Lihat ke Halaman Asli

Bencana Kependudukan di Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa dipungkiri fakta Indonesia adalah Negara dengan penduduk terbanyak nomor 4 mungkin bagi sebagian orang ini adalah sebuah kehebatan. Salah. Ini adalah bencana. Dengan sumber daya manusia yang terbilang cukup rendah terutama di kalangan usia produktif hal ini sangat memprihatinkan. Secara nasional pertumbuhan penduduk Indonesia antara tahun 1961 – 1971 adalah sebesar 2,1% pertahun, tahun 1971 – 1980 sebesar 2,32% pertahun, tahun 1980 – 1990 sebesar 1,98% pertahun, dan periode 1990 – 2000 sebesar 1,6% pertahun. Penurunan terjadi karena suksesnya program KB yang dijalankan pada waktu itu. Sewaktu orde baru pemerintah dengan gencarnya melakukan KB sehingga angka kelahiran berhasil ditekan hingga tingkat kelahiran dan tingkat kematian sudah menurun lebih dari 50 persen. Saat itu, pemerintah menyadari bahwa program KB berkaitan dengan pembangunan ekonomi yang lebih baik. Kepedulian pemerintah terhdap KB terbukti dari ditingkatkannya status LKBN menjadi BKKBN dan pada tanggal 29 Juni 1970 menjadi hari keluarga nasional. Sayangnya, setelah itu program KB seakan mati suri. Akibatnya, pertumbuhan penduduk meningkat drastis. Sensus penduduk keempat yang dilaksanakan pada tahun 1990 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia saat itu sebanyak 178,6 juta jiwa. Setelah orde baru, sensus penduduk ke lima diadakan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000, data sensus saat itu menunjukkan penduduk Indonesia berjumlah 205,1 juta jiwa, terdapat penambahan penduduk sekitar 26,5 juta jiwa. Dan pada tahun ini jumlah penduduk Indonesia hampir mencapai 250 juta jiwa. Jika ini dibiarkan maka hal ini dapat menyebabkan ledakan penduduk seperti yang terjadi pada tahun 80-an dimana jumlah penduduk meningkat 3 kali lipat.

Sesuai dengan kaidah ecological footprint,secara umum rata-rata “jatah” setiap orang terhadap sumber daya alam adalah 1,8 gha (global hektare).Artinya, rata-rata setiap individu yang ada di Indonesia membutuhkan lahan produktif seluas 1,8 hektar yang didalamnya juga terdapat air yang dapat digunakan manusia untuk memproduksi sesuatu yang berguna untuk kebutuhan hidupnya serta unruk mengolah limbahnya sendiri. Sedangkan untuk Indonesia sendiri diperkirakan “jatah” setiap orang terhadap sumber daya alam adalah 1,2 gha. Saat ini di Indonesia ada sekitar 250 juta jiwa, bayangkan jika ada 300 juta penduduk itu berarti dibutuhkan lahan sekitar 360 juta gha untuk tiap penduduk memenuhi kebutuhannya. Sekarang, bayangkan jika terjadi ledakan penduduk, seberapa luas lahan yang akan dibutuhkan untuk tiap orangnya? Indonesia memang luas tapi luas wilayah Indonesia tidak mengalami perluasan setiap tahunnya, hal ini berbanding terbalik dengan penduduk Indonesia. Lalu apa yang akan terjadi? Peristiwa yang akan terjadi dapat diibaratkan air keran yang terus-menerus mengalir sehingga meluap karena wadahnya yang terlalu kecil sehingga tidak sanggup lagi menampung.

Namun, bencana yang perlu dikhawatirkan saat ini adalah sumber daya manusia Indonesia yang rendah. Saat ini usia non produktif seperti lansia dan balita atau anak-anak lebih banyak daripada usia produktif. Indonesia masih belum bisa mengembangkan potensi penduduk berumur produktif. Di sisi lain, masih saja ada anak-anak dan remaja yang tidak bisa sekolah dan ada yang putus sekolah. Sebenarnya masalah yang ada bukan hanya itu. Bagaimana dengan anak-anak yang malas sekolah? Yang dimaksudkan adalah anak-anak yang kurang atau mempunyai motivasi untuk belajar, ini merupakan masalah yang cukup membahayakan. Karena untuk menciptakan sumber daya manusia yang baik bukan hanya sekedar bersekolah tapi karena mereka memiliki keinginan untuk belajar dan mempelajari hal baru sehingga akan tercipta inovasi-inovasi unik dan berkualitas.

Dan masalah yang baru-baru ini muncul pada bidang pendidikan yang berperan penting dalam pembangunan sumber daya manuisa adalah dilema kurikulum 2013. Setelah di perdebatkan akhirnya diputuskan mulai tahun depan Indonesia kembali pada kurikulum 2006. Dikarenakan kurikulum 2013 yang perlu direvisi atau disempurnakan. Teorinya, K-13 menekankan pembelajaran aktif dengan materi tematik integratif dan pendekatan ilmiah. Tetapi, masih ada guru yang belum terbiasa sehingga tidak mampu mengaplikasikannya dengan baik. Hal seperti ini dapat menyebabkan proses belajar mengajar menjadi kurang efektif. Tak dapat menyalahkan guru, K-13 atau kurikulum 13 ini dirasa diterapkan terlalu terburu-buru. Maka dari itu dibutuhkan pelatihan untuk para guru yang membutuhkan.

Selain itu bukan hanya masalah pendidikan, masalah dalam bidang pekerjaan senantiasa dirasakan kehadirannya. Masih banyak pengangguran di luar sana yang berjuang keras mencari pekerjaan dan seperti biasa ini disebabkan oleh minimnya lapangan pekerjaan dan semakin gencarnya metode KKN digunakan untuk mendapatkan pekerjaan bagi orang-orang berkuasa. Hal ini menutup kesempatan untuk penduduk yang benar-benar memiliki keterampilan dan berkualitas. Bagaiman Indonesia bisa maju jika seperti ini?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline