Lihat ke Halaman Asli

Industri Sawit Teratas dalam Tindak Pencucian Uang

Diperbarui: 1 April 2019   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jatengpos.co.id

Belum kunjung lepas dari predikat penyebab deforestasi dan kerusakan lingkungan, industri sawit kembali diterpa isu negatif.

Kali ini, tidak tanggung-tanggung. Industri yang selalu dibangga-banggakan dan dibela pemerintah itu disebut sebagai, dalam istilah "halus"-nya, industri yang berada di posisi puncak dalam menyumbang kebocoran perdagangan ekspor Indonesia. Dalam istilah yang lebih "keras", menghindari pajak alias money laundering atau pencucian uang!

idnews.co.id

Lembaga riset Perkumpulan Prakarsa menemukan sawit sebagai komoditas yang mengalami kebocoran perdagangan ekspor paling besar, dibandingkan lima komoditas unggulan perdagangan lainnya, yakni batu bara, tembaga, karet, kopi dan udang-udangan.


Rahmanda Muhammad Thaariq, salah satu peneliti Prakarsa, mengungkapkan riset menemukan sepanjang kurun 1989-2017, nilai total dana gelap yang masuk ke dalam negeri dengan cara over-invoicing US$101,49 miliar (sekitar Rp1.420 triliun). Sedangkan aliran keuangan gelap yang keluar dari Indonesia dengan cara under-invoicing mencapai US$40,58 miliar atau setara Rp 568,12 triliun.

Dielaborasi lebih jauh, bisnis sawit menyumbang "pemasukan" terbesar dengan nilai US$40,47 miliar. Batu bara menduduki peringkat kedua dengan nilai US$23,29 miliar, diikuti karet US$17,91 miliar, tembaga US$14,57 miliar, kopi US$2,68 miliar, dan udang-udangan senilai US$2,54 miliar.

Dibandingkan dengan lima komoditas lain, aliran keuangan gelap masuk dari komoditas minyak sawit merupakan yang tertinggi mencapai 35,62% terhadap keseluruhan nilai ekspor. Proporsi aliran keuangan gelap masuk paling tinggi dari komoditas minyak sawit terjadi pada 2001 dengan nilai mencapai 167,5%.

Selain itu, minyak sawit juga menjadi komoditas yang mengalami kebocoran perdagangan keluar dengan cara under-invoicing, dengan nilai paling besar adalah negara Rusia yang mencapai US$1,28 miliar.

"Dalam beberapa tahun terakhir, komoditas minyak sawit mengalami tren peningkatan aliran keuangan gelap masuk secara neto yang semakin besar," katanya.

Shutterstock

Riset Prakarsa ini didasari penghitungan data nilai ekspor yang diperoleh dari United Nations Comtrade Database dengan klasifikasi Harmonized System. Untuk menemukan adanya aliran dana gelap, pihaknya menggunakan pendekatan Global Financial Integrity, yang dilakukan lewat menghitung kesalahan tagihan perdagangan atau trade misinvoicing, baik berupa over-invoicing maupun under-invoicing.

Kesalahan tagihan perdagangan dapat dikalkulasi dengan metodologi Gross Excluding Reversal (GER), yakni mengkalkulasi ketidakcocokan pada laporan nilai ekspor suatu negara dengan laporan nilai impor oleh negara lain. "Negara lain mengklaim mengimpor dari Indonesia, sedangkan di sini tidak mencatat ekspor tersebut," kata Thaariq.

Sebagai informasi, over-invoicing adalah tindakan menyatakan  harga suatu barang pada  faktur sebagai lebih dari  harga yang  sebenarnya dibayar, sementara under invoicing adalah tindakan sebaliknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline