Lihat ke Halaman Asli

Mas Rofi

Percayakan pada Ahlinya semua konten Digital sekolah

Ramadhan Bersama EMHA Ainun Najib, di Balik Cerita Silaturahmi PGIN

Diperbarui: 20 Mei 2018   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Menjadi PNS bukanlah tujuan utama PGIN. Namun bukan berarti upaya memperjuangkannya tidak masuk skala prioritas. Langkah sigap,santun, dan berkelanjutan akan terus digelorakan secara nasional demi mengangkat harkat dan martabat anggotanya.  Relevansi langkah yang diambil ini, sesuai amanah Ketua Umum yang akan selalu digenggam erat. Berjuang secara santun, dengan tetap mengedepankan  semboyan "Madrasah Hebat Bermartabat ". Cara seperti inilah yang ditempuh PGIN baik Pusat maupun Wilayah.

Dengan demikian lobi-lobi ke berbagai kementerian terkait akan terus dilakukan. Selama RUU ASN belum disahkan Presiden, PGIN akan konsisten mengawalnya.  Beberapa upaya yang dilakukan PGIN ini mendapat apresiasi dan dukungan Ibu Nihayah, PANJA RUU ASN. Dukungan tersebut disampaikan tempo hari pada pengurus PGIN Banyuwangi  di Desa Cluring.

Dukungan dari Senayan mejadi amunisi baru bagi organisasi. Beberapa langkah strategis pun ditempuh PGIN. Mulai dari mengetuk pintu rumah para pejabat terkait sampai dengan mengundang tokoh nasional yang dipandang mampu meneruskan aspirasi organisasi sampai tingkat pemangku kebijakan. Urgensi melobi para tokoh, karena dipercaya punya posisi tawar yang kuat dengan orang nomor satu di Lingkungan Kementerian Agama. Oleh karena itu, petinggi PGIN meretas jalan melobi salah satu tokoh berpengaruh tersebut.

Tepatnya pada malam kedua Ramadhan, Pengurus PGIN Pusat, Ibu Yunita di dampingi Tim bertemu dengan Cak Nun. Pertemuan ini difasiltasi oleh salah satu panitia yang namanya tidak mau disebutkan. Cak Nun merupakan Budayawan yang bisa kita lihat sepak terjangnya. Selain sebagai cendekiawan, Cak Nun merupakan penulis produktif yang pemikiran kebangsaannya mendalam. Tak mengherankan Cak Nun sering dimintai pemikirannya oleh penguasa yang pernah memerintah republik ini.

Sepintas petinggi PGIN menjelaskan keberadaan organisasi ini.  Awalnya Cak Nun mengatakan, " Jika menjadi guru swasta harus berusaha dan bekerja untuk lembaga, tunjukkan bahwa madrasah swasta itu mampu berdiri sendiri tanpa bantuan Pemerintah." Masih menurut beliau, yayasan harus mau berkorban untuk kemajuan sekolah dan kesejahteraan guru."  Pernyataan Cak Nun tidak terlepas dari belum utuhnya informasi yang diterima.

Setelah mendapat penjelasan  panjang lebar,  Cak NUN terbelalak. Sedikit demi sedikit beliau memperoleh titik terang tentang Guru Inpassing. "Guru Inpassing seharusnya lebih diperhatikan kejelasan statusnya," jelas beliau. Selain itu,menurutnya,  "tugas dan kewajiban  yang tidak jauh beda dengan guru negeri sudah semestinya Guru Inpassing bisa memperoleh apa yang menjadi haknya."

Pertemuan dengan beliau ini diharapkan semakin membuka jalan menuju ASN. Bagaimana pun besarnya perjuangan tanpa kekuatan lobi, sulit rasanya kita bisa memantaskan tujuan. Apatah perlu Guru Inpassing menuntut menjadi ASN. Perlu tidaknya tuntutan tersebut karena faktor ketidakadilan. Bukan rahasia lagi, dikotomi profesi guru dengan profesi lainnya tengah dipertontonkan.

Adanya RUU ASN yang sampai tulisan ini dibuat masih belum final menjadi indikasi pasalnya masih diskrimanatif. Kalau diseksamai, akan ditemukan pasal tentang pengangkatan yang tidak memberi ruang bagi guru madrasah swasta. Karena memang Guru Inpassing yang mengacu pada UU Guru dan Dosen tidak terkafer dalam UU ASN ini.

Pun jua keberadaan Undang-Undang Guru dan Dosen sebagai payung hukum guru Sertifikasi Inpassing, belum sepenuhnya berpihak  pada  guru madrasah swasta. Kesan yang selanjutnya muncul, Undang-undang tersebut tidak berfungsi secara utuh. Alhasil peningkatan karier Guru Madrasah swasta masih tersandera UU ASN dan UUGD.

Sengakarut UU ASN dan UUGD belumlah seberapa bila dibandingkan dengan kompleksnya permasalahan yang dihadapi guru madrasah swasta.  Contoh kecilnya, tidak tepat waktunya pembayaran Tunjangan Profesi Pendidik (TPP). Seperti kita ketahui bahwa, guru TPP, saat ini tidak menerima gaji dari yayasan. Sehingga  besar harapan pencairan TPP rutin per bulan. Lambatnya pencairan TPP, membuat guru gundah gulana karena dideadline kebutuhan hidup yang mesti harus dipenuhi. Miris kita saksikan belum maksimalnya perhatian terhadap masalah krusial ini.

Bila Guru Madrasah sebagai sebagai pencetak siswa yang agamis tidak diperhatikan, bagaimana guru dapat mengajar dengan tenang dan akan dibawa kemana pendidikan di madrasah. Sangat tidak elok, jika kewajiban yang sudah terpenuhi  tidak berbanding lurus dengan penerimaan hak. Kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa telah ditunaikan guru. Sudah sepantasnya hajat hidup pendidiknya juga harus ditunaikan, baik itu menyangkut kesejahteraan dan karier.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline