kehidupan riil (offline). Kebanyakan orang lebih memilih mendiami presensi yang lain. Hal ini membawa bahaya berupa terabaikannya lingkungan dekat seseorang, lingkungan dimana tubuh riilnya berada, dan berbagai persoalan urgent menjadi artifisial belaka. Orang mengalama “ekstase virtual” dan lupa kembali ke alam sadarnya (dunia riil).

Sergapan presensi terjadi dalam komunikasi bermedia secara real-time, khususnya telepon, chatting, video coference, live streaming,  maka dari itu, mengingat nomor kontak penting, pin dari media sosial tertentu, terusik dengan dering telepon genggam jauh lebih penting dan mengabaikan apa yang riil di sekitar. Setiap individu bersaing untuk menjadi “pecundang” di antara presensi-presensi. Presensi digantikan oleh surat elektronik, internet, teknologi digitalisasi, kabel optic fiber, telepon seluler, teknologi satelit, film bahkan video conferencing. Kehadirkan setara dengan digitalisasi, networking, dan pemrosesan informasi. Kita pantas mengiyakan apa yang dikatakan Slavoj Zizek (1996), bahwa hidup kita tidak bergantung secara langsung pada teknologi melainkan arah teknologi baru itu dibelokkan oleh relasi-relasi sosial yag pada gilirannya menentukkan arah perkembangan teknologi. Ruang maya menjadi medan ekplorasi perilaku yang mensubstitusi ruang publik yang hilang.

Daftar Pustaka

Mendiagnosis Tubuh Komunitas Virtual dalam Balada Manusia dan Mesin: Episode yang Hilang di Panggung Teknologi (Bandung: Mizan, 2002), hh. 13-15.

Tony Schirato dan Jen Webb, Understanding Globalization (London: Sage Publication, 2003), h. 55.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline