Akumulasi pengerukan kekayaan alam dan pengisapan tenaga-tenaga rakyat telah menyebabkan terjadinya berbagai krisis yang sulit dipulihkan. Krisis tersebut pada gilirannya telah mengancam kelangsungan sumber-sumber kehidupan rakyat dan mengakibatkan bencana ekologi di berbagai penjur tanah air.
Lebih jauh, penghancuran alam juga mengakibatkan tercerabutnya identitas dan kebudayaan akibat hilangnya ruang hidup masyarakat, khususnya masyarakat adat yang sangat dekat dengan alam.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendorong agar negara memberikan perhatian kepada masyarakat kecil yang termarjinalkan akibat tercerabut hak ulayat dan sumberdaya alamnya. Mereka menuntut negara bertanggung-jawab untuk menghentikan kerakusan eksploitasi sumber daya alam demi memikirkan generasi mendatang.
"Walhi prihatin bahwa kontestasi politik telah menjebak rakyat indonesia pada politik identitas yang tajam dan merusak jalinan pesaudaraan kita sebagai warga bangsa," seru Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati dalam pembukaan Rapat Akbar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia di Hall Basket Senayan, Jakarta, pekan lalu.
Rapat Akbar Konsolidasi Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia ini diisi dengan orasi serta penyampaian pandangan dan pemikiran. Hall basket Gelora Bung Karno di Senayan Jakarta yang berkapasitas 3.000 orang ini penuh sesak dengan warga, aktivis, dan perwakilan komunitas masyarakat yang berasal dari 28 provinsi di penjuru tanah air.
Aliansi ini mendorong momen pesta politik pemilihan umum presiden, wakil presiden, anggota DPD, dan anggota legislatif diributkan untuk memperbincangkan penguatan wilayah kelola rakyat. Hasil pesta politik itu pun agar membawa amanah dalam penyelesaian berbagai permasalahan sistematis yang dialami komunitas masyarakat.
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh krisis dan bencana ekologis di Indonesia. Umumnya hal ini diakibatkan berbagai kebijakan politik yang tidak berpihak pada rakyat dan lingkungan hidup. "Hal ini menyebabkan juga ekses-ekses negatif berupa penggusuran, perampasan hak-hak rakyat, perampasan tanah pelanggaran HAM, kriminalisasi serta kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup," terangnya.
Ganti Menteri Sofjan Djalil
Sementara itu, desakan untuk mengganti Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil turut mengemuka. Manager Kajian Kebijakan Walhi Even Sembiring menilai Presiden Joko Widodo harus segera campur tangan sehubungan dengan keengganan kementerian terkait untuk menjalankan putusan Mahkamah Agung yang meminta membuka data Hak Guna Usaha (HGU) ke publik.
Even menegaskan, hal tersebut menjadi momentum yang tepat untuk mengganti Sofyan karena yang bersangkutan lebih mementingkan industri kelapa sawit dibanding hak asasi warga negara untuk memperoleh informasi.
"Dia (Jokowi) sama saja harus ganti Sofyan. Ini soalnya malah melindungi investasi kelapa sawit," tegasnya.